BAB II DAN BAB III
ANALISIS
VALUE CHAIN BERDASARKAN PRINSIP
SYARIAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD
CORPORATE
GOVERNANCE
(Studi Kasus
PT Semen Bosowa Maros)
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A.
Theory of Constraint
Theory of Constraint
(teori
kendala) merupakan filosofi manajemen sistem yang dikembangkan oleh Eliyahu
M Goldratt sejak awal 1980-an. TOC menyatakan bahwa kinerja perusahaan (sistem) dibatasi constraint.
Teori ini mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh
kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk
mendukung tujuan, yaitu kemajuan yang terus-menerus suatu perusahaan (continuous
improvement). Menurut (Blocher et al
2000, 17) The theory of constraint (TOC) atau teori kendala merupakan teknik
strategik untuk membantu perusahaan secara efektif meningkatkan faktor
keberhasilan kritis yang sangat penting
waktu siklus, yaitu lamanya bahan diubah menjadi produk selesai atau produk
jadi.
Teori kendala
mengarahkan perhatian manajer kepada kecepatan bahan baku dan komponen yang
dibeli, diproses menjadi produk akhir dan diserahkan pada pelanggan. TOC
menekankan perbaikan throughput dengan cara mengubah atau menurunkan
pemborosan dalam proses produksi yang mengurangi tingkat output yang dihasilkan
(Blocher et al, 2000, 175). Theory of constraint (TOC)
merupakan filosofi manajemen yang memfokuskan untuk mengidentifikasi
kendala-kendala yang mempengaruhi proses produksi suatu perusahaan, kemudian mengoptimalkan
penggunaan sumber daya yang memiliki kendala tersebut untuk memaksimumkan throughput dan meningkatkan keuntungan.
Dengan demikian theory of constraint menekankan kepada
pengelolaan kendalan (penghambat),
yaitu dengan menentukan kendala, meningkatkan performasi dan kapasitas kendala
dan menjadikan kendala sebagai acuan laju produksi untuk keseluruhan produksi,
dengan melakukan identifikasi kendala-kendala tersebut dalam suatu aktifitas
produksi, maka perusahaan melakukan salah satu langkah stratejik manajemen
biaya melalui suatu pendekatan teori kendala atau theory of constraint.
1.
Langkah-langkah
dalam Analisis Theory Of Constraint (TOC)
Menurut
(Gusnardi, 2010) Theory Of Constraint memfokuskan kepada perbaikan yang
terus-menerus dengan mengelolah kendala dalam
suatu sistem. Theory Of Constraint memiliki 5 (lima) langkah yaitu:
a)
Mengidentifikasi
Kendala Suatu Sistem
Suatu kendala akan ditemukan di setiap
sistem dan dikatakan sebagai sesuatu yang dapat membatasi kinerja suatu
hubungan sistem untuk mencapai tujuan. Theory of Constraint dikembangkan
berdasarkan tujuan utama dari kebanyakan perusahaan yaitu memeperoleh laba dan
jika perusahaan tidak dapat menghasilkan laba maka terdapat kendala yang
membatasi kinerja.
b)
Menentukan
Pemanfaatan yang Paling Efesien Setiap Kendala yang Meningkat
Meskipun kebanyakan sistem mempunyai
beberapa kendala utama yang benar-benar dapat membatasi kinerja sistem dan
pihak manajemen selalu menangani kendala yang saling berhubungan (kendala yang
mempengaruhi sistem secara tidak langsung melaui interaksinya dengan kendala
utama). Kendala yang ada didalam suatu sistem saling mempengaruhi pada jangka
pendek jika tidak dikelola dengan benar, sehingga akan berkembang menjadi lebih
besar, ada 2 (dua) alasan utama yaitu: pertama
kurang baiknya penjadwalan pada sumber daya yang tidak memiliki kendala, kedua kebijakan yang membatasi kapasitas
sumber daya.
Keberadaan
kendala mungkin dapat digunakan lebih efektif dengan memanfaatkan pada jangka
pendek efek dari perbedaan konsumen dan komposisi produk. Pilihan tersebut
dapat digunakan dalam jangka pendek yang mewakili perbedaan cara dalam
menggunakan seluruh kapasitas dari sumber kendala tanpa membuat perubahaan
dalam kapasitas itu sendiri.
c)
Mengelola
Aliran Sepanjang Kendala Meningkat
Pada langkah ke tiga dari implementasi Theory
of contrain menyediakan penyelesaian untuk mengembangkan jadwal dari sumber
daya non kendala dengan mengkordinasikannya pada proses permintaan dan
kemampuan dari sumber daya kendala. Jika dalam suatu proses produksi terdapat
penjadwalan yang tidak benar, sumber daya yang tidak memiliki kendala membatasi
sistem produksi dan menjadi kendala yang saling mempengaruhi.
Dimana
fase tiga ini bertujuan untuk mengelola aliran produksi yang masuk dan keluar
dalam suatu kendala yang mengikat untuk melancarkan aliran produk dalam suatu
industri. Salah satu instrumen yang penting untuk mengelola aliran produk yaitu
dengan Drum-Buffer-Rape (DBR) yaitu suatu sistem untuk meyeimbangkan
aliran produk melalui kendala yang mengikat sehingga mengurangi jumlah
persediaan pada kendala meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
d)
Menambah
Kapasitas pada Kendala yang Meningkat
Pada fase ini merupakan upaya manajemen
untuk meningkatkan throughput jangka panjang dan mengurangi terjadinya
pemborosan yaitu menambah atau memperbaiki mesin dan menambah tenaga kerja
langsung. Pada fase ini menunjukan usaha manajemen untuk mengubah dari suatu
kendala menjadi tidak ada kendala.
e)
Merangcang
Ulang Proses Memanufakturan ke Arah Fleksibel dan Througput yang Cepat
Respon stratejik yang paling lengkap
untuk situasi pemborosan adalah merancang ulang proses produksi, diantaranya
meliputi pengenalan teknologi pemanufakturan baru, menghilangkan hal-hal yang
menyulitkan produksi, dan mendesain ulang beberapa produk sehingga lebih mudah
diproduksi.
Umble dan
srikant (1996,81) menambahkan pengelompokan kendala yang seringkali nampak,
yaitu:
1.
Kendala pasar (market constraint), kendala berhubungan dengan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi permintaan pasar.
2.
Kendala material (material constraint),
kendala ini dapat berupa kemampuan faktor input produksi seperti bahan baku,
tenaga kerja, dan jam mesin.
3.
Kendala kapasitas (capacity
constraint), yang diidentifikasikan sebagai kapasitas yang tersedia untuk
mengolah sumber daya yang ada dalam memprtahankan proses produksi.
Dari ketiga penjelasan
kendala yang dikemukakan oleh Umble dan Srikant di atas, yang paling tampak dan
seringkali muncul dalam proses produksi, yaitu material dan capacity
constraint.
Sedangkan Menurut
Hansen dan Mowen (2001: 601), jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1.
Berdasarkan asalnya terdiri dari kendala
internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin,
dan kendala eksternal (eksternal constraint) adalah faktor-faktor yang
membatasi perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya pemintaan
pasar atau kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok.
2.
Berdasarkan sifatnya terdiri dari
kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada
sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya, dan kendala tidak mengikat atau
kendor (loose constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya
yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.
B.
Activity Based Costing
Menurut (Mulyadi, 2007: 40) Activity Based Costing adalah sistem
informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel
dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas. Sedangkan (Supriyono, 2002:
230): Activity based costing
merupakan sistem yang terdiri dari 2 tahap yaitu pertama melacak biaya pada
berbagai aktivitas, dan kemudian kedua adalah melacak biaya ke berbagai produk.
Menurut Brimson (1991:47) : “…is a process of accumulating and tracing cost and performance and to
a firm’s activities and providing feed back of actual result agains the planned
cost to initiated corrective action where required.”
“…
adalah proses pengumpulan dan penelusuran data biaya dan kinerja aktivitas
aktivitas
perusahaan dan pengujian informasi umpan balik antara biaya yang
sesungguhnya
dengan biaya yang direncanakan untuk membuat tindakan korelasi yang
diperlukan.”
Berdasarkan beberapa pengertian
tentang ABC System, dapat disimpulkan
bahwa
ABC System adalah sistem akuntansi biaya dengan cara mengumpulkan biaya dari
aktivitas yang terjadi lalu membebankan biaya aktivitas tersebut ke
produk/jasa. Informasi biaya tersebut akan digunakan oleh manajemen untuk
perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan.
C.
Adl (keadil)
Keadilan
(adl) merupakan nilai yang aling
asasi dalam ajaran islam. Menegakkan keadilan dan memberantas kedzaliman adalah tujuan utama dari risalah para
Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Hadid/57:25.
ôs)s9 $uZù=yör& $oYn=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ $uZø9tRr&ur ÞOßgyètB |=»tGÅ3ø9$# c#uÏJø9$#ur tPqà)uÏ9 â¨$¨Y9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ÇËÎÈ
Terjamahannya:
“Sesungguhnya kami Telah mengutus
rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan
bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan (Q.S. Al-Hadid/57:25)”.
Dari
ayat di atas kita ditergaskan untuk berperilaku adil dari segala hal baik
berupa materi maupun non materi, adil (adl)
merupakan prinsip utama untuk mencapai sebuah tata perusahaan yang baik, yang
bersinergi dengan hukum islam yang telah di tetapkan oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya. Keadilan seringkali diletakkan sederajat dengan kebijakan dan ketakwaan,
seluruh ulama terkemuka sepanjang sejarah Islam menempatkan keadilan sebagai
unsur paling utama utama muqashid syariah. Ibnu Taimiyah menyebut keadilan
sebagai nilai utaman dari tauhid, sementara Muhammad Abduh menganggap
kezdaliman (zulm) sebagai kejahatan
yang paling buruk (aqbah al-munkar)
dalam kerangka nilai-nilai Islam Sayyid Qutb menyebutkan keadilan sebagai unsur
pokok yang komprehensif dan terpenting dalam semua aspek kehidupan.
Terminologi keadilan dalam Al-Quran disubutkan dalam
berbagai istilah, antara lain adl, qisth, mizan, hiss, qasd atau
variasi ekspresi tidak langsung. Sementara untuk terminology untuk ketidakadilan
adalah zulm, itsm, dhalal dan sebagainya. Dengan berbagai muatan makna adil tersebut,
secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
terdapat kesamaan perlakuan di mata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara
layak, hak menikmati pembangunan dan tidak adanya pihak yang dirugikan serta
adanya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan (Danang, 2014).
1.
Bebas
Riba
Dapat
dipahami bahwa bebas riba adalah tidak satupun kelebihan yang terjadi dalam
tukar-menukar barang yang sejenis atau jual beli barter tanpa disertai dengan
imbalan, dan kelebihan tersebut disyaratkan dalam perjanjian. Dengan demikian,
apabila kelebihan tersebut tidak syaratkan dalam perjanjian maka tidak termasuk
riba. Riba hukumnya haram, berdasarkan Al-Quran, sunnah, dan ijma. Allah SWT
berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah/2:275 dan Q.S. Ar-Rum/30:39.
........3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# ....... ÇËÐÎÈ
Terjamahannya:
Padahal Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba (Q.S. Al-Baqarah/2:275).
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷zÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y crßÌè? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
Terjamahannya:
“Dan sesuatu
riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka
riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat
demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (Q.S. Ar-Rum/30:39).
Pada ayat pertama Allah dengan tegas melarang
perbuatah riba, dan sedangkan ayat kedua juga membangdingkan antara riba dengan
zakat. Riba meskipun kelihatannya bertambah, namun disisi Allah tidak
bertambah. Sedangkan zakat meskipun kelihatannya mengurangi harta, namun di
sisi Allah justru bertambah (Muslich, 2010). Ini berarti anjuran untuk
mengeluarkan zakat dan secara tidak langsung melarang riba.
2.
Gharar
(Penipuan)
Arti kata gharar adalah resiko, tipuan
dan menjatuhkan diri atau harta ke jurang kebinasaan. Secara istilahiyyah,
diungkapkan oleh (Taimiyah, 2002:275) yang mengatakan bahwa gharar adalah
sesuatu yang majhul (tidak diketahui) akibatnya. Sedangkan menurut
(Sabiq, 1994:144) gharar adalah penipuan yang mana dengannya
diperkirakan mengakibatkan tidak ada kerelaan jika diteliti.
Di
dalam Quran tidak ada nash secara khusus yang mengatakan hukum ghaarar.
Menurut (Nafik, 2009:17), Allah melarang mengambil dan memakan harta
sesamanya dengan cara yang bathil kecuali dengan tukar menukar yang
saling suka (ridha), seperti telah disebutkan dalam Q.S An-Nisa/4:29.
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Terjamahannya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu [287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Q.S An-Nisa/4:29)”.
Allah
juga melarang umat manusia membawa urusan harta ke pengadilan dengan tujuan
untuk dapat mengambil harta sesamanya dengan cara yang bathil walaupun mungkin
disahkan oleh pengadilan atau seorang hakim. Praktik bathil ini sering terjadi
hanya karena sebenarnya pihak yang memliki harta tersebut leah dalam hukum dan
lemah dalam mempertahankan hartanya. Kemungkinan kejadian ini akan banyak terjadi
diantara sesama manusia pada masa sekarang, maka Allah telah mengantisipasinya
dengan menginatkan dan melarang perbutan yang demikian (lidinillah, 2015).
D.
Konsep Rantai Nilai
Menurut Porter ( 1985 )
konsep rantai nilai menyediakan suatu kerangka yang sesuai untuk menjelaskan
bagaimana suatu kesatuan organisasi dapat mengelola pertimbangan yang
substansial dalam mengalokasikan sumber dayanya, menciptakan pembedaan dan
secara efektif mengatur biaya-biayanya. Porter selanjutnya mengajukan suatu
model rantai nilai sebagai alat untuk mengidentifikasi cara-cara menghasilkan
nilai tambah bagi konsumen, yang mana ada model ini ditampilkan keseluruhan
nilai yang terdiri dari aktifitas- aktifitas nilai dan keuntungan (margin),
aktifitas nilai dibagi menjadi lima aktifitas utama (primary activities)
dan empat aktifitas pendukung (support activities). Aktifitas utama digambarkan
secara berurutan yaitu membawa bahan baku ke dalam bisnis (inbound logistic),
diubah menjadi barang jadi (operation), mengirim barang yang sudah jadi
(outbound logistic), menjual barang tersebut (marketing and sales)
dan memberikan layanan purna jual (service).
1.
Tahapa
Analisis Value Chain
Penentuan di bagian mana
perusahaan berada dari seluruh value chain merupakan analisis stratejik,
berdasarkan pertimbangan terhadap keunggulan bersaing yang ada pada setiap
perusahaan untuk mencapai tata kelolah perusahaan yang baik (GCG), yaitu dimana
perusahaan dapat memberikan nilai terbaik untuk pelanggan utama dengan biaya
serendah mungkin.
a)
Mengidentifikasi aktivitas Value Chain
Perusahaan mengidentifikasi
aktivitas value chain yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam proses
desain, pemanufakturan, dan pelayanan kepada pelanggan. Beberapa perusahaan
mungkin terlibat dalam aktiviatas tunggal atau sebagian dari aktivitas total.
Contohnya, beberapa perusahaan mungkin hanya memproduksi, sementara perusahaan
lain mendistribusikan dan menjual produk.
Pengembangan value chain berbeda-beda tergantung pada jenis
industri. Contohnya dalam perusahaan industri, fokusnya terletak pada operasi
dan advertensi serta promosi dibandingkan pada bahan mentah dan proses
pembuatan. Aktivitas seharusnya ditentukan pada level operasi yang relatif
rinci, yaitu level untuk bisnis atau proses yang cukup besar untuk dikelola
sebagai aktivitas bisnis yang terpisah dampaknya out-put dari proses tersebut
mempunyai “market value” .
b)
Mengidentifikasi Cost driver pada setiap aktivitas nilai
Cost Driver merupakan faktor yang mengubah jumlah biaya total, oleh karena itu
tujuan pada tahap ini adalah mengidentifikasikan aktivitas dimana perusahaan
mempunyai keunggulan biaya baik saat ini maupun keunggulan biaya potensial.
Misalnya agen asuransi mungkin menemukan bahwa Cost Driver yang penting
adalah biaya pecatatan berdasarkan pelanggan.
c)
Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan mengurangi biaya atau
menambah nilai.
Pada tahap ini perusahaan
menentukan sifat keunggulan kompetitif potensial dan saat ini dengan
mempelajari aktivitas nilai dan cost driver yang diidentifikasikan
diatas. Dalam melakukan hal tersebut, perusahaan harus melakukan hal-hal
berikut :
(a) Mengidentifikasi keunggulan kompetitif (Cost Leadership atau
diferensiasi).
Analisis aktivitas nilai dapat membantu manajemen untuk memahami
secara lebih baik tentang keunggulan-keunggulan kompetitif stratejik yang
dimiliki oleh perusahaan dan dapat mengetahui posisi perusahaan secara lebih
tepat dalam value chain industri secara keseluruhan. Contohnya, dalam
industri komputer, perusahaan tertentu (missal Hewlet Packard) tertutama
memfokuskan pada desain yang inovatif, sementara perusahaan lainnya (misal,
Texas Instrument dan Compaq) memfokuskan pada pemanufakturan biaya rendah.
(b) Mengidentifikasi peluang akan nilai tambah.
Analisis aktivitas nilai dapat membantu mengidentifikasi aktivitas
dimana perusahaan dapat menambah nilai secara siginifikan untuk pelanggan, contohnya,
merupakan hal yang umum sekarang ini bagi pabrik-pabrik pemrosesan makanan dan
pabrik pengepakan untuk mengambil lokasi yang dekat dengan pelanggan
terbesarnya supaya dapat melakukan pengiriman dengan cepat dan murah. Serupa
dengan hal tersebut, perusahaan pengecer seperti Wal-Mart menggunakan teknologi
yang berbasis komputer untuk melakukan koordinasi dengan para supplier
suppelier.
(c) Mengidentifikasi peluang untuk mengurangi biaya.
Studi
terhadap aktivitas nilai dan cost driver dapat membantu manajemen
perusahaan menentukan pada bagian mana dari value chain yang tidak kompetitif
bagi perusahaan. Contohnya, Intel Corp pernah memproduksi computer chips dan
computer board, seperti Modem, tetapi untuk berbagai alasan perusahaan meninggalkan
porsi dalam industri dan sekarang lebih memfokuskan pada terutama pada
pembuatan prosesor. Serupa dengan hal tersebut, beberapa perusahaan mungkin
mengubah aktivitas nilainya dengan tujuan mengurangi biaya.
Analisis value chain dapat dipergunakan untuk menentukan pada
titik-titik mana dalam rantai nilai yang dapat mengurangi biaya atau memberikan
nilai tambah (value added). Sebaliknya dalam perolehan bahan baku atau
proses advertensi dan promosi, Langkah pertama; dalam value chain untuk
pemerintah atau organisasi yang tidak berorientasi pada laba adalah membuat
pernyataan tentang misi sosial organisasi tersebut, termasuk kebutuhan
masyarakat spesifik yang dapat dilayani. Tahap Kedua; adalah
mengembangkan sumber daya untuk organisasi, baik personel maupun fasilitasnya. Tahap
ketiga dan Tahap keempat; adalah melakukan operasi organisasi dan
memberikan jasa kepada masyarakat.
Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas
tersebut tidak independen tapi interdependen. Masing-masing pihak memerlukan
nilai dari pihak lain untuk memaksimalkan nilai produk yang dihasilkan.
Perusahaan harus mengidentifikasi posisi perusahaan pada rantai nilai tersebut,
apakah berada dibagian supplier, manufaktur, bagian pemasaran atau penaganan
purna jual. Hal ini penting untuk memahami karakteristik industri tersebut dan
saingan yang ada.
2.
Analisis
Biaya Berdasarkan Analisis Value Chain
Value chain merupakan sarana utama bagi
analisis biaya karena setiap aktivitas nilai mempunyai struktur biaya sendiri
dan perilaku biayanya dapat dipengaruhi oleh hubungan dan antar hubungan dengan
aktivitas lain didalam maupun diluar perusahaan. Cost advantage terjadi
jika biaya kumulatif yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan aktivitas
nilai lebih rendah dibandingkan dengan pesaingnya dan cost advantage ini
akan dapat bertahan jika sumber cost advantage perusahaan tersebut sukar
ditiru oleh pesaing.
Analisis
biaya ini penting untuk mengukur sejauh mana efisiensi perusahaan dalam
melakukan akivitas-aktivitas tersebut dengan menganalisis pada aktivitas nilai
mana yang merupakan non value added activities, sehingga perlu
dihilangkan karena hal tersebut hanya membebani biaya tapi tidak menambah nilai
pada perusahaan yang bersangkutan; dan pada aktivitas mana yang justru perlu
diperkuat sehingga suatu biaya akan dapat diketahui peranannya, khususnya dalam
rangka mencapai cost leadership. Dengan demikian dapat diperoleh suatu
gambaran distribusi biaya yang dapat mendukung keunggulan kompetitif dan
strategi perusahaan.
E.
Prinsip-Prinsip Good Corporate
Governance (GCG)
Sebagaimana dijelaskan
dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 bahwa prinsip-prinsip dalam
GCG bahwa harus menerapkan prinsip keterbukaan (transparency),
akuntabilitas (accountability), profesional (professional),
kewajaran (fairness), dan pertanggungjawaban (responsibility).
Selain itu Prinsip dasar pelaksanaan GCG ini juga dijelaskan dalam pedoman Good
Governance Bisnis Syariah (GGBS). Prinsip ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Keterbukaan
barang siapa yang melakukan ghisy
(menyembunyikan informasi yang diperlukan dalam transaksi) bukan termasuk umat
kami”, maka semua transaksi harus dilakukan secara transparan.
Tranparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure)
dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku
kepentingan. Transparansi diperlukan agar pelaku bisnis syariah menjalankan
bisnis secara objektif dan sehat.
Pelaku bisnis syariah harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan
yang sesuai dengan ketentuan syariah, prinsip keterbukaan yang dianut oleh
pelaku bisnis syariah tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan
kerahasiaan organisasi sesuai dengan peraturan perundangan, rahasia jabatan,
dan hak-hak pribadi.
2.
Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan asas penting
dalam bisnis syariah sebagaimana tercermin dalam Q.S Al-Isra/17: 36
wur ß#ø)s?
$tB
}§øs9 y7s9
¾ÏmÎ/
íOù=Ïæ 4 ¨bÎ)
yìôJ¡¡9$#
u|Çt7ø9$#ur y#xsàÿø9$#ur @ä.
y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã
Zwqä«ó¡tB
ÇÌÏÈ
Terjamahaanya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (Q.S Al-Isra/17:
36)”.
Akuntabilitas
(accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan
cara mempertanggungjawabkannya. Pelaku bisnis syariah harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis
syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
pelaku bisnis syariah dengan tetap memperhitungkan pemangku kepentingan dan
masyarakat pada umumnya.
3.
Responsibilitas
Dalam hubungan dengan asas
responsibilitas (responsibility), pelaku bisnis syariah harus mematuhi
peraturan perundangan dan ketentuan bisnis syariah, serta melaksanakan
tanggung-jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Tanggungjawab atas perbuatan
manusia dilakukan baik di dunia maupun di akhirat, yang semuanya direkam dalam
catatan yang akan dicermatinya nanti, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isra/17:
14
ù&tø%$# y7t6»tGÏ. 4s"x. y7Å¡øÿuZÎ/ tPöquø9$# y7øn=tã $Y7Å¡ym ÇÊÍÈ
Terjemahaannya:
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri
pada waktu Ini sebagai penghisab terhadapmu (Al-Isra /17: 14)".
Dengan
pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat terpelihara
kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai pelaku
bisnis yang baik (good corporate citizen). Oleh karena itu, maka:
a. Pelaku
bisnis syariah harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap ketentuan bisnis syariah dan perundangan, anggaran dasar
serta peraturan internal pelaku bisnis syariah (by-laws).
b. Pelaku
bisnis syariah harus melaksanakan isi perjanjian yang dibuat termasuk tetapi
tidak terbatas pada pemenuhan hak dan kewajiban yang yang disepakati oleh para
pihak.
c.
Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan
tanggung jawab sosial antara lain dengan peduli terhadap masyarakat dan
kelestarian lingkungan terutama di sekitar tempat berbisnis, dengan membuat
perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4.
Independensi
Dalam hubungan dengan asas independensi
(independency), bisnis syariah harus dikelola secara independen sehingga
masing-masing pihak tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak manapun. Independensi terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah
yaitu tetap berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus menghadapi
risiko, Allah SWT berfirman dalam Q.S. Fushshilat/41: 30.
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#qä9$s% $oY/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# wr& (#qèù$srB wur (#qçRtøtrB (#rãϱ÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. crßtãqè? ÇÌÉÈ
Terjemahaannya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu
takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang
Telah dijanjikan Allah kepadamu (Q.S. Fushshilat/41: 30)".
Independen merupakan karakter manusia yang bijak (ulul
al-bab) yang dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 16 kali, yang diantara
karakternya adalah “Mereka yang mampu menyerap informasi (mendengar perkataan)
dan mengambil keputusan (mengikuti) yang terbaik (sesuai dengan nuraninya tanpa
tekanan pihak manapun).”
a)
Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen
dan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh
oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of
interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b)
Masing-masing organ Perusahaan harus
melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan dan
ketentuan syariah, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab
antara satu dengan yang lain.
c)
Seluruh jajaran bisnis syariah harus
melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan uraian tugas dan tanggung
jawabnya.
5.
Kewajaran
dan kesetaraan
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung
unsur kesamaan perlakuan dan kesempatan. Fairness atau kewajaran
merupakan salah satu manifestasi adil dalam dunia bisnis. Setiap keputusan
bisnis, baik dalan skala individu maupun lembaga, hendaklan dilakukan sesuai
kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan tidak
diputuskan berdasar suka atau tidak suka. Pada dasarnya, semua keputusan bisnis
akan mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap
entitas bisnis, baik di dunia maupun di akhirat, Allah SWT berfirman dalam Q.S.
Al-Maidah/5:8.
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. úüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( wur öNà6¨ZtBÌôft ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã wr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 cÎ) ©!$# 7Î6yz $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
Terjemahaanya:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan (Q.S.
Al-Maidah/5:8)”.
Pada dasarnya, semua keputusan bisnis
akan mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap
entitas bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam usul fikih terdapat
sebuah kaidah yang diturunkan dari sabda Rasulullah SAW, al-kharaj
bidh-dhaman yang artinya bahwa usaha adalah sebanding dengan hasil yang
akan diperoleh, atau dapat pula dimengerti sebagai risiko yang berbanding lurus
dengan pulangan (return).
Dalam melaksanakan kegiatannya. Pelaku
bisnis syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan semua pemangku
kepentingan, berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Oleh karena itu, maka:
a)
Pelaku bisnis syariah harus memberikan
kesempatan pada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan
pendapat bagi kepentingan organisasi serta membuka akses terhadap informasi
sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
b)
Pelaku bisnis syariah harus memberikan perlakuan
yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan
kontribusi yang diberikan.
c)
Pelaku bisnis syariah harus memberikan
kesempatan yang sama dalam penerimaan pegawai, berkarir, dan melaksanakan
tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin (gender) dan kondisi fisik.
d) Pelaku
bisnis syariah harus bersikap tawazun yaitu adil dalam pelayanan kepada
para nasabah atau pelanggan dengan tidak mengurangi hak mereka, serta memenuhi
semua kesepakatan dengan para pihak terkait dengan harga, kualitas, spesifikasi
atau ketentuan lain yang terkait dengan produk yang dihasilkannya.
Dengan
adanya penerapan prinsip ini secara baik maka hal ini akan menjadi nilai tambah
bagi perusahaan syariah dalam mengembangkan usahanya di masa mendatang.
F.
Kerangka Pikir
Dalam theory of
constraint merupakan salah satu cara untuk memenej batasan-batasan dalam
lingkunga, gagasan utama perusahaan dalam meningkatkan throughput dapat diartikan Theory of Constraint (TOC) mengakui
bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya, yang kemudian
mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan
terus-menerus suatu perusahaan (continious
improvement).
TOC memiliki argumen
bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing perusahaan, karena
dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk yang lebih baik, harga yang
lebih rendah, dan tanggapan yang lebih cepat terhadap kebutuhan pelanggan Penerapan
TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga penjualan produk
atau jasa yang berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat waktu sehingga
perusahaan mampu beroperasi secara efisien dan efektif.
Pendekatan TOC
beranggapan bahwa biaya operasional sulit untuk diubah dalam jangka pendek,
sehingga TOC tidak mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual dan
penggerak biaya. Oleh karena itu, TOC kurang berguna untuk mengelola biaya
dalam jangka panjang. Di lain sisi, activity-based costing (ABC) mempunyai
perspektif jangka panjang yang memfokuskan pada peningkatan proses dengan
mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah dan mengurangi
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh aktivitas yang bernilai tambah. Oleh karena
itu, ABC lebih berguna untuk perencanaan profit, pengendalian biaya dan
penetapan harga jangka panjang.
ABC dan TOC sama-sama digunakan untuk menetapkan
profitabilitas produk. Namun keduanya juga memiliki perbedaan yaitu ABC
mengembangkan suatu analisis jangka panjang yang meliputi semua biaya produk.
Sedangkan TOC mengambil pendekatan jangka pendek untuk analisis profitabilitas
karena teori ini hanya berdasarkan pada biaya-biaya yag berkaitan pada bahan.
ABC menyediakan suatu analisis komprehensif dari penggerak biaya (cost driver) dan biaya unit yang akurat,
sebagai suatu dasar untuk pengambilan keputusan strategis mengenai harga dan
bauran produk dalam jangka panjang. Sebaliknya TOC menyediakan suatu metode
yang berguna untuk meningkatkan profitabilitas jangka pendek melalui
penyesuaian bauran produk untuk jangka pendek dan melalui perhatian pada
hambatan-hambatan produksi. Keunggulan ABC adalah memusatkan perhatian pada
kegiatan (aktivitas), yaitu apa yang dilakukan oleh tenaga kerja dan peralatan
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. ABC umumnya digunakan oleh perusahaan
dengan menggunakan metode manajemen biaya seperti biaya target (target costing)
dan TOC.
Dari
penjelasan diatas, Secara sederhana kerangka pikir dapat dijelaskan melalui
gambar berikut:
Kerangka Pikir
Gambar 1.1 Skema
kerangka pikir
TINJAUAN TEORETIS
A.
Theory of Constraint
Theory of Constraint
(teori
kendala) merupakan filosofi manajemen sistem yang dikembangkan oleh Eliyahu
M Goldratt sejak awal 1980-an. TOC menyatakan bahwa kinerja perusahaan (sistem) dibatasi constraint.
Teori ini mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh
kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk
mendukung tujuan, yaitu kemajuan yang terus-menerus suatu perusahaan (continuous
improvement). Menurut (Blocher et al
2000, 17) The theory of constraint (TOC) atau teori kendala merupakan teknik
strategik untuk membantu perusahaan secara efektif meningkatkan faktor
keberhasilan kritis yang sangat penting
waktu siklus, yaitu lamanya bahan diubah menjadi produk selesai atau produk
jadi.
Teori kendala
mengarahkan perhatian manajer kepada kecepatan bahan baku dan komponen yang
dibeli, diproses menjadi produk akhir dan diserahkan pada pelanggan. TOC
menekankan perbaikan throughput dengan cara mengubah atau menurunkan
pemborosan dalam proses produksi yang mengurangi tingkat output yang dihasilkan
(Blocher et al, 2000, 175). Theory of constraint (TOC)
merupakan filosofi manajemen yang memfokuskan untuk mengidentifikasi
kendala-kendala yang mempengaruhi proses produksi suatu perusahaan, kemudian mengoptimalkan
penggunaan sumber daya yang memiliki kendala tersebut untuk memaksimumkan throughput dan meningkatkan keuntungan.
Dengan demikian theory of constraint menekankan kepada
pengelolaan kendalan (penghambat),
yaitu dengan menentukan kendala, meningkatkan performasi dan kapasitas kendala
dan menjadikan kendala sebagai acuan laju produksi untuk keseluruhan produksi,
dengan melakukan identifikasi kendala-kendala tersebut dalam suatu aktifitas
produksi, maka perusahaan melakukan salah satu langkah stratejik manajemen
biaya melalui suatu pendekatan teori kendala atau theory of constraint.
1.
Langkah-langkah
dalam Analisis Theory Of Constraint (TOC)
Menurut
(Gusnardi, 2010) Theory Of Constraint memfokuskan kepada perbaikan yang
terus-menerus dengan mengelolah kendala dalam
suatu sistem. Theory Of Constraint memiliki 5 (lima) langkah yaitu:
a)
Mengidentifikasi
Kendala Suatu Sistem
Suatu kendala akan ditemukan di setiap
sistem dan dikatakan sebagai sesuatu yang dapat membatasi kinerja suatu
hubungan sistem untuk mencapai tujuan. Theory of Constraint dikembangkan
berdasarkan tujuan utama dari kebanyakan perusahaan yaitu memeperoleh laba dan
jika perusahaan tidak dapat menghasilkan laba maka terdapat kendala yang
membatasi kinerja.
b)
Menentukan
Pemanfaatan yang Paling Efesien Setiap Kendala yang Meningkat
Meskipun kebanyakan sistem mempunyai
beberapa kendala utama yang benar-benar dapat membatasi kinerja sistem dan
pihak manajemen selalu menangani kendala yang saling berhubungan (kendala yang
mempengaruhi sistem secara tidak langsung melaui interaksinya dengan kendala
utama). Kendala yang ada didalam suatu sistem saling mempengaruhi pada jangka
pendek jika tidak dikelola dengan benar, sehingga akan berkembang menjadi lebih
besar, ada 2 (dua) alasan utama yaitu: pertama
kurang baiknya penjadwalan pada sumber daya yang tidak memiliki kendala, kedua kebijakan yang membatasi kapasitas
sumber daya.
Keberadaan
kendala mungkin dapat digunakan lebih efektif dengan memanfaatkan pada jangka
pendek efek dari perbedaan konsumen dan komposisi produk. Pilihan tersebut
dapat digunakan dalam jangka pendek yang mewakili perbedaan cara dalam
menggunakan seluruh kapasitas dari sumber kendala tanpa membuat perubahaan
dalam kapasitas itu sendiri.
c)
Mengelola
Aliran Sepanjang Kendala Meningkat
Pada langkah ke tiga dari implementasi Theory
of contrain menyediakan penyelesaian untuk mengembangkan jadwal dari sumber
daya non kendala dengan mengkordinasikannya pada proses permintaan dan
kemampuan dari sumber daya kendala. Jika dalam suatu proses produksi terdapat
penjadwalan yang tidak benar, sumber daya yang tidak memiliki kendala membatasi
sistem produksi dan menjadi kendala yang saling mempengaruhi.
Dimana
fase tiga ini bertujuan untuk mengelola aliran produksi yang masuk dan keluar
dalam suatu kendala yang mengikat untuk melancarkan aliran produk dalam suatu
industri. Salah satu instrumen yang penting untuk mengelola aliran produk yaitu
dengan Drum-Buffer-Rape (DBR) yaitu suatu sistem untuk meyeimbangkan
aliran produk melalui kendala yang mengikat sehingga mengurangi jumlah
persediaan pada kendala meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
d)
Menambah
Kapasitas pada Kendala yang Meningkat
Pada fase ini merupakan upaya manajemen
untuk meningkatkan throughput jangka panjang dan mengurangi terjadinya
pemborosan yaitu menambah atau memperbaiki mesin dan menambah tenaga kerja
langsung. Pada fase ini menunjukan usaha manajemen untuk mengubah dari suatu
kendala menjadi tidak ada kendala.
e)
Merangcang
Ulang Proses Memanufakturan ke Arah Fleksibel dan Througput yang Cepat
Respon stratejik yang paling lengkap
untuk situasi pemborosan adalah merancang ulang proses produksi, diantaranya
meliputi pengenalan teknologi pemanufakturan baru, menghilangkan hal-hal yang
menyulitkan produksi, dan mendesain ulang beberapa produk sehingga lebih mudah
diproduksi.
Umble dan
srikant (1996,81) menambahkan pengelompokan kendala yang seringkali nampak,
yaitu:
1.
Kendala pasar (market constraint), kendala berhubungan dengan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi permintaan pasar.
2.
Kendala material (material constraint),
kendala ini dapat berupa kemampuan faktor input produksi seperti bahan baku,
tenaga kerja, dan jam mesin.
3.
Kendala kapasitas (capacity
constraint), yang diidentifikasikan sebagai kapasitas yang tersedia untuk
mengolah sumber daya yang ada dalam memprtahankan proses produksi.
Dari ketiga penjelasan
kendala yang dikemukakan oleh Umble dan Srikant di atas, yang paling tampak dan
seringkali muncul dalam proses produksi, yaitu material dan capacity
constraint.
Sedangkan Menurut
Hansen dan Mowen (2001: 601), jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1.
Berdasarkan asalnya terdiri dari kendala
internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin,
dan kendala eksternal (eksternal constraint) adalah faktor-faktor yang
membatasi perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya pemintaan
pasar atau kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok.
2.
Berdasarkan sifatnya terdiri dari
kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada
sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya, dan kendala tidak mengikat atau
kendor (loose constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya
yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.
B.
Activity Based Costing
Menurut (Mulyadi, 2007: 40) Activity Based Costing adalah sistem
informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel
dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas. Sedangkan (Supriyono, 2002:
230): Activity based costing
merupakan sistem yang terdiri dari 2 tahap yaitu pertama melacak biaya pada
berbagai aktivitas, dan kemudian kedua adalah melacak biaya ke berbagai produk.
Menurut Brimson (1991:47) : “…is a process of accumulating and tracing cost and performance and to
a firm’s activities and providing feed back of actual result agains the planned
cost to initiated corrective action where required.”
“…
adalah proses pengumpulan dan penelusuran data biaya dan kinerja aktivitas
aktivitas
perusahaan dan pengujian informasi umpan balik antara biaya yang
sesungguhnya
dengan biaya yang direncanakan untuk membuat tindakan korelasi yang
diperlukan.”
Berdasarkan beberapa pengertian
tentang ABC System, dapat disimpulkan
bahwa
ABC System adalah sistem akuntansi biaya dengan cara mengumpulkan biaya dari
aktivitas yang terjadi lalu membebankan biaya aktivitas tersebut ke
produk/jasa. Informasi biaya tersebut akan digunakan oleh manajemen untuk
perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan.
C.
Adl (keadil)
Keadilan
(adl) merupakan nilai yang aling
asasi dalam ajaran islam. Menegakkan keadilan dan memberantas kedzaliman adalah tujuan utama dari risalah para
Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Hadid/57:25.
ôs)s9 $uZù=yör& $oYn=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ $uZø9tRr&ur ÞOßgyètB |=»tGÅ3ø9$# c#uÏJø9$#ur tPqà)uÏ9 â¨$¨Y9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ÇËÎÈ
Terjamahannya:
“Sesungguhnya kami Telah mengutus
rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan
bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan (Q.S. Al-Hadid/57:25)”.
Dari
ayat di atas kita ditergaskan untuk berperilaku adil dari segala hal baik
berupa materi maupun non materi, adil (adl)
merupakan prinsip utama untuk mencapai sebuah tata perusahaan yang baik, yang
bersinergi dengan hukum islam yang telah di tetapkan oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya. Keadilan seringkali diletakkan sederajat dengan kebijakan dan ketakwaan,
seluruh ulama terkemuka sepanjang sejarah Islam menempatkan keadilan sebagai
unsur paling utama utama muqashid syariah. Ibnu Taimiyah menyebut keadilan
sebagai nilai utaman dari tauhid, sementara Muhammad Abduh menganggap
kezdaliman (zulm) sebagai kejahatan
yang paling buruk (aqbah al-munkar)
dalam kerangka nilai-nilai Islam Sayyid Qutb menyebutkan keadilan sebagai unsur
pokok yang komprehensif dan terpenting dalam semua aspek kehidupan.
Terminologi keadilan dalam Al-Quran disubutkan dalam
berbagai istilah, antara lain adl, qisth, mizan, hiss, qasd atau
variasi ekspresi tidak langsung. Sementara untuk terminology untuk ketidakadilan
adalah zulm, itsm, dhalal dan sebagainya. Dengan berbagai muatan makna adil tersebut,
secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
terdapat kesamaan perlakuan di mata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara
layak, hak menikmati pembangunan dan tidak adanya pihak yang dirugikan serta
adanya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan (Danang, 2014).
1.
Bebas
Riba
Dapat
dipahami bahwa bebas riba adalah tidak satupun kelebihan yang terjadi dalam
tukar-menukar barang yang sejenis atau jual beli barter tanpa disertai dengan
imbalan, dan kelebihan tersebut disyaratkan dalam perjanjian. Dengan demikian,
apabila kelebihan tersebut tidak syaratkan dalam perjanjian maka tidak termasuk
riba. Riba hukumnya haram, berdasarkan Al-Quran, sunnah, dan ijma. Allah SWT
berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah/2:275 dan Q.S. Ar-Rum/30:39.
........3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# ....... ÇËÐÎÈ
Terjamahannya:
Padahal Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba (Q.S. Al-Baqarah/2:275).
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷zÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y crßÌè? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
Terjamahannya:
“Dan sesuatu
riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka
riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat
demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (Q.S. Ar-Rum/30:39).
Pada ayat pertama Allah dengan tegas melarang
perbuatah riba, dan sedangkan ayat kedua juga membangdingkan antara riba dengan
zakat. Riba meskipun kelihatannya bertambah, namun disisi Allah tidak
bertambah. Sedangkan zakat meskipun kelihatannya mengurangi harta, namun di
sisi Allah justru bertambah (Muslich, 2010). Ini berarti anjuran untuk
mengeluarkan zakat dan secara tidak langsung melarang riba.
2.
Gharar
(Penipuan)
Arti kata gharar adalah resiko, tipuan
dan menjatuhkan diri atau harta ke jurang kebinasaan. Secara istilahiyyah,
diungkapkan oleh (Taimiyah, 2002:275) yang mengatakan bahwa gharar adalah
sesuatu yang majhul (tidak diketahui) akibatnya. Sedangkan menurut
(Sabiq, 1994:144) gharar adalah penipuan yang mana dengannya
diperkirakan mengakibatkan tidak ada kerelaan jika diteliti.
Di
dalam Quran tidak ada nash secara khusus yang mengatakan hukum ghaarar.
Menurut (Nafik, 2009:17), Allah melarang mengambil dan memakan harta
sesamanya dengan cara yang bathil kecuali dengan tukar menukar yang
saling suka (ridha), seperti telah disebutkan dalam Q.S An-Nisa/4:29.
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Terjamahannya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu [287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Q.S An-Nisa/4:29)”.
Allah
juga melarang umat manusia membawa urusan harta ke pengadilan dengan tujuan
untuk dapat mengambil harta sesamanya dengan cara yang bathil walaupun mungkin
disahkan oleh pengadilan atau seorang hakim. Praktik bathil ini sering terjadi
hanya karena sebenarnya pihak yang memliki harta tersebut leah dalam hukum dan
lemah dalam mempertahankan hartanya. Kemungkinan kejadian ini akan banyak terjadi
diantara sesama manusia pada masa sekarang, maka Allah telah mengantisipasinya
dengan menginatkan dan melarang perbutan yang demikian (lidinillah, 2015).
D.
Konsep Rantai Nilai
Menurut Porter ( 1985 )
konsep rantai nilai menyediakan suatu kerangka yang sesuai untuk menjelaskan
bagaimana suatu kesatuan organisasi dapat mengelola pertimbangan yang
substansial dalam mengalokasikan sumber dayanya, menciptakan pembedaan dan
secara efektif mengatur biaya-biayanya. Porter selanjutnya mengajukan suatu
model rantai nilai sebagai alat untuk mengidentifikasi cara-cara menghasilkan
nilai tambah bagi konsumen, yang mana ada model ini ditampilkan keseluruhan
nilai yang terdiri dari aktifitas- aktifitas nilai dan keuntungan (margin),
aktifitas nilai dibagi menjadi lima aktifitas utama (primary activities)
dan empat aktifitas pendukung (support activities). Aktifitas utama digambarkan
secara berurutan yaitu membawa bahan baku ke dalam bisnis (inbound logistic),
diubah menjadi barang jadi (operation), mengirim barang yang sudah jadi
(outbound logistic), menjual barang tersebut (marketing and sales)
dan memberikan layanan purna jual (service).
1.
Tahapa
Analisis Value Chain
Penentuan di bagian mana
perusahaan berada dari seluruh value chain merupakan analisis stratejik,
berdasarkan pertimbangan terhadap keunggulan bersaing yang ada pada setiap
perusahaan untuk mencapai tata kelolah perusahaan yang baik (GCG), yaitu dimana
perusahaan dapat memberikan nilai terbaik untuk pelanggan utama dengan biaya
serendah mungkin.
a)
Mengidentifikasi aktivitas Value Chain
Perusahaan mengidentifikasi
aktivitas value chain yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam proses
desain, pemanufakturan, dan pelayanan kepada pelanggan. Beberapa perusahaan
mungkin terlibat dalam aktiviatas tunggal atau sebagian dari aktivitas total.
Contohnya, beberapa perusahaan mungkin hanya memproduksi, sementara perusahaan
lain mendistribusikan dan menjual produk.
Pengembangan value chain berbeda-beda tergantung pada jenis
industri. Contohnya dalam perusahaan industri, fokusnya terletak pada operasi
dan advertensi serta promosi dibandingkan pada bahan mentah dan proses
pembuatan. Aktivitas seharusnya ditentukan pada level operasi yang relatif
rinci, yaitu level untuk bisnis atau proses yang cukup besar untuk dikelola
sebagai aktivitas bisnis yang terpisah dampaknya out-put dari proses tersebut
mempunyai “market value” .
b)
Mengidentifikasi Cost driver pada setiap aktivitas nilai
Cost Driver merupakan faktor yang mengubah jumlah biaya total, oleh karena itu
tujuan pada tahap ini adalah mengidentifikasikan aktivitas dimana perusahaan
mempunyai keunggulan biaya baik saat ini maupun keunggulan biaya potensial.
Misalnya agen asuransi mungkin menemukan bahwa Cost Driver yang penting
adalah biaya pecatatan berdasarkan pelanggan.
c)
Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan mengurangi biaya atau
menambah nilai.
Pada tahap ini perusahaan
menentukan sifat keunggulan kompetitif potensial dan saat ini dengan
mempelajari aktivitas nilai dan cost driver yang diidentifikasikan
diatas. Dalam melakukan hal tersebut, perusahaan harus melakukan hal-hal
berikut :
(a) Mengidentifikasi keunggulan kompetitif (Cost Leadership atau
diferensiasi).
Analisis aktivitas nilai dapat membantu manajemen untuk memahami
secara lebih baik tentang keunggulan-keunggulan kompetitif stratejik yang
dimiliki oleh perusahaan dan dapat mengetahui posisi perusahaan secara lebih
tepat dalam value chain industri secara keseluruhan. Contohnya, dalam
industri komputer, perusahaan tertentu (missal Hewlet Packard) tertutama
memfokuskan pada desain yang inovatif, sementara perusahaan lainnya (misal,
Texas Instrument dan Compaq) memfokuskan pada pemanufakturan biaya rendah.
(b) Mengidentifikasi peluang akan nilai tambah.
Analisis aktivitas nilai dapat membantu mengidentifikasi aktivitas
dimana perusahaan dapat menambah nilai secara siginifikan untuk pelanggan, contohnya,
merupakan hal yang umum sekarang ini bagi pabrik-pabrik pemrosesan makanan dan
pabrik pengepakan untuk mengambil lokasi yang dekat dengan pelanggan
terbesarnya supaya dapat melakukan pengiriman dengan cepat dan murah. Serupa
dengan hal tersebut, perusahaan pengecer seperti Wal-Mart menggunakan teknologi
yang berbasis komputer untuk melakukan koordinasi dengan para supplier
suppelier.
(c) Mengidentifikasi peluang untuk mengurangi biaya.
Studi
terhadap aktivitas nilai dan cost driver dapat membantu manajemen
perusahaan menentukan pada bagian mana dari value chain yang tidak kompetitif
bagi perusahaan. Contohnya, Intel Corp pernah memproduksi computer chips dan
computer board, seperti Modem, tetapi untuk berbagai alasan perusahaan meninggalkan
porsi dalam industri dan sekarang lebih memfokuskan pada terutama pada
pembuatan prosesor. Serupa dengan hal tersebut, beberapa perusahaan mungkin
mengubah aktivitas nilainya dengan tujuan mengurangi biaya.
Analisis value chain dapat dipergunakan untuk menentukan pada
titik-titik mana dalam rantai nilai yang dapat mengurangi biaya atau memberikan
nilai tambah (value added). Sebaliknya dalam perolehan bahan baku atau
proses advertensi dan promosi, Langkah pertama; dalam value chain untuk
pemerintah atau organisasi yang tidak berorientasi pada laba adalah membuat
pernyataan tentang misi sosial organisasi tersebut, termasuk kebutuhan
masyarakat spesifik yang dapat dilayani. Tahap Kedua; adalah
mengembangkan sumber daya untuk organisasi, baik personel maupun fasilitasnya. Tahap
ketiga dan Tahap keempat; adalah melakukan operasi organisasi dan
memberikan jasa kepada masyarakat.
Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas
tersebut tidak independen tapi interdependen. Masing-masing pihak memerlukan
nilai dari pihak lain untuk memaksimalkan nilai produk yang dihasilkan.
Perusahaan harus mengidentifikasi posisi perusahaan pada rantai nilai tersebut,
apakah berada dibagian supplier, manufaktur, bagian pemasaran atau penaganan
purna jual. Hal ini penting untuk memahami karakteristik industri tersebut dan
saingan yang ada.
2.
Analisis
Biaya Berdasarkan Analisis Value Chain
Value chain merupakan sarana utama bagi
analisis biaya karena setiap aktivitas nilai mempunyai struktur biaya sendiri
dan perilaku biayanya dapat dipengaruhi oleh hubungan dan antar hubungan dengan
aktivitas lain didalam maupun diluar perusahaan. Cost advantage terjadi
jika biaya kumulatif yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan aktivitas
nilai lebih rendah dibandingkan dengan pesaingnya dan cost advantage ini
akan dapat bertahan jika sumber cost advantage perusahaan tersebut sukar
ditiru oleh pesaing.
Analisis
biaya ini penting untuk mengukur sejauh mana efisiensi perusahaan dalam
melakukan akivitas-aktivitas tersebut dengan menganalisis pada aktivitas nilai
mana yang merupakan non value added activities, sehingga perlu
dihilangkan karena hal tersebut hanya membebani biaya tapi tidak menambah nilai
pada perusahaan yang bersangkutan; dan pada aktivitas mana yang justru perlu
diperkuat sehingga suatu biaya akan dapat diketahui peranannya, khususnya dalam
rangka mencapai cost leadership. Dengan demikian dapat diperoleh suatu
gambaran distribusi biaya yang dapat mendukung keunggulan kompetitif dan
strategi perusahaan.
E.
Prinsip-Prinsip Good Corporate
Governance (GCG)
Sebagaimana dijelaskan
dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 bahwa prinsip-prinsip dalam
GCG bahwa harus menerapkan prinsip keterbukaan (transparency),
akuntabilitas (accountability), profesional (professional),
kewajaran (fairness), dan pertanggungjawaban (responsibility).
Selain itu Prinsip dasar pelaksanaan GCG ini juga dijelaskan dalam pedoman Good
Governance Bisnis Syariah (GGBS). Prinsip ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Keterbukaan
barang siapa yang melakukan ghisy
(menyembunyikan informasi yang diperlukan dalam transaksi) bukan termasuk umat
kami”, maka semua transaksi harus dilakukan secara transparan.
Tranparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure)
dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku
kepentingan. Transparansi diperlukan agar pelaku bisnis syariah menjalankan
bisnis secara objektif dan sehat.
Pelaku bisnis syariah harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan
yang sesuai dengan ketentuan syariah, prinsip keterbukaan yang dianut oleh
pelaku bisnis syariah tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan
kerahasiaan organisasi sesuai dengan peraturan perundangan, rahasia jabatan,
dan hak-hak pribadi.
2.
Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan asas penting
dalam bisnis syariah sebagaimana tercermin dalam Q.S Al-Isra/17: 36
wur ß#ø)s?
$tB
}§øs9 y7s9
¾ÏmÎ/
íOù=Ïæ 4 ¨bÎ)
yìôJ¡¡9$#
u|Çt7ø9$#ur y#xsàÿø9$#ur @ä.
y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã
Zwqä«ó¡tB
ÇÌÏÈ
Terjamahaanya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (Q.S Al-Isra/17:
36)”.
Akuntabilitas
(accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan
cara mempertanggungjawabkannya. Pelaku bisnis syariah harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis
syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
pelaku bisnis syariah dengan tetap memperhitungkan pemangku kepentingan dan
masyarakat pada umumnya.
3.
Responsibilitas
Dalam hubungan dengan asas
responsibilitas (responsibility), pelaku bisnis syariah harus mematuhi
peraturan perundangan dan ketentuan bisnis syariah, serta melaksanakan
tanggung-jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Tanggungjawab atas perbuatan
manusia dilakukan baik di dunia maupun di akhirat, yang semuanya direkam dalam
catatan yang akan dicermatinya nanti, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isra/17:
14
ù&tø%$# y7t6»tGÏ. 4s"x. y7Å¡øÿuZÎ/ tPöquø9$# y7øn=tã $Y7Å¡ym ÇÊÍÈ
Terjemahaannya:
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri
pada waktu Ini sebagai penghisab terhadapmu (Al-Isra /17: 14)".
Dengan
pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat terpelihara
kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai pelaku
bisnis yang baik (good corporate citizen). Oleh karena itu, maka:
a. Pelaku
bisnis syariah harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap ketentuan bisnis syariah dan perundangan, anggaran dasar
serta peraturan internal pelaku bisnis syariah (by-laws).
b. Pelaku
bisnis syariah harus melaksanakan isi perjanjian yang dibuat termasuk tetapi
tidak terbatas pada pemenuhan hak dan kewajiban yang yang disepakati oleh para
pihak.
c.
Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan
tanggung jawab sosial antara lain dengan peduli terhadap masyarakat dan
kelestarian lingkungan terutama di sekitar tempat berbisnis, dengan membuat
perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4.
Independensi
Dalam hubungan dengan asas independensi
(independency), bisnis syariah harus dikelola secara independen sehingga
masing-masing pihak tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak manapun. Independensi terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah
yaitu tetap berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus menghadapi
risiko, Allah SWT berfirman dalam Q.S. Fushshilat/41: 30.
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#qä9$s% $oY/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# wr& (#qèù$srB wur (#qçRtøtrB (#rãϱ÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. crßtãqè? ÇÌÉÈ
Terjemahaannya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu
takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang
Telah dijanjikan Allah kepadamu (Q.S. Fushshilat/41: 30)".
Independen merupakan karakter manusia yang bijak (ulul
al-bab) yang dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 16 kali, yang diantara
karakternya adalah “Mereka yang mampu menyerap informasi (mendengar perkataan)
dan mengambil keputusan (mengikuti) yang terbaik (sesuai dengan nuraninya tanpa
tekanan pihak manapun).”
a)
Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen
dan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh
oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of
interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b)
Masing-masing organ Perusahaan harus
melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan dan
ketentuan syariah, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab
antara satu dengan yang lain.
c)
Seluruh jajaran bisnis syariah harus
melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan uraian tugas dan tanggung
jawabnya.
5.
Kewajaran
dan kesetaraan
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung
unsur kesamaan perlakuan dan kesempatan. Fairness atau kewajaran
merupakan salah satu manifestasi adil dalam dunia bisnis. Setiap keputusan
bisnis, baik dalan skala individu maupun lembaga, hendaklan dilakukan sesuai
kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan tidak
diputuskan berdasar suka atau tidak suka. Pada dasarnya, semua keputusan bisnis
akan mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap
entitas bisnis, baik di dunia maupun di akhirat, Allah SWT berfirman dalam Q.S.
Al-Maidah/5:8.
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. úüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( wur öNà6¨ZtBÌôft ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã wr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 cÎ) ©!$# 7Î6yz $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
Terjemahaanya:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan (Q.S.
Al-Maidah/5:8)”.
Pada dasarnya, semua keputusan bisnis
akan mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap
entitas bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam usul fikih terdapat
sebuah kaidah yang diturunkan dari sabda Rasulullah SAW, al-kharaj
bidh-dhaman yang artinya bahwa usaha adalah sebanding dengan hasil yang
akan diperoleh, atau dapat pula dimengerti sebagai risiko yang berbanding lurus
dengan pulangan (return).
Dalam melaksanakan kegiatannya. Pelaku
bisnis syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan semua pemangku
kepentingan, berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Oleh karena itu, maka:
a)
Pelaku bisnis syariah harus memberikan
kesempatan pada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan
pendapat bagi kepentingan organisasi serta membuka akses terhadap informasi
sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
b)
Pelaku bisnis syariah harus memberikan perlakuan
yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan
kontribusi yang diberikan.
c)
Pelaku bisnis syariah harus memberikan
kesempatan yang sama dalam penerimaan pegawai, berkarir, dan melaksanakan
tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin (gender) dan kondisi fisik.
d) Pelaku
bisnis syariah harus bersikap tawazun yaitu adil dalam pelayanan kepada
para nasabah atau pelanggan dengan tidak mengurangi hak mereka, serta memenuhi
semua kesepakatan dengan para pihak terkait dengan harga, kualitas, spesifikasi
atau ketentuan lain yang terkait dengan produk yang dihasilkannya.
Dengan
adanya penerapan prinsip ini secara baik maka hal ini akan menjadi nilai tambah
bagi perusahaan syariah dalam mengembangkan usahanya di masa mendatang.
F.
Kerangka Pikir
Dalam theory of
constraint merupakan salah satu cara untuk memenej batasan-batasan dalam
lingkunga, gagasan utama perusahaan dalam meningkatkan throughput dapat diartikan Theory of Constraint (TOC) mengakui
bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya, yang kemudian
mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan
terus-menerus suatu perusahaan (continious
improvement).
TOC memiliki argumen
bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing perusahaan, karena
dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk yang lebih baik, harga yang
lebih rendah, dan tanggapan yang lebih cepat terhadap kebutuhan pelanggan Penerapan
TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga penjualan produk
atau jasa yang berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat waktu sehingga
perusahaan mampu beroperasi secara efisien dan efektif.
Pendekatan TOC
beranggapan bahwa biaya operasional sulit untuk diubah dalam jangka pendek,
sehingga TOC tidak mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual dan
penggerak biaya. Oleh karena itu, TOC kurang berguna untuk mengelola biaya
dalam jangka panjang. Di lain sisi, activity-based costing (ABC) mempunyai
perspektif jangka panjang yang memfokuskan pada peningkatan proses dengan
mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah dan mengurangi
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh aktivitas yang bernilai tambah. Oleh karena
itu, ABC lebih berguna untuk perencanaan profit, pengendalian biaya dan
penetapan harga jangka panjang.
ABC dan TOC sama-sama digunakan untuk menetapkan
profitabilitas produk. Namun keduanya juga memiliki perbedaan yaitu ABC
mengembangkan suatu analisis jangka panjang yang meliputi semua biaya produk.
Sedangkan TOC mengambil pendekatan jangka pendek untuk analisis profitabilitas
karena teori ini hanya berdasarkan pada biaya-biaya yag berkaitan pada bahan.
ABC menyediakan suatu analisis komprehensif dari penggerak biaya (cost driver) dan biaya unit yang akurat,
sebagai suatu dasar untuk pengambilan keputusan strategis mengenai harga dan
bauran produk dalam jangka panjang. Sebaliknya TOC menyediakan suatu metode
yang berguna untuk meningkatkan profitabilitas jangka pendek melalui
penyesuaian bauran produk untuk jangka pendek dan melalui perhatian pada
hambatan-hambatan produksi. Keunggulan ABC adalah memusatkan perhatian pada
kegiatan (aktivitas), yaitu apa yang dilakukan oleh tenaga kerja dan peralatan
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. ABC umumnya digunakan oleh perusahaan
dengan menggunakan metode manajemen biaya seperti biaya target (target costing)
dan TOC.
Dari
penjelasan diatas, Secara sederhana kerangka pikir dapat dijelaskan melalui
gambar berikut:
Kerangka Pikir
Gambar 1.1 Skema
kerangka pikir
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis
dan
Lokasi Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif (paradigma non-positivisme)
menekankan pada pemahaman terhadap realitas sosial. Menurut Rahmat (2009),
penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Dengan kata lain, Penelitian
kualitatif lebih memungkinkan untuk mengupas problematika secara lebih jelas
karena penelitian dilakukan secara lebih mendalam dan secara langsung terhadap
objek yang diteliti dan bukan dalam bentuk statistik dengan pengukuran sesuatu
seperti halnya pada penelitian kuantitatif yang berfokus pada angka-angka dan
penilaian sistem.
Penelitian ini
dilaksanakan di PT Semen Bosowa Maros. PT Semen Bosowa Maros adalah produsen
semen terbesar di Kawasan Timur Indonesia yang menempati Lokasi
areal penambangan bahan baku semen (limestone) PoaXu gamping terletak pada
kawasan seluas 750 Ha di Desa Tukamasea dan Desa Baruga Kecamatan Bantimurung
Kabupaten Dati II Maros. Dalam menjalankan usahanya Perusahaan berkantor pusat
di JI. Urip Sumoharjo No. 188, PO. BOX 273, Makassar 90232. Pabrik Perusahaan
berlokasi di Desa Tukamasea dan Desa Baruga Kecamatan Bantimurung Kabupaten
Dati II Maros.
PT Semen Bosowa Maros perusahaan ini merupakan salah satu korporasi yang bergerak di bidang
manufaktur, yang memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat. Selain itu PT
Semen Bosowa Maros telah lama berdiri,
dituntut mengimplementasikan Value Chain
Analisis (VCA).
B.
Pendekatan
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitan ini adalah penelitian kualitatif yang
berdasarkan pada pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi
(fenomena) merupakan tradisi penelitian kualitatif yang
berakar pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman hidup manusia
(sosiologi). Menurut Rahmat (2009), dalam pandangan fenomenologi peneliti
berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannyaa terhadap orang-orang
biasa dalam situasi-situasi tertentu.
Peneliti akan mengkaji secara mendalam isu sentral dari struktur utama
suatu objek kajian seperti dengan melalui konsep Value Chain Analisi dapat mengimplementasikan prinsip syariah, perusahaan yang dapat bersinergi dengan masyarakat
dan alam. Pendekatan fenomena ini dianggap lebih tepat karena
sesuai dengan tujuan penelitian yang tidak hanya mencoba untuk memahami tapi
juga memperkuat dan melaksanakan prinsip syariah sesuai
Al-Quran dan Hadits.
C. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data subjek (self-report data)
yang diperoleh dari wawancara dengan informan dan data dokumenter (documentary data). Selain itu jenis
data yang digunakan juga adalah jenis data kualitatif, yaitu data yang
berbentuk informasi, gambaran umum perusahaan, pelaksanaan dan informasi lain
yang digunakan untuk membahas rumusan masalah.
Sedangkan sumber data dalam penelitian adalah data
primer dan data sekunder. Data primer
berupa kata-kata,
tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari subjek
yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data. Selain itu data primer juga merupakan pandangan
sikap, atau persepsi pelaku usaha mengenai Value Chain
Analisis (VCA).
Ada pun data sekunder diperoleh dari berbagai
sumber tertulis yang memungkinkan dapat dimanfaatkan dalam penelitian ini
akan digunakan semaksimal mungkin demi mendorong keberhasilan penelitian ini.
Dalam penelitian ini
istilah yang digunakan untuk subjek penelitian adalah informan. penelitian ini memandang representasi informan terwakili
oleh kualitas informasi yang diberikan oleh informan bukan jumlah informan yang
dilibatkan dalam penelitian ini. Informan penelitian tersebut di atas dipandang cukup cakap
dan layak untuk memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1.
Penelitian
Lapangan (field research)
Penelitian
lapangan yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan
pada obyek yang meliputi:
a)
Metode
observasi
Metode observasi yaitu suatu penelitan
yang dilaksanakan dengan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian.
b) Metode
wawancara
Metode wawancara
dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada pihak perusahaan
tentang obyek penelitan yang dimaksud.
2. Penelitan
Kepustakaan (library research)
Penelitian
kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
literatur-literatur yang erat hubungannya dengan obyek yang diteliti. Selain
itu sumber referensi dari buku maupun jurnal yang terkait dengan masalah
penelitian.
3. Studi
Dokumentasi
Dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
dari seseorang. Misalnya web perusahaan, laporan keuangan, gambar perusahaan,
dan lain–lain. Informasi,
data yang diperlukan dalam penelitian ini juga kami peroleh dari studi
dokumentasi. Sebelum penelitian lapangan, peneliti telah melakukan telaah
terhadap buku literatur, majalah, jurnal, hasil seminar, artikel baik yang
tersedia dalam media on-line (internet) maupun yang ada dalam
perpustakaan.
4. Internet
searching
Mengakses
website dan situs-situs yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan
masalah dalam penelitan ini. Menggunakan internet sebagai bahan acuan atau
referensi dalam menemukan fakta atau teori yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
E. Instrument Penelitian
Instrument
penelitian adalah suatu alat yang mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. Adapun alat-alat penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian sebagai berikut:
1.
Perekam
suara
2.
Handphone
3.
Kamera
4. Alat tulis
F. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data
Analisis
data kualitatif digunakan bila data-data
yang terkumpul dalam riset adalah data kualitatif. Data kualitatif
dapat berupa kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi
baik yang diperoleh dari wawancara
mendalam maupun observasi. Untuk memperoleh data digunakan teknik-teknik
pengumpula data studi dokumen/kepustakaan dan wawancara yang dilakukan secara
terarah dan mendalam.
Menurut Miles dan Hubermen proses pengelolaan data dan analisis data
dalam penelitian dilakukan melalui tiga tahap,
yang meliputi tahap reduksi data, tahap penyajian data,
dan tahap penarikan kesimpulan/verifikasi data. Langkah tersebut dapat dijelaskan ke
dalam tiga tahap berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data dilakukan dengan jalan memfokuskan perhatian dan
pencarian materi penelitian dari berbagai literatur yang digunakan sesuai
dengan pokok masalah yang telah diajukan pada rumusan masalah. Data yang
relevan dianalisis secara cermat, sedangkan yang kurang relevan disisihkan.
2. Penyajian Data
Penyajian data yang dilakukan peneliti ada dua
tahapan penyajian, yaitu tahap deskriptif dan tahap evaluatif/kritik.
a) Tahap deskriptif dimulai dengan mengidentifikasi data dari
hasil reduksi data yang dilakukan sebelumnya, dilanjutkan dengan menjelaskan
data yang memiliki
hubungan dengan nilai-nilai sosial dan diakhiri dengan merumuskan alat analisis
yang digunakan untuk menganalisa objek kritik.
b) Tahap evaluasi/kritik ini dilakukan
untuk mengevaluasi implementasi Value
Chain Analisis (VCA) yang berprinsip syariah perusahaan bersinergi terhadap
masyarakat.
3. Penarikan kesimpulan
Dari
pengumpulan data dan analisa yang telah dilakukan, peneliti mencari makna dari
setiap gejala yang diperolehnya dalam proses penelitian, mencatat keterbatasan
yang dihadapi dalam penelitian ini, dan implikasi positif yang diharapkan bisa
diperoleh dari penelitian ini.
Penentuan sampel dipilih secara purposive-sampling,
yaitu dengan menentukan 1 (satu) perusahaan yang bergerak di bidang
pertambangan yakni PT Semen Bosowa Maros
dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan salah satu
perusahaan besar yang keberadaannya berdampak baik positif maupun negatif
terhadap masyarakat sekitar.
Data dalam penelitian ini dianalisis secara
deskriptif, langkah analisis yang digunakan atau yang ditempuh adalah
memaparkan, mengambarkan bagaimana impelementasi Value chain analisis berdasarkan prinsip syariah dikategorikan
sebagai tata kelolah perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) serta
mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak-pihak yang terkait, seperti:
mengenai Value chain analisis yang
berdasakan prinsip syariah, Value chain
analisis yang diterapkan pada, PT
Semen Bosowa Maros. Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu data primer yang
diperoleh dari wawancara, observasi dan studi lapangan, kemudian dianalisis,
teori dan pendapat pakar yang relevan.
G. Pengujian Keabsahan Data
Dalam
penelitian kualitatif validitas dan realibilitas dinamakan sebagai
kredibilitas. Penelitian kualitatif memiliki dua kelemahan utama yaitu: (a)
Peneliti tidak 100 % independen dan netral dari research setting; (b)
Penelitian kualitatif sangat tidak terstuktur (messy) dan sangat interpretive.
Penelitian
ini menggunakan prosedur triangulation karena penelitian ini menggunakan
berbagai sumber data, teori, metode dan investigator secara konsisten sehingga
menghasilkan informasi yang akurat. Triangulation artinya menggunakan berbagai
pendekatan dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu, untuk memahami dan
mencari jawaban atas pertanyaan penelitian, peneliti dapat mengunakan lebih
dari satu teori, lebih dari satu metode (inteview, observasi dan analisis
dokumen.
Prosedur
ini menggunakan berbagai pendekatan dalam melakukan penelitian untuk memahami
dan mencari jawaban atas pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini hanya dipilih dua jenis triangulasi yang dianggap sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu, Triangulasi Sumber Data dan Triangulasi Teori.
Triangulasi Sumber Data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode
dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi,
peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation),
dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan
pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan
bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights)
yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan
melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.
Kemudian Triangulasi Teori, dapat meningkatkan kedalaman
pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam
atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Hasil akhir penelitian
kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement.
Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang
relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan
yang dihasilkan.
Akyun, Kurrota. 2012. Analisis
Value Chain Sebagai Alat Strategic Cost Management Untuk Menciptakan Keunggulan
Bersaing Dalam Upaya Meningkatkan Profabilitas Perusahaan . Studi pada Unit
Usaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ASA Perum Jasa Tirta 1 Malang.
Blocher,
Edward J., Kung H. Chen dan Thomas W. Lin. 2000. Manajemen Biaya. Edisi
Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. 2000: 17.
Brimson, James., A. 1991. Actifity Accounting: An activity Based
Costing Approach. New York. Jonh Wiley and Sons.
Blocher, Edward J., Kung H. Chen dan
Thomas W. Lin. 2000. Manajemen Biaya. Edisi Pertama, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta. 2000: 175.
Chapra, U. dan H. Ahmed. 2008. Corporate Governance Lembaga Syariah.
Jakarta. Bumi Aksara. 2008.
Danang, W. M. 2015. Penerapan Prinsip Syariah dalam Permodalan Bank Syariah. Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Media Hukum. Vol. 21, No. 1,
juni: 2014.
Danang,
W. M. 2012. Konsep Falah Dalam Pengaturan Bank Syariah dan Pembuatan Kontrak
Pada Bank Syariah, Disertasi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Ellitan, Lena. 2008. Manajemen
Strategi Operasi. Bandung: Alfabeta.
Friska,
S. 2010. Value Chain Analisis (Analisis
Rantai Nilai) untuk Keunggulan Kompetitif Melalui Keunggulan Biaya. Staf
Pengajar Fakultas Ekonomi USU. Jurnal Ekonomi, Vol. 13, No. 1, Januari 2010:
36-44.
Gusnardi, 2010. Theory Of Constraint (TOC).Dosen Pendidikan Ekonomi Universitas
Riau-Pekanbaru Kampus Bina Widya Simpang Baru Pekanbaru. Pekbis jurnal. Vol. 2,
No. 3, November 2010: 336-345.
Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen.
2001. Manajemen Biaya: Akuntansi dan Pengendalian. Edisi Pertama. Buku
Satu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Kitab Suci Al-Qur’an Depertemen Agama R.I. Q.S. An Nahl/16:69. Code:
BP-11/0-1/1111990
Lidinillah,
Achmad H. dan Imron. Mawardi. 2015. Praktek
Gharar Pada Hubungan Bisnis UMKM-EKSPORTIR FURNTUR DI JEPARA. Mahasiswa
Program Studi S1 Ekonomi Islam. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Airlangga. Depertemen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Airlangga. JESTT Vol. 2, No. 2 Februari 2015: 108-129.
Mintzberg,
H., 1978. Pattern In strategy Formulation. Management Science, 24 (9): 934-948.
Mildawati, Titik.
2006. Pemberdayaan Koperasi Melalui Value
Chain Untuk Menciptakan Keunggulan Bersaing. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
(STIESIA) Surabaya. EKUITAS Akreditasi No. 55a/DIKTI/Kep/2006. ISSN 1411-0393.
Mangifera, Liana. 2015. Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Pada Produk Batik Tulis Di
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. BENEFIT Jurnal Manajemen dan
Bisnis Vol. 19, No 1, Juni 2015: 24-33.
Mulyadi, 2007. Sistem akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Muslich, A. W. 2010.Fiqih Muamalat.Jakarta, Amzah. 2010:
259-260.
Nurimansyah,
2011. Analisis Rantai Nilai ( Value Chain ) industri Pakaian Jadi di
Indonesia, MM UGM.
Oktavia, Jessica. 2013. Penerapan Value Chain Analysis Sebagai Alat Untuk Menganalisa Cost
Reduction Dalam Rangka Mendukung Terciptanya Keunggulan Bersaing di PT Semen
Bosowa Maros. Jurusan Akuntansi Universitas Hasanuddin Makassar 2013.
Pearce
dan Robinson. 2008. Manajemen Strategis, Formulasi , Implementasi dan
Pengendalian, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Prasojo. 2015. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance
terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah. Fakultas Ekonomi Universitas Mercu
Buana. Jurnal Dinamika Akuntansi Dan Bisnis. Vol. 2, No. 1, Maret 2015: 59-69.
Papazoglou, M.P., Ribbers, P., and
Tsalgatidou, A. 2000. Integrated Value Chains and their Implication from a
Business and Technology Standpoint.
Decision Support Systems, Vol. 29, No.4, 2000: 323-342.
R, A., Supriyono. 2002. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba
Empat.
Rahmat,
P. Saeful. 2009. Penelitian Kualitatif.
Equilibrium Vol. 5, No 9. Juni 2009: 1-8.
Ristifani,
2009. Analisis Implementsi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Dan Hubungannya Terhadap Kinerja PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma.
Syukron, Ali. 2013. Good Corporate Governance Di Bank Syariah.
STAI Darul Ulum Bayuwangi. Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No.1. 2013,
ISSN: 2088-6365.
Sabiq,
Sayyid. 1994. Fiqih Sunnah, jilid III.Kairo: Dar’al-Fath li A’lam al-Arabiy.
Setyaningrum. R. M. dan M. Fauzan,
Hamidy. 2008. Analisis Biaya Produksi Dengan
Pendekatan Theory Of Constraint untuk Meningkatkan Laba. Staf Pengajar FE
Jurusan Akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis.
Vol. 8, No. 1, Maret 2008: 26-36.
Taimiyah, Ibnu. 2002. Majmu’
al-Fatawa.,juz III. Beirut: Dar’al Fikri.
Tim
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII bekerja sama dengan
Bank Indonesia, 2008: 59-65.
Umble, dan Srikant M. L. 1996. Synchronous
Manufacturing: Principles for World-Class Excellence. Spectrum Publishing
Company, Connecticut.
Porter,
E. M. 1985. Competitive Advantage-Creating and Sustaining
SuperiorPerformance, New York : Free Press.
Pedoman
Umum Good Governance Bisnis Syariah (GGBS) dikeluarkan oleh KNKG (2011).
Wisdaningrum,
Oktavima. 2013. Analisis Rantai Nilai
(Value Chain) Dalam Lingkungan Internal Perusahaan. Dosen Fakultas Ekonomi
Prodi Akuntansi Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi. Analisis, Vol.1, No. 1,
April 2013: 40-48.
| |||
Komentar
Posting Komentar