BAB II DAN BAB III


ANALISIS VALUE CHAIN BERDASARKAN PRINSIP
 SYARIAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD
CORPORATE GOVERNANCE

(Studi Kasus PT Semen Bosowa Maros)

BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A.      Theory of Constraint
Theory of Constraint  (teori kendala) merupakan filosofi manajemen sistem yang dikembangkan oleh Eliyahu M Goldratt sejak awal 1980-an. TOC menyatakan bahwa kinerja perusahaan (sistem) dibatasi constraint. Teori ini mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan yang terus-menerus suatu perusahaan (continuous improvement). Menurut (Blocher et al 2000, 17) The theory of constraint (TOC) atau teori kendala merupakan teknik strategik untuk membantu perusahaan secara efektif meningkatkan faktor keberhasilan kritis yang  sangat penting waktu siklus, yaitu lamanya bahan diubah menjadi produk selesai atau produk jadi. 
Teori kendala mengarahkan perhatian manajer kepada kecepatan bahan baku dan komponen yang dibeli, diproses menjadi produk akhir dan diserahkan pada pelanggan. TOC menekankan perbaikan throughput dengan cara mengubah atau menurunkan pemborosan dalam proses produksi yang mengurangi tingkat output yang dihasilkan (Blocher et al, 2000, 175). Theory of constraint (TOC) merupakan filosofi manajemen yang memfokuskan untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang mempengaruhi proses produksi suatu perusahaan, kemudian mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang memiliki kendala tersebut untuk memaksimumkan throughput dan meningkatkan keuntungan.
Dengan demikian theory of constraint menekankan kepada pengelolaan kendalan (penghambat), yaitu dengan menentukan kendala, meningkatkan performasi dan kapasitas kendala dan menjadikan kendala sebagai acuan laju produksi untuk keseluruhan produksi, dengan melakukan identifikasi kendala-kendala tersebut dalam suatu aktifitas produksi, maka perusahaan melakukan salah satu langkah stratejik manajemen biaya melalui suatu pendekatan teori kendala atau theory of constraint.
1.        Langkah-langkah dalam Analisis Theory Of Constraint (TOC)
Menurut (Gusnardi, 2010) Theory Of Constraint memfokuskan kepada perbaikan yang terus-menerus  dengan mengelolah kendala dalam suatu sistem. Theory Of Constraint memiliki 5 (lima) langkah yaitu:
a)        Mengidentifikasi Kendala Suatu Sistem
Suatu kendala akan ditemukan di setiap sistem dan dikatakan sebagai sesuatu yang dapat membatasi kinerja suatu hubungan sistem untuk mencapai tujuan. Theory of Constraint dikembangkan berdasarkan tujuan utama dari kebanyakan perusahaan yaitu memeperoleh laba dan jika perusahaan tidak dapat menghasilkan laba maka terdapat kendala yang membatasi kinerja.
b)        Menentukan Pemanfaatan yang Paling Efesien Setiap Kendala yang Meningkat
Meskipun kebanyakan sistem mempunyai beberapa kendala utama yang benar-benar dapat membatasi kinerja sistem dan pihak manajemen selalu menangani kendala yang saling berhubungan (kendala yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung melaui interaksinya dengan kendala utama). Kendala yang ada didalam suatu sistem saling mempengaruhi pada jangka pendek jika tidak dikelola dengan benar, sehingga akan berkembang menjadi lebih besar, ada 2 (dua) alasan utama yaitu: pertama kurang baiknya penjadwalan pada sumber daya yang tidak memiliki kendala, kedua kebijakan yang membatasi kapasitas sumber daya.
Keberadaan kendala mungkin dapat digunakan lebih efektif dengan memanfaatkan pada jangka pendek efek dari perbedaan konsumen dan komposisi produk. Pilihan tersebut dapat digunakan dalam jangka pendek yang mewakili perbedaan cara dalam menggunakan seluruh kapasitas dari sumber kendala tanpa membuat perubahaan dalam kapasitas itu sendiri.
c)         Mengelola Aliran Sepanjang Kendala Meningkat
Pada langkah ke tiga dari implementasi Theory of contrain menyediakan penyelesaian untuk mengembangkan jadwal dari sumber daya non kendala dengan mengkordinasikannya pada proses permintaan dan kemampuan dari sumber daya kendala. Jika dalam suatu proses produksi terdapat penjadwalan yang tidak benar, sumber daya yang tidak memiliki kendala membatasi sistem produksi dan menjadi kendala yang saling mempengaruhi.
Dimana fase tiga ini bertujuan untuk mengelola aliran produksi yang masuk dan keluar dalam suatu kendala yang mengikat untuk melancarkan aliran produk dalam suatu industri. Salah satu instrumen yang penting untuk mengelola aliran produk yaitu dengan Drum-Buffer-Rape (DBR) yaitu suatu sistem untuk meyeimbangkan aliran produk melalui kendala yang mengikat sehingga mengurangi jumlah persediaan pada kendala meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
d)        Menambah Kapasitas pada Kendala yang Meningkat
Pada fase ini merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan throughput jangka panjang dan mengurangi terjadinya pemborosan yaitu menambah atau memperbaiki mesin dan menambah tenaga kerja langsung. Pada fase ini menunjukan usaha manajemen untuk mengubah dari suatu kendala menjadi tidak ada kendala.
e)         Merangcang Ulang Proses Memanufakturan ke Arah Fleksibel dan Througput yang Cepat
Respon stratejik yang paling lengkap untuk situasi pemborosan adalah merancang ulang proses produksi, diantaranya meliputi pengenalan teknologi pemanufakturan baru, menghilangkan hal-hal yang menyulitkan produksi, dan mendesain ulang beberapa produk sehingga lebih mudah diproduksi.
Umble dan srikant (1996,81) menambahkan pengelompokan kendala yang seringkali nampak, yaitu:
1.         Kendala pasar (market constraint), kendala berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan pasar.
2.         Kendala material (material constraint), kendala ini dapat berupa kemampuan faktor input produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, dan jam mesin.
3.         Kendala kapasitas (capacity constraint), yang diidentifikasikan sebagai kapasitas yang tersedia untuk mengolah sumber daya yang ada dalam memprtahankan proses produksi.
Dari ketiga penjelasan kendala yang dikemukakan oleh Umble dan Srikant di atas, yang paling tampak dan seringkali muncul dalam proses produksi, yaitu material dan capacity constraint.
Sedangkan Menurut Hansen dan Mowen (2001: 601), jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.         Berdasarkan asalnya terdiri dari kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin, dan kendala eksternal (eksternal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya pemintaan pasar atau kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok.
2.         Berdasarkan sifatnya terdiri dari kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya, dan kendala tidak mengikat atau kendor (loose constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.

B.       Activity Based Costing
Menurut (Mulyadi, 2007: 40) Activity Based Costing adalah sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas. Sedangkan (Supriyono, 2002: 230): Activity based costing merupakan sistem yang terdiri dari 2 tahap yaitu pertama melacak biaya pada berbagai aktivitas, dan kemudian kedua adalah melacak biaya ke berbagai produk.
Menurut Brimson (1991:47) : “…is a process of accumulating and tracing cost and performance and to a firm’s activities and providing feed back of actual result agains the planned cost to initiated corrective action where required.”
“… adalah proses pengumpulan dan penelusuran data biaya dan kinerja aktivitas
aktivitas perusahaan dan pengujian informasi umpan balik antara biaya yang
sesungguhnya dengan biaya yang direncanakan untuk membuat tindakan korelasi yang diperlukan.”
            Berdasarkan beberapa pengertian tentang ABC System, dapat disimpulkan
bahwa ABC System adalah sistem akuntansi biaya dengan cara mengumpulkan biaya dari aktivitas yang terjadi lalu membebankan biaya aktivitas tersebut ke produk/jasa. Informasi biaya tersebut akan digunakan oleh manajemen untuk perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan.



C.      Adl (keadil)
Keadilan (adl) merupakan nilai yang aling asasi dalam ajaran islam. Menegakkan keadilan dan memberantas kedzaliman  adalah tujuan utama dari risalah para Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Hadid/57:25.   
ôs)s9 $uZù=yör& $oYn=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ $uZø9tRr&ur ÞOßgyètB |=»tGÅ3ø9$# šc#uÏJø9$#ur tPqà)uÏ9 â¨$¨Y9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ÇËÎÈ
Terjamahannya:
“Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan (Q.S. Al-Hadid/57:25)”.   
Dari ayat di atas kita ditergaskan untuk berperilaku adil dari segala hal baik berupa materi maupun non materi, adil (adl) merupakan prinsip utama untuk mencapai sebuah tata perusahaan yang baik, yang bersinergi dengan hukum islam yang telah di tetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Keadilan seringkali diletakkan sederajat dengan kebijakan dan ketakwaan, seluruh ulama terkemuka sepanjang sejarah Islam menempatkan keadilan sebagai unsur paling utama utama muqashid syariah. Ibnu Taimiyah menyebut keadilan sebagai nilai utaman dari tauhid, sementara Muhammad Abduh menganggap kezdaliman (zulm) sebagai kejahatan yang paling buruk (aqbah al-munkar) dalam kerangka nilai-nilai Islam Sayyid Qutb menyebutkan keadilan sebagai unsur pokok yang komprehensif dan terpenting dalam semua aspek kehidupan.
Terminologi keadilan dalam Al-Quran disubutkan dalam berbagai istilah, antara lain adl, qisth, mizan, hiss, qasd atau variasi ekspresi tidak langsung. Sementara untuk terminology untuk ketidakadilan adalah zulm, itsm, dhalal dan sebagainya. Dengan berbagai muatan makna adil tersebut, secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat kesamaan perlakuan di mata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara layak, hak menikmati pembangunan dan tidak adanya pihak yang dirugikan serta adanya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan (Danang, 2014).       
1.        Bebas Riba
Dapat dipahami bahwa bebas riba adalah tidak satupun kelebihan yang terjadi dalam tukar-menukar barang yang sejenis atau jual beli barter tanpa disertai dengan imbalan, dan kelebihan tersebut disyaratkan dalam perjanjian. Dengan demikian, apabila kelebihan tersebut tidak syaratkan dalam perjanjian maka tidak termasuk riba. Riba hukumnya haram, berdasarkan Al-Quran, sunnah, dan ijma. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah/2:275 dan Q.S. Ar-Rum/30:39.
........3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# .......š ÇËÐÎÈ                                 
Terjamahannya:
Padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q.S. Al-Baqarah/2:275).
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
Terjamahannya: 
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (Q.S. Ar-Rum/30:39).

Pada ayat pertama Allah dengan tegas melarang perbuatah riba, dan sedangkan ayat kedua juga membangdingkan antara riba dengan zakat. Riba meskipun kelihatannya bertambah, namun disisi Allah tidak bertambah. Sedangkan zakat meskipun kelihatannya mengurangi harta, namun di sisi Allah justru bertambah (Muslich, 2010). Ini berarti anjuran untuk mengeluarkan zakat dan secara tidak langsung melarang riba.    
2.        Gharar (Penipuan)
Arti kata gharar adalah resiko, tipuan dan menjatuhkan diri atau harta ke jurang kebinasaan. Secara istilahiyyah, diungkapkan oleh (Taimiyah, 2002:275) yang mengatakan bahwa gharar adalah sesuatu yang majhul (tidak diketahui) akibatnya. Sedangkan menurut (Sabiq, 1994:144) gharar adalah penipuan yang mana dengannya diperkirakan mengakibatkan tidak ada kerelaan jika diteliti.
Di dalam Quran tidak ada nash secara khusus yang mengatakan hukum ghaarar. Menurut (Nafik, 2009:17), Allah melarang mengambil dan memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil kecuali dengan tukar menukar yang saling suka (ridha), seperti telah disebutkan dalam Q.S An-Nisa/4:29.
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Terjamahannya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu [287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Q.S An-Nisa/4:29)”.
Allah juga melarang umat manusia membawa urusan harta ke pengadilan dengan tujuan untuk dapat mengambil harta sesamanya dengan cara yang bathil walaupun mungkin disahkan oleh pengadilan atau seorang hakim. Praktik bathil ini sering terjadi hanya karena sebenarnya pihak yang memliki harta tersebut leah dalam hukum dan lemah dalam mempertahankan hartanya. Kemungkinan kejadian ini akan banyak terjadi diantara sesama manusia pada masa sekarang, maka Allah telah mengantisipasinya dengan menginatkan dan melarang perbutan yang demikian (lidinillah, 2015).
D.      Konsep Rantai Nilai
Menurut Porter ( 1985 ) konsep rantai nilai menyediakan suatu kerangka yang sesuai untuk menjelaskan bagaimana suatu kesatuan organisasi dapat mengelola pertimbangan yang substansial dalam mengalokasikan sumber dayanya, menciptakan pembedaan dan secara efektif mengatur biaya-biayanya. Porter selanjutnya mengajukan suatu model rantai nilai sebagai alat untuk mengidentifikasi cara-cara menghasilkan nilai tambah bagi konsumen, yang mana ada model ini ditampilkan keseluruhan nilai yang terdiri dari aktifitas- aktifitas nilai dan keuntungan (margin), aktifitas nilai dibagi menjadi lima aktifitas utama (primary activities) dan empat aktifitas pendukung (support activities). Aktifitas utama digambarkan secara berurutan yaitu membawa bahan baku ke dalam bisnis (inbound logistic), diubah menjadi barang jadi (operation), mengirim barang yang sudah jadi (outbound logistic), menjual barang tersebut (marketing and sales) dan memberikan layanan purna jual (service).
1.         Tahapa Analisis Value Chain
Penentuan di bagian mana perusahaan berada dari seluruh value chain merupakan analisis stratejik, berdasarkan pertimbangan terhadap keunggulan bersaing yang ada pada setiap perusahaan untuk mencapai tata kelolah perusahaan yang baik (GCG), yaitu dimana perusahaan dapat memberikan nilai terbaik untuk pelanggan utama dengan biaya serendah mungkin.
a)        Mengidentifikasi aktivitas Value Chain
Perusahaan mengidentifikasi aktivitas value chain yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam proses desain, pemanufakturan, dan pelayanan kepada pelanggan. Beberapa perusahaan mungkin terlibat dalam aktiviatas tunggal atau sebagian dari aktivitas total. Contohnya, beberapa perusahaan mungkin hanya memproduksi, sementara perusahaan lain mendistribusikan dan menjual produk.

Pengembangan value chain berbeda-beda tergantung pada jenis industri. Contohnya dalam perusahaan industri, fokusnya terletak pada operasi dan advertensi serta promosi dibandingkan pada bahan mentah dan proses pembuatan. Aktivitas seharusnya ditentukan pada level operasi yang relatif rinci, yaitu level untuk bisnis atau proses yang cukup besar untuk dikelola sebagai aktivitas bisnis yang terpisah dampaknya out-put dari proses tersebut mempunyai “market value” .
b)        Mengidentifikasi Cost driver pada setiap aktivitas nilai
Cost Driver merupakan faktor yang mengubah jumlah biaya total, oleh karena itu tujuan pada tahap ini adalah mengidentifikasikan aktivitas dimana perusahaan mempunyai keunggulan biaya baik saat ini maupun keunggulan biaya potensial. Misalnya agen asuransi mungkin menemukan bahwa Cost Driver yang penting adalah biaya pecatatan berdasarkan pelanggan.
c)      Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan mengurangi biaya atau menambah nilai.
Pada tahap ini perusahaan menentukan sifat keunggulan kompetitif potensial dan saat ini dengan mempelajari aktivitas nilai dan cost driver yang diidentifikasikan diatas. Dalam melakukan hal tersebut, perusahaan harus melakukan hal-hal berikut :
(a)    Mengidentifikasi keunggulan kompetitif (Cost Leadership atau diferensiasi).
Analisis aktivitas nilai dapat membantu manajemen untuk memahami secara lebih baik tentang keunggulan-keunggulan kompetitif stratejik yang dimiliki oleh perusahaan dan dapat mengetahui posisi perusahaan secara lebih tepat dalam value chain industri secara keseluruhan. Contohnya, dalam industri komputer, perusahaan tertentu (missal Hewlet Packard) tertutama memfokuskan pada desain yang inovatif, sementara perusahaan lainnya (misal, Texas Instrument dan Compaq) memfokuskan pada pemanufakturan biaya rendah.
(b)   Mengidentifikasi peluang akan nilai tambah.
Analisis aktivitas nilai dapat membantu mengidentifikasi aktivitas dimana perusahaan dapat menambah nilai secara siginifikan untuk pelanggan, contohnya, merupakan hal yang umum sekarang ini bagi pabrik-pabrik pemrosesan makanan dan pabrik pengepakan untuk mengambil lokasi yang dekat dengan pelanggan terbesarnya supaya dapat melakukan pengiriman dengan cepat dan murah. Serupa dengan hal tersebut, perusahaan pengecer seperti Wal-Mart menggunakan teknologi yang berbasis komputer untuk melakukan koordinasi dengan para supplier suppelier.
(c)      Mengidentifikasi peluang untuk mengurangi biaya.
Studi terhadap aktivitas nilai dan cost driver dapat membantu manajemen perusahaan menentukan pada bagian mana dari value chain yang tidak kompetitif bagi perusahaan. Contohnya, Intel Corp pernah memproduksi computer chips dan computer board, seperti Modem, tetapi untuk berbagai alasan perusahaan meninggalkan porsi dalam industri dan sekarang lebih memfokuskan pada terutama pada pembuatan prosesor. Serupa dengan hal tersebut, beberapa perusahaan mungkin mengubah aktivitas nilainya dengan tujuan mengurangi biaya.
Analisis value chain dapat dipergunakan untuk menentukan pada titik-titik mana dalam rantai nilai yang dapat mengurangi biaya atau memberikan nilai tambah (value added). Sebaliknya dalam perolehan bahan baku atau proses advertensi dan promosi, Langkah pertama; dalam value chain untuk pemerintah atau organisasi yang tidak berorientasi pada laba adalah membuat pernyataan tentang misi sosial organisasi tersebut, termasuk kebutuhan masyarakat spesifik yang dapat dilayani. Tahap Kedua; adalah mengembangkan sumber daya untuk organisasi, baik personel maupun fasilitasnya. Tahap ketiga dan Tahap keempat; adalah melakukan operasi organisasi dan memberikan jasa kepada masyarakat.
Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas tersebut tidak independen tapi interdependen. Masing-masing pihak memerlukan nilai dari pihak lain untuk memaksimalkan nilai produk yang dihasilkan. Perusahaan harus mengidentifikasi posisi perusahaan pada rantai nilai tersebut, apakah berada dibagian supplier, manufaktur, bagian pemasaran atau penaganan purna jual. Hal ini penting untuk memahami karakteristik industri tersebut dan saingan yang ada.
2.         Analisis Biaya Berdasarkan Analisis Value Chain
Value chain merupakan sarana utama bagi analisis biaya karena setiap aktivitas nilai mempunyai struktur biaya sendiri dan perilaku biayanya dapat dipengaruhi oleh hubungan dan antar hubungan dengan aktivitas lain didalam maupun diluar perusahaan. Cost advantage terjadi jika biaya kumulatif yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan aktivitas nilai lebih rendah dibandingkan dengan pesaingnya dan cost advantage ini akan dapat bertahan jika sumber cost advantage perusahaan tersebut sukar ditiru oleh pesaing.
Analisis biaya ini penting untuk mengukur sejauh mana efisiensi perusahaan dalam melakukan akivitas-aktivitas tersebut dengan menganalisis pada aktivitas nilai mana yang merupakan non value added activities, sehingga perlu dihilangkan karena hal tersebut hanya membebani biaya tapi tidak menambah nilai pada perusahaan yang bersangkutan; dan pada aktivitas mana yang justru perlu diperkuat sehingga suatu biaya akan dapat diketahui peranannya, khususnya dalam rangka mencapai cost leadership. Dengan demikian dapat diperoleh suatu gambaran distribusi biaya yang dapat mendukung keunggulan kompetitif dan strategi perusahaan.



E.       Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 bahwa prinsip-prinsip dalam GCG bahwa harus menerapkan prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), profesional (professional), kewajaran (fairness), dan pertanggungjawaban (responsibility). Selain itu Prinsip dasar pelaksanaan GCG ini juga dijelaskan dalam pedoman Good Governance Bisnis Syariah (GGBS). Prinsip ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.         Keterbukaan
barang siapa yang melakukan ghisy (menyembunyikan informasi yang diperlukan dalam transaksi) bukan termasuk umat kami”, maka semua transaksi harus dilakukan secara transparan. Tranparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan. Transparansi diperlukan agar pelaku bisnis syariah menjalankan bisnis secara objektif dan sehat.
Pelaku bisnis syariah harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah, prinsip keterbukaan yang dianut oleh pelaku bisnis syariah tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan organisasi sesuai dengan peraturan perundangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

2.         Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan asas penting dalam bisnis syariah sebagaimana tercermin dalam Q.S Al-Isra/17: 36
wur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ
Terjamahaanya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (Q.S Al-Isra/17: 36)”.
Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Pelaku bisnis syariah harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan pelaku bisnis syariah dengan tetap memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya.
3.         Responsibilitas
Dalam hubungan dengan asas responsibilitas (responsibility), pelaku bisnis syariah harus mematuhi peraturan perundangan dan ketentuan bisnis syariah, serta melaksanakan tanggung-jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Tanggungjawab atas perbuatan manusia dilakukan baik di dunia maupun di akhirat, yang semuanya direkam dalam catatan yang akan dicermatinya nanti, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isra/17: 14
ù&tø%$# y7t6»tGÏ. 4s"x. y7Å¡øÿuZÎ/ tPöquø9$# y7øn=tã $Y7ŠÅ¡ym ÇÊÍÈ
Terjemahaannya:
 "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu Ini sebagai penghisab terhadapmu (Al-Isra /17: 14)".
Dengan pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat terpelihara kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai pelaku bisnis yang baik (good corporate citizen). Oleh karena itu, maka:
a.       Pelaku bisnis syariah harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan bisnis syariah dan perundangan, anggaran dasar serta peraturan internal pelaku bisnis syariah (by-laws).
b.      Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan isi perjanjian yang dibuat termasuk tetapi tidak terbatas pada pemenuhan hak dan kewajiban yang yang disepakati oleh para pihak.
c.       Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan tanggung jawab sosial antara lain dengan peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar tempat berbisnis, dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.


4.         Independensi
Dalam hubungan dengan asas independensi (independency), bisnis syariah harus dikelola secara independen sehingga masing-masing pihak tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Independensi terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah yaitu tetap berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus menghadapi risiko, Allah SWT berfirman dalam Q.S. Fushshilat/41: 30.
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qä9$s% $oYš/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøŠn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# žwr& (#qèù$sƒrB Ÿwur (#qçRtøtrB (#rãÏ±÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. šcrßtãqè? ÇÌÉÈ
Terjemahaannya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu (Q.S. Fushshilat/41: 30)".
Independen merupakan karakter manusia yang bijak (ulul al-bab) yang dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 16 kali, yang diantara karakternya adalah “Mereka yang mampu menyerap informasi (mendengar perkataan) dan mengambil keputusan (mengikuti) yang terbaik (sesuai dengan nuraninya tanpa tekanan pihak manapun).
a)         Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen dan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b)        Masing-masing organ Perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan dan ketentuan syariah, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
c)         Seluruh jajaran bisnis syariah harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawabnya.
5.         Kewajaran dan kesetaraan
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur kesamaan perlakuan dan kesempatan. Fairness atau kewajaran merupakan salah satu manifestasi adil dalam dunia bisnis. Setiap keputusan bisnis, baik dalan skala individu maupun lembaga, hendaklan dilakukan sesuai kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan tidak diputuskan berdasar suka atau tidak suka. Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis, baik di dunia maupun di akhirat, Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Maidah/5:8.
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtB̍ôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
Terjemahaanya:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Maidah/5:8)”.
Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam usul fikih terdapat sebuah kaidah yang diturunkan dari sabda Rasulullah SAW, al-kharaj bidh-dhaman yang artinya bahwa usaha adalah sebanding dengan hasil yang akan diperoleh, atau dapat pula dimengerti sebagai risiko yang berbanding lurus dengan pulangan (return).
Dalam melaksanakan kegiatannya. Pelaku bisnis syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan, berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Oleh karena itu, maka:
a)        Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan pada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan organisasi serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
b)        Pelaku bisnis syariah harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan.
c)        Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan pegawai, berkarir, dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin (gender) dan kondisi fisik.
d)       Pelaku bisnis syariah harus bersikap tawazun yaitu adil dalam pelayanan kepada para nasabah atau pelanggan dengan tidak mengurangi hak mereka, serta memenuhi semua kesepakatan dengan para pihak terkait dengan harga, kualitas, spesifikasi atau ketentuan lain yang terkait dengan produk yang dihasilkannya.
Dengan adanya penerapan prinsip ini secara baik maka hal ini akan menjadi nilai tambah bagi perusahaan syariah dalam mengembangkan usahanya di masa mendatang.
F.       Kerangka Pikir
Dalam theory of constraint merupakan salah satu cara untuk memenej batasan-batasan dalam lingkunga, gagasan utama perusahaan dalam meningkatkan throughput dapat diartikan Theory of Constraint (TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan terus-menerus suatu perusahaan (continious improvement).
TOC memiliki argumen bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing perusahaan, karena dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk yang lebih baik, harga yang lebih rendah, dan tanggapan yang lebih cepat terhadap kebutuhan pelanggan Penerapan TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga penjualan produk atau jasa yang berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat waktu sehingga perusahaan mampu beroperasi secara efisien dan efektif.
Pendekatan TOC beranggapan bahwa biaya operasional sulit untuk diubah dalam jangka pendek, sehingga TOC tidak mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual dan penggerak biaya. Oleh karena itu, TOC kurang berguna untuk mengelola biaya dalam jangka panjang. Di lain sisi, activity-based costing (ABC) mempunyai perspektif jangka panjang yang memfokuskan pada peningkatan proses dengan mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah dan mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh aktivitas yang bernilai tambah. Oleh karena itu, ABC lebih berguna untuk perencanaan profit, pengendalian biaya dan penetapan harga jangka panjang.
ABC dan TOC sama-sama digunakan untuk menetapkan profitabilitas produk. Namun keduanya juga memiliki perbedaan yaitu ABC mengembangkan suatu analisis jangka panjang yang meliputi semua biaya produk. Sedangkan TOC mengambil pendekatan jangka pendek untuk analisis profitabilitas karena teori ini hanya berdasarkan pada biaya-biaya yag berkaitan pada bahan. ABC menyediakan suatu analisis komprehensif dari penggerak biaya (cost driver) dan biaya unit yang akurat, sebagai suatu dasar untuk pengambilan keputusan strategis mengenai harga dan bauran produk dalam jangka panjang. Sebaliknya TOC menyediakan suatu metode yang berguna untuk meningkatkan profitabilitas jangka pendek melalui penyesuaian bauran produk untuk jangka pendek dan melalui perhatian pada hambatan-hambatan produksi. Keunggulan ABC adalah memusatkan perhatian pada kegiatan (aktivitas), yaitu apa yang dilakukan oleh tenaga kerja dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. ABC umumnya digunakan oleh perusahaan dengan menggunakan metode manajemen biaya seperti biaya target (target costing) dan TOC.
 Dari penjelasan diatas, Secara sederhana kerangka pikir dapat dijelaskan melalui gambar berikut:
Kerangka Pikir
Gambar 1.1 Skema kerangka pikir
 




                  BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A.      Theory of Constraint
Theory of Constraint  (teori kendala) merupakan filosofi manajemen sistem yang dikembangkan oleh Eliyahu M Goldratt sejak awal 1980-an. TOC menyatakan bahwa kinerja perusahaan (sistem) dibatasi constraint. Teori ini mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan yang terus-menerus suatu perusahaan (continuous improvement). Menurut (Blocher et al 2000, 17) The theory of constraint (TOC) atau teori kendala merupakan teknik strategik untuk membantu perusahaan secara efektif meningkatkan faktor keberhasilan kritis yang  sangat penting waktu siklus, yaitu lamanya bahan diubah menjadi produk selesai atau produk jadi. 
Teori kendala mengarahkan perhatian manajer kepada kecepatan bahan baku dan komponen yang dibeli, diproses menjadi produk akhir dan diserahkan pada pelanggan. TOC menekankan perbaikan throughput dengan cara mengubah atau menurunkan pemborosan dalam proses produksi yang mengurangi tingkat output yang dihasilkan (Blocher et al, 2000, 175). Theory of constraint (TOC) merupakan filosofi manajemen yang memfokuskan untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang mempengaruhi proses produksi suatu perusahaan, kemudian mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang memiliki kendala tersebut untuk memaksimumkan throughput dan meningkatkan keuntungan.
Dengan demikian theory of constraint menekankan kepada pengelolaan kendalan (penghambat), yaitu dengan menentukan kendala, meningkatkan performasi dan kapasitas kendala dan menjadikan kendala sebagai acuan laju produksi untuk keseluruhan produksi, dengan melakukan identifikasi kendala-kendala tersebut dalam suatu aktifitas produksi, maka perusahaan melakukan salah satu langkah stratejik manajemen biaya melalui suatu pendekatan teori kendala atau theory of constraint.
1.        Langkah-langkah dalam Analisis Theory Of Constraint (TOC)
Menurut (Gusnardi, 2010) Theory Of Constraint memfokuskan kepada perbaikan yang terus-menerus  dengan mengelolah kendala dalam suatu sistem. Theory Of Constraint memiliki 5 (lima) langkah yaitu:
a)        Mengidentifikasi Kendala Suatu Sistem
Suatu kendala akan ditemukan di setiap sistem dan dikatakan sebagai sesuatu yang dapat membatasi kinerja suatu hubungan sistem untuk mencapai tujuan. Theory of Constraint dikembangkan berdasarkan tujuan utama dari kebanyakan perusahaan yaitu memeperoleh laba dan jika perusahaan tidak dapat menghasilkan laba maka terdapat kendala yang membatasi kinerja.
b)        Menentukan Pemanfaatan yang Paling Efesien Setiap Kendala yang Meningkat
Meskipun kebanyakan sistem mempunyai beberapa kendala utama yang benar-benar dapat membatasi kinerja sistem dan pihak manajemen selalu menangani kendala yang saling berhubungan (kendala yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung melaui interaksinya dengan kendala utama). Kendala yang ada didalam suatu sistem saling mempengaruhi pada jangka pendek jika tidak dikelola dengan benar, sehingga akan berkembang menjadi lebih besar, ada 2 (dua) alasan utama yaitu: pertama kurang baiknya penjadwalan pada sumber daya yang tidak memiliki kendala, kedua kebijakan yang membatasi kapasitas sumber daya.
Keberadaan kendala mungkin dapat digunakan lebih efektif dengan memanfaatkan pada jangka pendek efek dari perbedaan konsumen dan komposisi produk. Pilihan tersebut dapat digunakan dalam jangka pendek yang mewakili perbedaan cara dalam menggunakan seluruh kapasitas dari sumber kendala tanpa membuat perubahaan dalam kapasitas itu sendiri.
c)         Mengelola Aliran Sepanjang Kendala Meningkat
Pada langkah ke tiga dari implementasi Theory of contrain menyediakan penyelesaian untuk mengembangkan jadwal dari sumber daya non kendala dengan mengkordinasikannya pada proses permintaan dan kemampuan dari sumber daya kendala. Jika dalam suatu proses produksi terdapat penjadwalan yang tidak benar, sumber daya yang tidak memiliki kendala membatasi sistem produksi dan menjadi kendala yang saling mempengaruhi.
Dimana fase tiga ini bertujuan untuk mengelola aliran produksi yang masuk dan keluar dalam suatu kendala yang mengikat untuk melancarkan aliran produk dalam suatu industri. Salah satu instrumen yang penting untuk mengelola aliran produk yaitu dengan Drum-Buffer-Rape (DBR) yaitu suatu sistem untuk meyeimbangkan aliran produk melalui kendala yang mengikat sehingga mengurangi jumlah persediaan pada kendala meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
d)        Menambah Kapasitas pada Kendala yang Meningkat
Pada fase ini merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan throughput jangka panjang dan mengurangi terjadinya pemborosan yaitu menambah atau memperbaiki mesin dan menambah tenaga kerja langsung. Pada fase ini menunjukan usaha manajemen untuk mengubah dari suatu kendala menjadi tidak ada kendala.
e)         Merangcang Ulang Proses Memanufakturan ke Arah Fleksibel dan Througput yang Cepat
Respon stratejik yang paling lengkap untuk situasi pemborosan adalah merancang ulang proses produksi, diantaranya meliputi pengenalan teknologi pemanufakturan baru, menghilangkan hal-hal yang menyulitkan produksi, dan mendesain ulang beberapa produk sehingga lebih mudah diproduksi.
Umble dan srikant (1996,81) menambahkan pengelompokan kendala yang seringkali nampak, yaitu:
1.         Kendala pasar (market constraint), kendala berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan pasar.
2.         Kendala material (material constraint), kendala ini dapat berupa kemampuan faktor input produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, dan jam mesin.
3.         Kendala kapasitas (capacity constraint), yang diidentifikasikan sebagai kapasitas yang tersedia untuk mengolah sumber daya yang ada dalam memprtahankan proses produksi.
Dari ketiga penjelasan kendala yang dikemukakan oleh Umble dan Srikant di atas, yang paling tampak dan seringkali muncul dalam proses produksi, yaitu material dan capacity constraint.
Sedangkan Menurut Hansen dan Mowen (2001: 601), jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.         Berdasarkan asalnya terdiri dari kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin, dan kendala eksternal (eksternal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya pemintaan pasar atau kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok.
2.         Berdasarkan sifatnya terdiri dari kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya, dan kendala tidak mengikat atau kendor (loose constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.

B.       Activity Based Costing
Menurut (Mulyadi, 2007: 40) Activity Based Costing adalah sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas. Sedangkan (Supriyono, 2002: 230): Activity based costing merupakan sistem yang terdiri dari 2 tahap yaitu pertama melacak biaya pada berbagai aktivitas, dan kemudian kedua adalah melacak biaya ke berbagai produk.
Menurut Brimson (1991:47) : “…is a process of accumulating and tracing cost and performance and to a firm’s activities and providing feed back of actual result agains the planned cost to initiated corrective action where required.”
“… adalah proses pengumpulan dan penelusuran data biaya dan kinerja aktivitas
aktivitas perusahaan dan pengujian informasi umpan balik antara biaya yang
sesungguhnya dengan biaya yang direncanakan untuk membuat tindakan korelasi yang diperlukan.”
            Berdasarkan beberapa pengertian tentang ABC System, dapat disimpulkan
bahwa ABC System adalah sistem akuntansi biaya dengan cara mengumpulkan biaya dari aktivitas yang terjadi lalu membebankan biaya aktivitas tersebut ke produk/jasa. Informasi biaya tersebut akan digunakan oleh manajemen untuk perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan.



C.      Adl (keadil)
Keadilan (adl) merupakan nilai yang aling asasi dalam ajaran islam. Menegakkan keadilan dan memberantas kedzaliman  adalah tujuan utama dari risalah para Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Hadid/57:25.   
ôs)s9 $uZù=yör& $oYn=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ $uZø9tRr&ur ÞOßgyètB |=»tGÅ3ø9$# šc#uÏJø9$#ur tPqà)uÏ9 â¨$¨Y9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ÇËÎÈ
Terjamahannya:
“Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan (Q.S. Al-Hadid/57:25)”.   
Dari ayat di atas kita ditergaskan untuk berperilaku adil dari segala hal baik berupa materi maupun non materi, adil (adl) merupakan prinsip utama untuk mencapai sebuah tata perusahaan yang baik, yang bersinergi dengan hukum islam yang telah di tetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Keadilan seringkali diletakkan sederajat dengan kebijakan dan ketakwaan, seluruh ulama terkemuka sepanjang sejarah Islam menempatkan keadilan sebagai unsur paling utama utama muqashid syariah. Ibnu Taimiyah menyebut keadilan sebagai nilai utaman dari tauhid, sementara Muhammad Abduh menganggap kezdaliman (zulm) sebagai kejahatan yang paling buruk (aqbah al-munkar) dalam kerangka nilai-nilai Islam Sayyid Qutb menyebutkan keadilan sebagai unsur pokok yang komprehensif dan terpenting dalam semua aspek kehidupan.
Terminologi keadilan dalam Al-Quran disubutkan dalam berbagai istilah, antara lain adl, qisth, mizan, hiss, qasd atau variasi ekspresi tidak langsung. Sementara untuk terminology untuk ketidakadilan adalah zulm, itsm, dhalal dan sebagainya. Dengan berbagai muatan makna adil tersebut, secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat kesamaan perlakuan di mata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara layak, hak menikmati pembangunan dan tidak adanya pihak yang dirugikan serta adanya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan (Danang, 2014).       
1.        Bebas Riba
Dapat dipahami bahwa bebas riba adalah tidak satupun kelebihan yang terjadi dalam tukar-menukar barang yang sejenis atau jual beli barter tanpa disertai dengan imbalan, dan kelebihan tersebut disyaratkan dalam perjanjian. Dengan demikian, apabila kelebihan tersebut tidak syaratkan dalam perjanjian maka tidak termasuk riba. Riba hukumnya haram, berdasarkan Al-Quran, sunnah, dan ijma. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah/2:275 dan Q.S. Ar-Rum/30:39.
........3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# .......š ÇËÐÎÈ                                 
Terjamahannya:
Padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q.S. Al-Baqarah/2:275).
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
Terjamahannya: 
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (Q.S. Ar-Rum/30:39).

Pada ayat pertama Allah dengan tegas melarang perbuatah riba, dan sedangkan ayat kedua juga membangdingkan antara riba dengan zakat. Riba meskipun kelihatannya bertambah, namun disisi Allah tidak bertambah. Sedangkan zakat meskipun kelihatannya mengurangi harta, namun di sisi Allah justru bertambah (Muslich, 2010). Ini berarti anjuran untuk mengeluarkan zakat dan secara tidak langsung melarang riba.    
2.        Gharar (Penipuan)
Arti kata gharar adalah resiko, tipuan dan menjatuhkan diri atau harta ke jurang kebinasaan. Secara istilahiyyah, diungkapkan oleh (Taimiyah, 2002:275) yang mengatakan bahwa gharar adalah sesuatu yang majhul (tidak diketahui) akibatnya. Sedangkan menurut (Sabiq, 1994:144) gharar adalah penipuan yang mana dengannya diperkirakan mengakibatkan tidak ada kerelaan jika diteliti.
Di dalam Quran tidak ada nash secara khusus yang mengatakan hukum ghaarar. Menurut (Nafik, 2009:17), Allah melarang mengambil dan memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil kecuali dengan tukar menukar yang saling suka (ridha), seperti telah disebutkan dalam Q.S An-Nisa/4:29.
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Terjamahannya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu [287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Q.S An-Nisa/4:29)”.
Allah juga melarang umat manusia membawa urusan harta ke pengadilan dengan tujuan untuk dapat mengambil harta sesamanya dengan cara yang bathil walaupun mungkin disahkan oleh pengadilan atau seorang hakim. Praktik bathil ini sering terjadi hanya karena sebenarnya pihak yang memliki harta tersebut leah dalam hukum dan lemah dalam mempertahankan hartanya. Kemungkinan kejadian ini akan banyak terjadi diantara sesama manusia pada masa sekarang, maka Allah telah mengantisipasinya dengan menginatkan dan melarang perbutan yang demikian (lidinillah, 2015).
D.      Konsep Rantai Nilai
Menurut Porter ( 1985 ) konsep rantai nilai menyediakan suatu kerangka yang sesuai untuk menjelaskan bagaimana suatu kesatuan organisasi dapat mengelola pertimbangan yang substansial dalam mengalokasikan sumber dayanya, menciptakan pembedaan dan secara efektif mengatur biaya-biayanya. Porter selanjutnya mengajukan suatu model rantai nilai sebagai alat untuk mengidentifikasi cara-cara menghasilkan nilai tambah bagi konsumen, yang mana ada model ini ditampilkan keseluruhan nilai yang terdiri dari aktifitas- aktifitas nilai dan keuntungan (margin), aktifitas nilai dibagi menjadi lima aktifitas utama (primary activities) dan empat aktifitas pendukung (support activities). Aktifitas utama digambarkan secara berurutan yaitu membawa bahan baku ke dalam bisnis (inbound logistic), diubah menjadi barang jadi (operation), mengirim barang yang sudah jadi (outbound logistic), menjual barang tersebut (marketing and sales) dan memberikan layanan purna jual (service).
1.         Tahapa Analisis Value Chain
Penentuan di bagian mana perusahaan berada dari seluruh value chain merupakan analisis stratejik, berdasarkan pertimbangan terhadap keunggulan bersaing yang ada pada setiap perusahaan untuk mencapai tata kelolah perusahaan yang baik (GCG), yaitu dimana perusahaan dapat memberikan nilai terbaik untuk pelanggan utama dengan biaya serendah mungkin.
a)        Mengidentifikasi aktivitas Value Chain
Perusahaan mengidentifikasi aktivitas value chain yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam proses desain, pemanufakturan, dan pelayanan kepada pelanggan. Beberapa perusahaan mungkin terlibat dalam aktiviatas tunggal atau sebagian dari aktivitas total. Contohnya, beberapa perusahaan mungkin hanya memproduksi, sementara perusahaan lain mendistribusikan dan menjual produk.

Pengembangan value chain berbeda-beda tergantung pada jenis industri. Contohnya dalam perusahaan industri, fokusnya terletak pada operasi dan advertensi serta promosi dibandingkan pada bahan mentah dan proses pembuatan. Aktivitas seharusnya ditentukan pada level operasi yang relatif rinci, yaitu level untuk bisnis atau proses yang cukup besar untuk dikelola sebagai aktivitas bisnis yang terpisah dampaknya out-put dari proses tersebut mempunyai “market value” .
b)        Mengidentifikasi Cost driver pada setiap aktivitas nilai
Cost Driver merupakan faktor yang mengubah jumlah biaya total, oleh karena itu tujuan pada tahap ini adalah mengidentifikasikan aktivitas dimana perusahaan mempunyai keunggulan biaya baik saat ini maupun keunggulan biaya potensial. Misalnya agen asuransi mungkin menemukan bahwa Cost Driver yang penting adalah biaya pecatatan berdasarkan pelanggan.
c)      Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan mengurangi biaya atau menambah nilai.
Pada tahap ini perusahaan menentukan sifat keunggulan kompetitif potensial dan saat ini dengan mempelajari aktivitas nilai dan cost driver yang diidentifikasikan diatas. Dalam melakukan hal tersebut, perusahaan harus melakukan hal-hal berikut :
(a)    Mengidentifikasi keunggulan kompetitif (Cost Leadership atau diferensiasi).
Analisis aktivitas nilai dapat membantu manajemen untuk memahami secara lebih baik tentang keunggulan-keunggulan kompetitif stratejik yang dimiliki oleh perusahaan dan dapat mengetahui posisi perusahaan secara lebih tepat dalam value chain industri secara keseluruhan. Contohnya, dalam industri komputer, perusahaan tertentu (missal Hewlet Packard) tertutama memfokuskan pada desain yang inovatif, sementara perusahaan lainnya (misal, Texas Instrument dan Compaq) memfokuskan pada pemanufakturan biaya rendah.
(b)   Mengidentifikasi peluang akan nilai tambah.
Analisis aktivitas nilai dapat membantu mengidentifikasi aktivitas dimana perusahaan dapat menambah nilai secara siginifikan untuk pelanggan, contohnya, merupakan hal yang umum sekarang ini bagi pabrik-pabrik pemrosesan makanan dan pabrik pengepakan untuk mengambil lokasi yang dekat dengan pelanggan terbesarnya supaya dapat melakukan pengiriman dengan cepat dan murah. Serupa dengan hal tersebut, perusahaan pengecer seperti Wal-Mart menggunakan teknologi yang berbasis komputer untuk melakukan koordinasi dengan para supplier suppelier.
(c)      Mengidentifikasi peluang untuk mengurangi biaya.
Studi terhadap aktivitas nilai dan cost driver dapat membantu manajemen perusahaan menentukan pada bagian mana dari value chain yang tidak kompetitif bagi perusahaan. Contohnya, Intel Corp pernah memproduksi computer chips dan computer board, seperti Modem, tetapi untuk berbagai alasan perusahaan meninggalkan porsi dalam industri dan sekarang lebih memfokuskan pada terutama pada pembuatan prosesor. Serupa dengan hal tersebut, beberapa perusahaan mungkin mengubah aktivitas nilainya dengan tujuan mengurangi biaya.
Analisis value chain dapat dipergunakan untuk menentukan pada titik-titik mana dalam rantai nilai yang dapat mengurangi biaya atau memberikan nilai tambah (value added). Sebaliknya dalam perolehan bahan baku atau proses advertensi dan promosi, Langkah pertama; dalam value chain untuk pemerintah atau organisasi yang tidak berorientasi pada laba adalah membuat pernyataan tentang misi sosial organisasi tersebut, termasuk kebutuhan masyarakat spesifik yang dapat dilayani. Tahap Kedua; adalah mengembangkan sumber daya untuk organisasi, baik personel maupun fasilitasnya. Tahap ketiga dan Tahap keempat; adalah melakukan operasi organisasi dan memberikan jasa kepada masyarakat.
Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas tersebut tidak independen tapi interdependen. Masing-masing pihak memerlukan nilai dari pihak lain untuk memaksimalkan nilai produk yang dihasilkan. Perusahaan harus mengidentifikasi posisi perusahaan pada rantai nilai tersebut, apakah berada dibagian supplier, manufaktur, bagian pemasaran atau penaganan purna jual. Hal ini penting untuk memahami karakteristik industri tersebut dan saingan yang ada.
2.         Analisis Biaya Berdasarkan Analisis Value Chain
Value chain merupakan sarana utama bagi analisis biaya karena setiap aktivitas nilai mempunyai struktur biaya sendiri dan perilaku biayanya dapat dipengaruhi oleh hubungan dan antar hubungan dengan aktivitas lain didalam maupun diluar perusahaan. Cost advantage terjadi jika biaya kumulatif yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan aktivitas nilai lebih rendah dibandingkan dengan pesaingnya dan cost advantage ini akan dapat bertahan jika sumber cost advantage perusahaan tersebut sukar ditiru oleh pesaing.
Analisis biaya ini penting untuk mengukur sejauh mana efisiensi perusahaan dalam melakukan akivitas-aktivitas tersebut dengan menganalisis pada aktivitas nilai mana yang merupakan non value added activities, sehingga perlu dihilangkan karena hal tersebut hanya membebani biaya tapi tidak menambah nilai pada perusahaan yang bersangkutan; dan pada aktivitas mana yang justru perlu diperkuat sehingga suatu biaya akan dapat diketahui peranannya, khususnya dalam rangka mencapai cost leadership. Dengan demikian dapat diperoleh suatu gambaran distribusi biaya yang dapat mendukung keunggulan kompetitif dan strategi perusahaan.



E.       Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 bahwa prinsip-prinsip dalam GCG bahwa harus menerapkan prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), profesional (professional), kewajaran (fairness), dan pertanggungjawaban (responsibility). Selain itu Prinsip dasar pelaksanaan GCG ini juga dijelaskan dalam pedoman Good Governance Bisnis Syariah (GGBS). Prinsip ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.         Keterbukaan
barang siapa yang melakukan ghisy (menyembunyikan informasi yang diperlukan dalam transaksi) bukan termasuk umat kami”, maka semua transaksi harus dilakukan secara transparan. Tranparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan. Transparansi diperlukan agar pelaku bisnis syariah menjalankan bisnis secara objektif dan sehat.
Pelaku bisnis syariah harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah, prinsip keterbukaan yang dianut oleh pelaku bisnis syariah tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan organisasi sesuai dengan peraturan perundangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

2.         Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan asas penting dalam bisnis syariah sebagaimana tercermin dalam Q.S Al-Isra/17: 36
wur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ
Terjamahaanya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (Q.S Al-Isra/17: 36)”.
Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Pelaku bisnis syariah harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan pelaku bisnis syariah dengan tetap memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya.
3.         Responsibilitas
Dalam hubungan dengan asas responsibilitas (responsibility), pelaku bisnis syariah harus mematuhi peraturan perundangan dan ketentuan bisnis syariah, serta melaksanakan tanggung-jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Tanggungjawab atas perbuatan manusia dilakukan baik di dunia maupun di akhirat, yang semuanya direkam dalam catatan yang akan dicermatinya nanti, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isra/17: 14
ù&tø%$# y7t6»tGÏ. 4s"x. y7Å¡øÿuZÎ/ tPöquø9$# y7øn=tã $Y7ŠÅ¡ym ÇÊÍÈ
Terjemahaannya:
 "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu Ini sebagai penghisab terhadapmu (Al-Isra /17: 14)".
Dengan pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat terpelihara kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai pelaku bisnis yang baik (good corporate citizen). Oleh karena itu, maka:
a.       Pelaku bisnis syariah harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan bisnis syariah dan perundangan, anggaran dasar serta peraturan internal pelaku bisnis syariah (by-laws).
b.      Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan isi perjanjian yang dibuat termasuk tetapi tidak terbatas pada pemenuhan hak dan kewajiban yang yang disepakati oleh para pihak.
c.       Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan tanggung jawab sosial antara lain dengan peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar tempat berbisnis, dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.


4.         Independensi
Dalam hubungan dengan asas independensi (independency), bisnis syariah harus dikelola secara independen sehingga masing-masing pihak tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Independensi terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah yaitu tetap berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus menghadapi risiko, Allah SWT berfirman dalam Q.S. Fushshilat/41: 30.
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qä9$s% $oYš/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøŠn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# žwr& (#qèù$sƒrB Ÿwur (#qçRtøtrB (#rãÏ±÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. šcrßtãqè? ÇÌÉÈ
Terjemahaannya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu (Q.S. Fushshilat/41: 30)".
Independen merupakan karakter manusia yang bijak (ulul al-bab) yang dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 16 kali, yang diantara karakternya adalah “Mereka yang mampu menyerap informasi (mendengar perkataan) dan mengambil keputusan (mengikuti) yang terbaik (sesuai dengan nuraninya tanpa tekanan pihak manapun).
a)         Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen dan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b)        Masing-masing organ Perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan dan ketentuan syariah, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
c)         Seluruh jajaran bisnis syariah harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawabnya.
5.         Kewajaran dan kesetaraan
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur kesamaan perlakuan dan kesempatan. Fairness atau kewajaran merupakan salah satu manifestasi adil dalam dunia bisnis. Setiap keputusan bisnis, baik dalan skala individu maupun lembaga, hendaklan dilakukan sesuai kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan tidak diputuskan berdasar suka atau tidak suka. Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis, baik di dunia maupun di akhirat, Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Maidah/5:8.
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtB̍ôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
Terjemahaanya:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Maidah/5:8)”.
Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam usul fikih terdapat sebuah kaidah yang diturunkan dari sabda Rasulullah SAW, al-kharaj bidh-dhaman yang artinya bahwa usaha adalah sebanding dengan hasil yang akan diperoleh, atau dapat pula dimengerti sebagai risiko yang berbanding lurus dengan pulangan (return).
Dalam melaksanakan kegiatannya. Pelaku bisnis syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan, berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Oleh karena itu, maka:
a)        Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan pada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan organisasi serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
b)        Pelaku bisnis syariah harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan.
c)        Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan pegawai, berkarir, dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin (gender) dan kondisi fisik.
d)       Pelaku bisnis syariah harus bersikap tawazun yaitu adil dalam pelayanan kepada para nasabah atau pelanggan dengan tidak mengurangi hak mereka, serta memenuhi semua kesepakatan dengan para pihak terkait dengan harga, kualitas, spesifikasi atau ketentuan lain yang terkait dengan produk yang dihasilkannya.
Dengan adanya penerapan prinsip ini secara baik maka hal ini akan menjadi nilai tambah bagi perusahaan syariah dalam mengembangkan usahanya di masa mendatang.
F.       Kerangka Pikir
Dalam theory of constraint merupakan salah satu cara untuk memenej batasan-batasan dalam lingkunga, gagasan utama perusahaan dalam meningkatkan throughput dapat diartikan Theory of Constraint (TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan terus-menerus suatu perusahaan (continious improvement).
TOC memiliki argumen bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing perusahaan, karena dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk yang lebih baik, harga yang lebih rendah, dan tanggapan yang lebih cepat terhadap kebutuhan pelanggan Penerapan TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga penjualan produk atau jasa yang berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat waktu sehingga perusahaan mampu beroperasi secara efisien dan efektif.
Pendekatan TOC beranggapan bahwa biaya operasional sulit untuk diubah dalam jangka pendek, sehingga TOC tidak mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual dan penggerak biaya. Oleh karena itu, TOC kurang berguna untuk mengelola biaya dalam jangka panjang. Di lain sisi, activity-based costing (ABC) mempunyai perspektif jangka panjang yang memfokuskan pada peningkatan proses dengan mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah dan mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh aktivitas yang bernilai tambah. Oleh karena itu, ABC lebih berguna untuk perencanaan profit, pengendalian biaya dan penetapan harga jangka panjang.
ABC dan TOC sama-sama digunakan untuk menetapkan profitabilitas produk. Namun keduanya juga memiliki perbedaan yaitu ABC mengembangkan suatu analisis jangka panjang yang meliputi semua biaya produk. Sedangkan TOC mengambil pendekatan jangka pendek untuk analisis profitabilitas karena teori ini hanya berdasarkan pada biaya-biaya yag berkaitan pada bahan. ABC menyediakan suatu analisis komprehensif dari penggerak biaya (cost driver) dan biaya unit yang akurat, sebagai suatu dasar untuk pengambilan keputusan strategis mengenai harga dan bauran produk dalam jangka panjang. Sebaliknya TOC menyediakan suatu metode yang berguna untuk meningkatkan profitabilitas jangka pendek melalui penyesuaian bauran produk untuk jangka pendek dan melalui perhatian pada hambatan-hambatan produksi. Keunggulan ABC adalah memusatkan perhatian pada kegiatan (aktivitas), yaitu apa yang dilakukan oleh tenaga kerja dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. ABC umumnya digunakan oleh perusahaan dengan menggunakan metode manajemen biaya seperti biaya target (target costing) dan TOC.
 Dari penjelasan diatas, Secara sederhana kerangka pikir dapat dijelaskan melalui gambar berikut:
Kerangka Pikir
Gambar 1.1 Skema kerangka pikir




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.      Jenis dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif (paradigma non-positivisme) menekankan pada pemahaman terhadap realitas sosial. Menurut Rahmat (2009), penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Dengan kata lain, Penelitian kualitatif lebih memungkinkan untuk mengupas problematika secara lebih jelas karena penelitian dilakukan secara lebih mendalam dan secara langsung terhadap objek yang diteliti dan bukan dalam bentuk statistik dengan pengukuran sesuatu seperti halnya pada penelitian kuantitatif yang berfokus pada angka-angka dan penilaian sistem.
Penelitian ini dilaksanakan di PT Semen Bosowa Maros. PT Semen Bosowa Maros adalah produsen semen terbesar di Kawasan Timur Indonesia yang menempati Lokasi areal penambangan bahan baku semen (limestone) PoaXu gamping terletak pada kawasan seluas 750 Ha di Desa Tukamasea dan Desa Baruga Kecamatan Bantimurung Kabupaten Dati II Maros. Dalam menjalankan usahanya Perusahaan berkantor pusat di JI. Urip Sumoharjo No. 188, PO. BOX 273, Makassar 90232. Pabrik Perusahaan berlokasi di Desa Tukamasea dan Desa Baruga Kecamatan Bantimurung Kabupaten Dati II Maros.
PT Semen Bosowa Maros perusahaan ini merupakan salah satu korporasi yang bergerak di bidang manufaktur, yang memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat. Selain itu PT Semen Bosowa Maros telah lama berdiri, dituntut mengimplementasikan Value Chain Analisis  (VCA).
B.       Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitan ini adalah penelitian kualitatif yang berdasarkan pada pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi (fenomena) merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman hidup manusia (sosiologi). Menurut Rahmat (2009), dalam pandangan fenomenologi peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannyaa terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.
Peneliti akan mengkaji secara mendalam isu sentral dari struktur utama suatu objek kajian seperti dengan melalui konsep Value Chain Analisi dapat mengimplementasikan prinsip syariah, perusahaan yang dapat bersinergi dengan masyarakat dan alam. Pendekatan fenomena ini dianggap lebih tepat karena sesuai dengan tujuan penelitian yang tidak hanya mencoba untuk memahami tapi juga memperkuat dan melaksanakan prinsip syariah sesuai Al-Quran dan Hadits.
C.      Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data subjek (self-report data) yang diperoleh dari wawancara dengan informan dan data dokumenter (documentary data). Selain itu jenis data yang digunakan juga adalah jenis data kualitatif, yaitu data yang berbentuk informasi, gambaran umum perusahaan, pelaksanaan dan informasi lain yang digunakan untuk membahas rumusan masalah.
Sedangkan sumber data dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa kata-kata, tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data. Selain itu data primer juga merupakan pandangan sikap, atau persepsi pelaku usaha mengenai Value Chain Analisis (VCA). Ada pun data sekunder diperoleh dari berbagai sumber tertulis yang memungkinkan dapat dimanfaatkan dalam penelitian ini akan digunakan semaksimal mungkin demi mendorong keberhasilan penelitian ini.
Dalam penelitian ini istilah yang digunakan untuk subjek penelitian adalah informan. penelitian ini memandang representasi informan terwakili oleh kualitas informasi yang diberikan oleh informan bukan jumlah informan yang dilibatkan dalam penelitian ini. Informan penelitian tersebut di atas dipandang cukup cakap dan layak untuk memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.
D.      Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1.    Penelitian Lapangan (field research)
Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan pada obyek yang meliputi:
a)    Metode observasi
Metode observasi yaitu suatu penelitan yang dilaksanakan dengan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian.
b)    Metode wawancara
Metode wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada pihak perusahaan tentang obyek penelitan yang dimaksud.
2.    Penelitan Kepustakaan (library research)
Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan literatur-literatur yang erat hubungannya dengan obyek yang diteliti. Selain itu sumber referensi dari buku maupun jurnal yang terkait dengan masalah penelitian.
3.    Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan  catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Misalnya web perusahaan, laporan keuangan, gambar perusahaan, dan lain–lain. Informasi, data yang diperlukan dalam penelitian ini juga kami peroleh dari studi dokumentasi. Sebelum penelitian lapangan, peneliti telah melakukan telaah terhadap buku literatur, majalah, jurnal, hasil seminar, artikel baik yang tersedia dalam media on-line (internet) maupun yang ada dalam perpustakaan.
4.    Internet searching
Mengakses website dan situs-situs yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan masalah dalam penelitan ini. Menggunakan internet sebagai bahan acuan atau referensi dalam menemukan fakta atau teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

E.       Instrument Penelitian
Instrument penelitian adalah suatu alat yang mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Adapun alat-alat penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian sebagai berikut:
1.    Perekam suara
2.    Handphone
3.    Kamera
4.    Alat tulis
F.       Tehnik Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data kualitatif digunakan bila data-data  yang terkumpul dalam riset adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat  berupa  kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi baik yang diperoleh dari  wawancara mendalam maupun observasi. Untuk memperoleh data digunakan teknik-teknik pengumpula data studi dokumen/kepustakaan dan wawancara yang dilakukan secara terarah dan mendalam.
Menurut Miles dan Hubermen proses pengelolaan data dan analisis data dalam penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yang meliputi tahap reduksi data, tahap penyajian data, dan tahap penarikan kesimpulan/verifikasi data. Langkah tersebut dapat dijelaskan ke dalam tiga tahap berikut:
1.    Reduksi Data
Reduksi data dilakukan dengan jalan memfokuskan perhatian dan pencarian materi penelitian dari berbagai literatur yang digunakan sesuai dengan pokok masalah yang telah diajukan pada rumusan masalah. Data yang relevan dianalisis secara cermat, sedangkan yang kurang relevan disisihkan.
2.    Penyajian Data
Penyajian data yang dilakukan peneliti ada dua tahapan penyajian, yaitu tahap deskriptif dan tahap evaluatif/kritik.
a)    Tahap deskriptif dimulai dengan mengidentifikasi data dari hasil reduksi data yang dilakukan sebelumnya, dilanjutkan dengan menjelaskan data yang memiliki hubungan dengan nilai-nilai sosial dan diakhiri dengan merumuskan alat analisis yang digunakan untuk menganalisa objek kritik.
b)   Tahap evaluasi/kritik ini dilakukan untuk mengevaluasi implementasi Value Chain Analisis (VCA) yang berprinsip syariah perusahaan bersinergi terhadap masyarakat.
3.    Penarikan kesimpulan
Dari pengumpulan data dan analisa yang telah dilakukan, peneliti mencari makna dari setiap gejala yang diperolehnya dalam proses penelitian, mencatat keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini, dan implikasi positif yang diharapkan bisa diperoleh dari penelitian ini.
Penentuan sampel dipilih secara purposive-sampling, yaitu dengan menentukan 1 (satu) perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan yakni PT Semen Bosowa Maros dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan besar yang keberadaannya berdampak baik positif maupun negatif terhadap masyarakat sekitar.
Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif, langkah analisis yang digunakan atau yang ditempuh adalah memaparkan, mengambarkan bagaimana impelementasi Value chain analisis berdasarkan prinsip syariah dikategorikan sebagai tata kelolah perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) serta mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak-pihak yang terkait, seperti: mengenai Value chain analisis yang berdasakan prinsip syariah, Value chain analisis yang diterapkan pada, PT Semen Bosowa Maros. Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu data primer yang diperoleh dari wawancara, observasi dan studi lapangan, kemudian dianalisis, teori dan pendapat pakar yang relevan.
G.      Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif validitas dan realibilitas dinamakan sebagai kredibilitas. Penelitian kualitatif memiliki dua kelemahan utama yaitu: (a) Peneliti tidak 100 % independen dan netral dari research setting; (b) Penelitian kualitatif sangat tidak terstuktur (messy) dan sangat interpretive.
Penelitian ini menggunakan prosedur triangulation karena penelitian ini menggunakan berbagai sumber data, teori, metode dan investigator secara konsisten sehingga menghasilkan informasi yang akurat. Triangulation artinya menggunakan berbagai pendekatan dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu, untuk memahami dan mencari jawaban atas pertanyaan penelitian, peneliti dapat mengunakan lebih dari satu teori, lebih dari satu metode (inteview, observasi dan analisis dokumen.
Prosedur ini menggunakan berbagai pendekatan dalam melakukan penelitian untuk memahami dan mencari jawaban atas pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini hanya dipilih dua  jenis triangulasi yang dianggap sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu, Triangulasi Sumber Data dan Triangulasi Teori.
Triangulasi Sumber Data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.
Kemudian Triangulasi Teori, dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan.

                                    DAFTAR PUSTAKA
Akyun, Kurrota. 2012. Analisis Value Chain Sebagai Alat Strategic Cost Management Untuk Menciptakan Keunggulan Bersaing Dalam Upaya Meningkatkan Profabilitas Perusahaan . Studi pada Unit Usaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ASA Perum Jasa Tirta 1 Malang.
Blocher, Edward J., Kung H. Chen dan Thomas W. Lin. 2000. Manajemen Biaya. Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. 2000: 17.
Brimson, James., A. 1991. Actifity Accounting: An activity Based Costing Approach. New York. Jonh Wiley and Sons.
Blocher, Edward J., Kung H. Chen dan Thomas W. Lin. 2000. Manajemen Biaya. Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. 2000: 175.
Chapra, U. dan H. Ahmed. 2008. Corporate Governance Lembaga Syariah. Jakarta. Bumi Aksara. 2008.
Danang, W. M. 2015. Penerapan Prinsip Syariah dalam Permodalan Bank Syariah. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Media Hukum. Vol. 21, No. 1, juni: 2014.
Danang, W. M. 2012. Konsep Falah Dalam Pengaturan Bank Syariah dan Pembuatan Kontrak Pada Bank Syariah, Disertasi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Ellitan, Lena. 2008. Manajemen Strategi Operasi. Bandung: Alfabeta.
Friska, S. 2010. Value Chain Analisis (Analisis Rantai Nilai) untuk Keunggulan Kompetitif Melalui Keunggulan Biaya. Staf Pengajar Fakultas Ekonomi USU. Jurnal Ekonomi, Vol. 13, No. 1, Januari 2010: 36-44.
Gusnardi, 2010. Theory Of Constraint (TOC).Dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Riau-Pekanbaru Kampus Bina Widya Simpang Baru Pekanbaru. Pekbis jurnal. Vol. 2, No. 3, November 2010: 336-345.
Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. 2001. Manajemen Biaya: Akuntansi dan Pengendalian. Edisi Pertama. Buku Satu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Kitab Suci Al-Qur’an Depertemen Agama R.I. Q.S. An Nahl/16:69. Code: BP-11/0-1/1111990 
Lidinillah, Achmad H. dan Imron. Mawardi. 2015. Praktek Gharar Pada Hubungan Bisnis UMKM-EKSPORTIR FURNTUR DI JEPARA. Mahasiswa Program Studi S1 Ekonomi Islam. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Depertemen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. JESTT Vol. 2, No. 2 Februari 2015: 108-129.
Mintzberg, H., 1978. Pattern In strategy Formulation. Management Science, 24 (9): 934-948.
Mildawati, Titik. 2006. Pemberdayaan Koperasi Melalui Value Chain Untuk Menciptakan Keunggulan Bersaing. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya. EKUITAS Akreditasi No. 55a/DIKTI/Kep/2006. ISSN 1411-0393.
Mangifera, Liana. 2015. Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Pada Produk Batik Tulis Di Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 19, No 1, Juni 2015: 24-33.  
Mulyadi, 2007. Sistem akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Muslich, A. W. 2010.Fiqih Muamalat.Jakarta, Amzah. 2010: 259-260.
Nurimansyah, 2011. Analisis Rantai Nilai ( Value Chain ) industri Pakaian Jadi di Indonesia, MM UGM.
Oktavia, Jessica. 2013. Penerapan Value Chain Analysis Sebagai Alat Untuk Menganalisa Cost Reduction Dalam Rangka Mendukung Terciptanya Keunggulan Bersaing di PT Semen Bosowa Maros. Jurusan Akuntansi Universitas Hasanuddin Makassar 2013.
Pearce dan Robinson. 2008. Manajemen Strategis, Formulasi , Implementasi dan Pengendalian, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.   
Prasojo. 2015. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah. Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana. Jurnal Dinamika Akuntansi Dan Bisnis. Vol. 2, No. 1, Maret 2015: 59-69.

Papazoglou, M.P., Ribbers, P., and Tsalgatidou, A. 2000. Integrated Value Chains and their Implication from a Business and Technology Standpoint.  Decision Support Systems, Vol. 29, No.4, 2000: 323-342.
R, A., Supriyono. 2002. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
Rahmat, P. Saeful. 2009. Penelitian Kualitatif. Equilibrium Vol. 5, No 9. Juni 2009: 1-8.
Ristifani, 2009. Analisis Implementsi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Dan Hubungannya Terhadap Kinerja PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma.
Syukron, Ali. 2013. Good Corporate Governance Di Bank Syariah. STAI Darul Ulum Bayuwangi. Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No.1. 2013, ISSN: 2088-6365.
Sabiq, Sayyid. 1994. Fiqih Sunnah, jilid III.Kairo: Dar’al-Fath li A’lam al-Arabiy.
Setyaningrum. R. M. dan M. Fauzan, Hamidy. 2008. Analisis Biaya Produksi Dengan Pendekatan Theory Of Constraint untuk Meningkatkan Laba. Staf Pengajar FE Jurusan Akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis. Vol. 8, No. 1, Maret 2008: 26-36.  
Taimiyah, Ibnu. 2002. Majmu’ al-Fatawa.,juz III. Beirut: Dar’al Fikri.
Tim Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII bekerja sama dengan Bank Indonesia, 2008: 59-65.
Umble, dan Srikant M. L. 1996. Synchronous Manufacturing: Principles for World-Class Excellence. Spectrum Publishing Company, Connecticut.
Porter, E. M. 1985. Competitive Advantage-Creating and Sustaining SuperiorPerformance, New York : Free Press.
Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah (GGBS) dikeluarkan oleh KNKG (2011).
Wisdaningrum, Oktavima. 2013. Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Dalam Lingkungan Internal Perusahaan. Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi. Analisis, Vol.1, No. 1, April 2013: 40-48.


 



                  
 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“SISTEM INFORMASI MANAJEMEN” MENGELOLA PENGETAHUAN

“SISTEM INFORMASI MANAJEMEN” MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEDEKATAN DENGAN PELANGGAN: APLIKASI PERUSAHAAN

RESUME SIM MENGELOLA SISTEM GLOBAL