PERSEPSI PROFESI AKUNTAN DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP MANAJEMEN LABA
PERSEPSI PROFESI
AKUNTAN DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP MANAJEMEN LABA
Disusun oleh :
INDAH
PUSPITA SARI 10800111057
UMAR
MAULANA 10800112072
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin majunya peradaban manusia
menyebabkan pentingnya pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan sebagai bagian
dari proses transaksi. Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan
informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam pengambilan
keputusan. Akuntansi sangat berkaitan dengan laporan keuangan dimana laporan
keuangan merupakan hal dasar dalam penentuan untuk menilai keuangan suatu
perusahaan.
Laporan
keuangan juga dapat menjadi bahan informasi dalam pengambilan keputusan berbagai
pihak dalam suatu perusahaan. Informasi dalam laporan keuangan merupakan
tanggung jawab
manajemen dapat digunakan sebagai media komunikasi untuk menghubungkan
pihak-pihak yang berkepentingan. Salah
satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur
kinerja manajemen adalah laba[1]. Laba
merupakan hasil yang diperoleh suatu perusahaan dalam
suatu periode yang keberadaannya tidak menentu tinggi/
rendahnya yang diperoleh suatu perusahaan. Laba juga merupakan salah satu
parameter kinerja perusahaan yang mendapatkan perhatian utama dari investor dan
kreditur karena mereka menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja manajemen.
Kualitas laba didasarkan pada Konsep Kualitatif Kerangka Konseptual[2].
Laba yang berkualitas adalahlaba yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan
yaitu memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan
komparabilitas/konsistensi. Selain itu, laba berkualitas adalah laba yang dapat
digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi harga dan return saham[3].
Kualitas laba yang rendah dapat mengakibatkan para pemakai laporan keuangan
melakukan kesalahan dalam pembuatan keputusan sehingga nilai perusahaan akan
berkurang[4]
. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh manajemen dalam proses penyusunan
laporan keuangan terutama pengaruhnya terhadap tingkat laba dalam tanggung jawab manajemennya dengan melakukan hal yang dapat
merugikan perusahaan yaitu
praktik manajemen laba.
Istilah
earnings management atau lebih dikenal dengan manajemen laba mungkin tidak terlalu
asing bagi para pemerhati manajemen dan akuntansi, baik praktisi maupun
akademisi. Istilah tersebut mulai menarik perhatian para peneliti, khususnya
peneliti dibidang akuntansi, karena sering dihubungkan dengan perilaku manajer
atau para pembuat laporan keuangan (preparers of financial statements).
Manajemen laba diduga muncul dan dilakukan oleh manajer/para
pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi
karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan.
Manajemen laba menjadi menarik untuk diteliti karena dapat memberikan gambaran terhadap perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada
suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu
yang mendorong mereka untuk memanaje atau mengatur data keuangan yang
dilaporkan.[5]
Manajemen laba merupakan suatu proses
perubahan laporan keuangan yang dilakukan seorang manajer dengan cara
menyajikan laporan keuangan yang menaikkan (menurunkan) laba pada periode
tertentu sesuai keinginan manajer untuk mendapatkan keuntungan tersendiri.
Praktik manajemen laba merupakan tindakan yang dapat menyesatkan pemakai
laporan keuangan karena menyajikan informasi yang tidak akurat, terkadang dapat menyebabkan terjadinya tindakan
ilegal. Misalnya saja menyajikan laporan keuangan perusahaan tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
Manajemen laba merupakan salah satu
faktor yang mengakibatkan kurangnya kredibilitas dalam laporan keuangan, dimana
praktik manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan yang dapat
mengganggu pengguna laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil dari
rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
Manajemen laba juga tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi
data atau informasi akuntansi (Laporan keuangan), tetapi lebih condong
dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi yang secara
sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP.
Dalam keperilakuan, praktik manajemen
laba dianggap sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political
costs (opportunistic earnings management).[6]
Jika praktik manajemen laba dipandang
dari segi bisnis islam, maka praktik manajemen laba dapat dikaitkan dengan
perilaku atau akhlak seseorang yang tidak jujur dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Hal ini dapat dikaitkan dengan ayat yang terdapat pada surah
Al-maidah (8) yaitu sebagai berikut :
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. úüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( wur öNà6¨ZtBÌôft ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã wr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 cÎ) ©!$# 7Î6yz $yJÎ/ cqè=yJ÷ès?
Terjemahnya :
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah
kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.s Al-Maidah : 8)
Pada kenyataannya
terdapat pandangan yang berbeda-beda terhadap praktik manajemen laba dan hal
ini menimbulkan dilema etis. Pada satu sisi, manajemen laba dipandang sebagai
suatu tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena dengan adanya
manajemen laba infomasi yang diberikan tidak sepenuhnya mencerminkan keadaan
perusahaan dan mengaburkan nilai perusahaan sesungguhnya. Tindakan tersebut
dapat menyebabkan stakeholders keliru dalam mengambil keputusan. Pada
sisi yang lain, manajemen laba dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan
merupakan tindakan rasional untuk memanfaatkan fleksibilitas dalam ketentuan
untuk pelaporan keuangan.
Adanya persepsi
yang berbeda terhadap persoalan-persoalan etis dapat terjadi karena perbedaan
profesi diantaranya Rahmawati dan Sulardi pada tahun 2003, Elias tahun 2002;
Cole dan Smith tahun 1996; Fischer dan Rosenzweig tahun 1995, jenis kelamin
diantaranya Rueger dan King pada tahun 1992; Sikula dan Costa tahun 1994;
Tsalikis dan Ortiz-Buonafina pada tahun 1990; Betz, O’Connell; Shepard tahun
1989, karakteristik personal misalya Arlow 1991, keyakinan misalnya Pomeranz
tahun 2004, budaya misalnya Spain dkk. Tahun 2002 dan sebagainya.[7]
Hal ini menunjukkan
adanya perbedaan persepsi profesi akuntan dan mahasiswa akuntansi terhadap
praktik manajemen laba. Profesi akuntan
disini adalah pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan seperti
akuntan manajemen, akuntan pajak dan akuntan publik. Sedangkan mahasiswa
akuntansi yang dimaksudkan disini yaitu mahasiswa akuntansi yang telah
menjalani mata kuliah teori akuntansi/ akuntansi keuangan khususnya semester 4
dan 6 yang telah memahami tentang apa itu praktik manajemen laba dalam ilmu
akuntansi. Maka dengan demikian dalam penelitian ini akan membandingkan
persepsi antara profesi akuntan dan mahasiswa akuntansi terhadap praktik
manajemen laba. Profesi akuntan dalam penelitian ini yaitu akuntan manajemen,
akuntan pajak dan akuntan publik. Sedangkan untuk mahasiswa akuntansi dalam
penelitian ini yaitu mahasiwa akuntansi yang berada ditiga Universitas Negeri
yang berada di Makassar (UIN, UNM dan UNHAS).
B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
Fokus Penelitian ini adalah persepsi profesi akuntan dan mahasiswa akuntansi terhadap praktik
manajemen laba, dilaksanakan dalam kurun waktu bulan April hingga Mei dengan cara pembagian kuisioner
baik secara langsung ataupun melalui link. Adapun lokasi yang akan dijadikan objek penelitian terdapat pad tiga (3)
KAP di Kota Makassar yaitu
1. KAP Drs. H. Muhammad Fadjar,
Rekanan juga dengan KAP Indra, Sumijono di JL.kumala II Kota Makassar
2. KAP Usman dan Rekan di JL.
Maccini Tengah Kota Makassar, dan
3. KAP Mansyur Sain dan Rekan JL. Mesjid
Raya No. A/8 Kota Makassar dan Tiga (3) Universitas Negeri di Makassar (UIN,
UNM dan UNHAS).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, masalah yang akan
diteliti adalah apa sajakah perbedaan dan persamaan yang dapat ditemukan dalam persepsi profesi
akuntan dan mahasiswa akuntansi terhadap
praktik manajemen laba, dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana persepsi profesi akuntan (Akuntan
Publik, Akuntan pajak, Akuntan
manajemen) dan mahasiswa akuntansi (UIN, UNHAS dan UNM) terhadap praktik manajemen
laba ?
D.
Kajian Pustaka
Ringkasan penelitian empiris
yang terdahulu, dengan objek pokok manajemen laba yaitu sebagai
berikut :
Abdullah, w dalam
penelitiannya Persepsi
Akuntan Publik dan Mahasiswa tentang penerimaan etika terhadap praktik
manajemen laba, hasil penelitiannya yaitu terdapat perbedaan persepsi
akuntan publik dan
mahasiswa magister akuntansi dan magister manajemen, dimana seluruh faktor
pertimbangan penerimaan etika terhadap praktik manajemen laba mempengaruhi
persepsi akuntan publik, dan para mahasiswa. Nampak pada
faktor konsistensi dengan PABU mempunyai tingkat signifikansi yang paling
berpengaruh terhadap persepsi responden.[8]
Fischer and Rosenzweg, dalam penelitiannya Attitude
of students and accounting practitioners concerning the ethinal acceptability
of earning management menghasilkan Perbandingan respon antar
kelompok responden adalah berbeda secara signifikan. Urutan penerimaan etika
manajemen laba dengan manipulasi metode akuntansi adalah mahasiswa MBA,
mahasiswa akuntansi, dan praktisi akuntansi. Sedangkan untuk memanipulasi
dengan keputusan operasi adalah praktisi akuntansi, mahasiswa MBA, dan
mahasiswa akuntansi.[9]
Dwiyanti Sudaryanti, dalam penelitiannya persepsi etis staf pengajar dan mahasiswa
jurusan akuntansi dan manajemen terhadap praktik Earnings Management yang menghasilkan Staf pengajar dan mahasiswa akuntansi
dan manajemen memiliki persepsi etis terhadap earnings management yang tidak
berbeda secara signifikan. Sedangkan keseluruhan factor yang dianggap
mempengaruhi persepsi tidak berpengaruh secara signifikan, kecuali pada satu
factor yaitu konsistensi pada PABU.[10]
Patricia M. Dechow and Douglas J. dalam penelitiannya Earnings
Management : Reconciling The Viewa Of Accounting Academics, Practitioners, and
Regulators yang menyimpulkan bahwa untuk
perbedaan antara akademik dan regulator persepsi manajemen laba. Regulator dan
praktisi melihat manajemen laba karena keduanya meresap dan bermasalah,
akademisi cenderung kurang peduli. Akademisi mengecilkan masalah tersebut karena
dua alasan : Pertama, Fokus berkepanjangan pada insentif yang mungkin kurang
pending dibandingkan pasar modal insentif untuk manajemen laba (Misalnya
Rencana Bonus, perjanjian utang, politik, biaya). Fokus ini telah ditopang oleh
asumsi bahwa pasar adalah “Efisien”. Kedua, sebuah kesulitan dalam manajemen
laba modeling. Secara khusus, sementara definisi manajemen laba harus
terstruktur dalam hal pengelolaan “Niat” untuk uji hipotesis peneliti harus
“Mengoperasionalkan” definisi ini mengidentifikasikan apa akrual atau akun yang
dikelola dan bagaimana. Hal ini sulit dilakukan dengan menggunakan atribut
angka akuntansi yang dilaporkan. Sebaliknya menurut Regulator dan Praktisi
cenderung melebih-lebihkan sejauh mana masalah untuk alasan berikut : “manajemen
laba, jelas bukan solusi optimal. Beberapa manajemen laba yang diharapkan dan
harus ada dipasar modal. Hal ini diperlukan karena kebutuhan mendasar bagi
pertimbangan dan estimasi untuk melaksanakan akrual akuntansi. Efek urutan
pertama memungkinkan penilaian dan perkiraan adalah untuk menghasilkan jumlah
laba yang menyediakan “Lebih baik’’ ukuran ekonomi kinerja dari arus kas.
Menghilangkan semua fleksibilitas pada gilirannya akan hilang dengan
menggunakan laba sebagai ukuran kinerja ekonomi.[11]
Warsito
Ka Wedar, dalam penelitian sikap
etis akuntan dan
pengguna jasa akuntan terhadap praktik manajemen laba, menghasilkan adanya perbedaan sikap etis antara
akuntan dan pengguna jasa akuntan terhadap dimensi konsistensi terhadap prinsip
akuntansi yang berterima umum, arah manajemen laba, materialitas laba, dan
periode akibat dalam praktik manajemen laba. Tidak ada perbedaan sikap etis
antara akuntan dan pengguna jasa akuntan terhadap dimensi tipe manajemen laba
dan tujuan dalam praktik manajemen laba.[12]
Winda Astuti,
Wiwik Tiswiyanti, dan Reka Mayarni, yang meneliti Perbedaan persepsi etis mahasiswa akuntansi yang
sudah bekerja dan yang belum bekerja
terhadap praktik Earnings management. Hasil penelitiannya yaitu dari keempat faktor situasional
yang mempengaruhi praktik earnings management yaitu jenis menipulasi, arah
manipulasi, materialitas dan kecenderungan ternyata mahasiswa akuntansi yang sudah
bekerja dan yang belum bekerja memiliki persepsi yang berbeda. Perbedaan ini juga
ditunjukkan oleh mean rank berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mahasiswa
akuntansi yang sudah bekerja dan yang belum bekerja, dan didapati bahwa
mahasiswa akuntansi yang belum bekerja melihat etis tidaknya praktik earnings
management dengan mempertimbangkan terlebih dahulu materialitas,
kemudian berturut-turut kecenderungan, arah manipulasi dan jenis manipulasi.
Sedangkan untuk mahasiswa akuntansi yang sudah bekerja melihat etis tidaknya
praktik earnings management dengan mempertimbangkan terlebih
dahulu jenis manipulasi, kemudian berturut-turut arah manipulasi, kecenderungan
dan materialitas.[13]
Theresia Purbandari, yang meneliti Perbedaan persepsi etis mahasiswa akuntansi terhadap praktik
manajemen laba (Studi pada mahasiswa akuntansi perguruan tinggi swasta di
EKS-Karesidenan Madiun) dan hasilnya terdapat perbedaan etis
mahasiswa akuntansi untuk variable tipe manajemen laba, konsistensi dengan
PABU, arah manajemen laba, dan materialitas. Sedangkan tidak terdapat perbedaan
persepsi etis mahasiswa Akuntansi untuk variable periode akibat manajemen laba
dan tujuan manajemen laba.[14]
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitiaan
Praktik manajemen laba bisa dikatakan merupakan
perilaku menyimpang yang bersifat legal yang mengakibatkan pengguna laporan
keuangan terjerumus misalnya saja melakukan kecurangan dalam laporan keuangan
tersebut. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan sikap seorang
manajer yang menganggap bahwa manajemen laba merupakan tindakan yang layak
dalam menanggung tanggung jawab yang dipikulnya dalam suatu perusahaan. Oleh
karena itu
maka tujuan penelitian ini yaitu untuk mendapatkan temuan empiris tentang ada atau tidaknya
perbedaan persepsi etika profesi akuntan (Akuntan manajemen, akuntan pajak,
akuntan publik) dan mahasiswa akuntansi terhadap penerapan praktik manajemen
laba.
2.
Kegunaan Penelitian
Diharapkan dalam penelitian ini :
a. Aspek Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan dan meluruskan tentang
persepsi-persepsi terhadap praktik manajemen laba, sehingga tidak ada lagi
kesenjangan persepsi terhadap praktik manajemen laba.
b. Aspek Praktisi, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang praktik manajemen laba dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.
c. Aspek akademisi, penelitian
ini diharapkan
dapat menambah wawasan dan meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin ilmu yang telah
digeluti selama ini (Akuntansi).
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Keagenan (Agency Theory)
Agency Theory secara formal berasal pada awal tahun 1970, namun konsep dibalik itu
memiliki sejarah panjang dan beragam. Diantaranya adalah pengaruh teori properti hak, ekonomi organisasi, hukum kontrak, dan
filsafat politik, termasuk karya Locke dan Hobbes. Sebagian ilmuan penting
terlibat dalam periode formatif teori agenci di tahun 1970-an termasuk Armen
Alchian, Harold Demsetz, Michael Jensen, William Meckling, dan S.A. Ross.[15]
Teori
keagenan (Agency theory) merupakan
basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini.
Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi,
dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja
antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang
menerima wewenang (agensi) yaitu manajer[16]. Pada
model keagenan dirancang sebuah sistem yang melibatkan kedua belah pihak yaitu
manajemen dan pemilik. Selanjutnya, manajemen dan pemilik melakukan kesepakatan
(kontrak) kerja untuk mencapai manfaat (utilitas) yang diharapkan.[17]
Jensen
dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan
mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan
untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena
itu, hal ini dapat memicu agen
(manajemen) untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan
sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Tidak lagi memaksimalkan
nilai perusahaan atas setiap keputusan ekonomi yang dihasilkan. Salah satu
bentuk yang dapat dilakukan agen yaitu manajemen laba. Hal ini juga dibuktikan
oleh penelitian sebelumnya (Watts dan Zimmerman
1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering
ditentukan oleh angka akuntansi. Pada teori keagenan, manajemen menyajikan
laporan keuangan dapat dimotivasi oleh dua motivasi : opportunistic dan signaling. Motivasi tersebut mendorong manajemen melakukan
manajemen laba (earnings management).
Pada motivasi opportunistic,
manajemen cenderung manyajikan laba lebih tinggi daripada yang sesungguhnya,
karena berhubungan dengan kompensasi. Sementara pada motivasi signaling, manajemen cenderung
menyajikan laba yang mempunyai kualitas karena berhubungan dengan evaluasi kinerja dan
selanjutnya digunakan sebagai sinyal kepada para pemegang saham.
Salno dan Baridwan (2000) menyatakan bahwa praktik
manajemen laba dipengaruhi konflik kepentingan antara manajer dan pemegang
saham, timbul ketika setiap pihak berusaha mempertahankan tingkat
kemakmurannya. Pemegang saham tidak cukup memiliki informasi kinerja manajer,
sedangkan manajer mempunyai totalitas informasi perusahaan. Dalam hal ini
risiko keputusan akibat asimetri (ketimpangan) informasi (information asymmetry) merupakan tanggung jawab pemegang saham, dan
bukan manajemen. Penyampaian laporan keuangan dapat dianggap sinyal apakah agen
telah berbuat sesuai dengan kontrak. Dalam hubungan keagenan, manajer memiliki
asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan seperti kreditor dan
investor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal
perusahaan yang relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut lebih
cepat dibandingkan pihak eksternal. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada
manajer untuk menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi
laporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kepentingannya.[18]
Asimetri informasi dan konflik kepentingan mendorong
manajer menyajikan informasi tidak sebenarnya kepada pemegang saham. Scoot
(2009), membagi dua tipe utama asimetri informasi : 1) Adverse selection, para manajer serta orang-orang dalam lainnya
biasanya mengetahui lebih banyak tentang kondisi dan prospek perusahaan di masa
mendatang dibandingkan investor sebagai pihak luar; 2) Moral hazard, kegiatan yang dilakukan seorang manajer tidak
seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman, sehingga
manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham[19].
Berdasarkan
penelitian sebelumnya (Watts dan Zimmerman 1986) secara empiris membuktikan
bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agent
untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai
sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent
tersebut adalah manajemen laba.
B. Teori PAT (Positif Accounting Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman pada
tahun 1978 yang dipublikasikan lewat tulisannya pada tahun 1978 dan tahun 1979.
Positive Accounting Theory menemukan bahwa pada aturan akuntansi yang
diterapkan pada praktek sehari-hari (misalnya pilihan metode akuntansi)
memiliki hubungan dengan variabel perusahaan lainnya seperti analisa leverage
dan besarnya ukuran perusahaan merupakan suatu variabel yang paling konsisten
digunakan.
Teori
akuntansi positif adalah penting bagi mereka yang harus membuat keputusan
mengenai kebijakan akuntansi seperti manajer perusahaan, akuntan publik, pemberi
pinjaman, investor, analis keuangan, regulator untuk memprediksi dan memberikan
penjelasan mengenai konsekuensi dari keputusan mereka. Para pengguna ini akan menggunakan
teori yang telah dikembangkan oleh Watt dan Zimmerman ini untuk meningkatkan
kesejahteraannya sampai ditemukan teori lain yang lebih berguna.[20]
Teori
akuntansi positif menurut Scott (2000) berusaha untuk membuat prediksi yang
baik sesuai dengan kejadian yang nyata. Rasyid (1997) menyatakan bahwa hubungan
antara teori dan praktek dalam akuntansi positif dengan adanya suatu means-end
dichotomy, yaitu keterpisahan antara dunia teori dan praktek. Teori
akuntansi positif mempunyai suatu kepercayaan bahwa realita sosial berada
secara independen dari manusia yang memiliki sifat atau esensi tersendiri.[21]
Seorang
manajer atau pembuat laporan keuangan yang memiliki kewenangan tersendiri dan
tanggung jawab yang besar terhadap laporan keuangan dalam suatu organisasi
dapat dengan mudah melakukan manajemen laba sesuai kebutuhannya baik untuk
kebutuhan pribadi ataupun kebutuhan perusahaan. Dengan demikian seorang manajer
melakukan praktik manajemen laba dikarenakan adanya motivasi tertentu yang
mempengaruhi mereka mengubah data laporan keuangan.
Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar
pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman
(1986) adalah :
1. The Bonus Plan Hypothesis
Bahwa pada perusahaan dengan bonus plan
cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat
ini. Laba suatu periode
akuntansi yang lebih rendah dari target laba merupakan insentif bagi manajer
untuk mengurangi laba yang dilaporkan dalam suatu periode tersebut dan
mentransfer laba ke periode berikutnya.
2. The Debt to Equity Hypoyhesis (Debt Covenant Hypothesis)
Bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio
debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatakan
pendapatan atau laba. Memaksimum pemberian deviden ke pemegang saham atau batasan lain yang
umumnya dikaitkan dengan data akuntansi. Pelanggaran terhadap batasan-batasan
yang termuat dalam kontrak kredit ini merupakan hal yang menakutkan bagi
manajemen. Oleh karena itu, kondisi keuangan yang menyebabkan perusahaan berada
dalam posisi nyaris melanggar perjanjian kredit dapat menjadi insentif bagi
manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka meminimalkan probabilitas
pelanggaran perjanjian.[22]
3.
The Political
Cost Hypothesis
Fluktuasi yang besar
dalam laba mungkin menarik perhatian pembuat peraturan (regulator), fluktuasi
naik yang besar atas laba dapat dipandang sebagai sinyal krisis dan menyebabkan
regulator bertindak maka perusahaan yang
besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk
mengurangi laba yang dilaporkan.[23]
Tiga hipotesis tersebut menunjukkan bahwa
akuntansi teori positif mengakui adanya 3 hubungan keagenan :
a.
Antara manajemen dengan pemilik
b.
Antara manajemen dengan kreditur
c.
Antara manajemen dengan pemerintah.
C. Persepsi
Kamus
Besar Bahasa Indonesia tahun 1998 mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang agar mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Sedangkan Matlin tahun 1998 mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang melibatkan
pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan
stimulus yang ditunjukkan oleh indera. Persepsi juga merupakan kombinasi faktor
dunia luar (stimulus visual) dan diri sendiri (pengetahuan sebelumnya).
Persepsi memiliki dua aspek, yaitu : pengakuan pola (pattern recognition)
dan perhatian (attention).
Dalam
kajian ilmu psikologi dikenal juga istilah persepsi. Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses
diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian ada perhatian, lalu diteruskan ke
otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan
persepsi. Dengan persepsi individu menyadari bahwa mereka dapat
mengerti tentang lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada
dalam diri individu yang bersangkutan. Jadi, persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsangan melalui panca indra yang didahului oleh perhatian sehingga individu
mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik
yang ada di luar maupun di dalam diri individu[24]. Berikut ini pengertian persepsi dari beberapa
ahli.
Menurut
Bimo Walgito, Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu
yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Menurut Maramis, persepsi ialah daya
mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui
proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah panca indranya mendapat
rangsang. Dan Menurut Desirato, persepsi
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pesan dapat
dikatakan sebagai pemberian makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli).
Sementara
Rakhmat, 1993 menyatakan bahwa persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan, yang ditentukan oleh factor personal dan faktor situasional.
Sejalan dengan Matlin tahun 1998, Davidoff tahun 1981
menyatakan bahwa persepsi sebagai satu kerja yang rumit dan aktif. Persepsi
dikatakan rumit karena walaupun persepsi merupakan pertemuan antara proses
kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak melibatkan kegiatan kognitif.
Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran, dan bahasa,
maka dengan demikian persepsi bukanlah cerminan yang tepat dari realitas.[25]
Robbins
(2003) secara implisit menyatakan bahwa, persepsi suatu individu terhadap suatu obyek
sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu lainnya terhadap obyek
yang sama. Fenomena ini dikarenakan oleh beberapa faktor yang jika
digambarkan tampak sebagai berikut :
GAMBAR 1.
SKEMAFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI
Sumber : Robbins (2003)
Dalam hal ini persepsi dipengaruhi oleh 3 faktor seperti pada skema diatas
yaitu faktor situasi, faktor pada pemersepsi dan faktor pada target. Ketiga hal
ini merupakan hal penting dalam menentukan persepsi seseorang.
Adapun jenis-jenis persepsi sebagai berikut jika suatu persepsi dikaitkan
dengan panca indera :
- Persepsi visual : Persepsi visual didapatkan dari indera
penglihatan yaitu mata.
- Persepsi auditori : didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.
- Persepsi perabaan : didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.
- Persepsi penciuman : Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari
indera penciuman yaitu hidung.
- Persepsi pengecapan : didapatkan
dari indera pengecapan yaitu lidah.[26]
D.
Manajemen Laba
Manajemen laba, akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena umum yang
terjadi di sejumlah perusahaan. Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi angka
laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam
manajemen laba berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan
dengan aturan pelaporan keuangan dalam Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum
(PABU), khususnya dalam Standar Akuntansi, yaitu dengan cara memanfaatkan
peluang untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi,
dan menggeser periode pendapatan atau biaya. Adapun manajemen laba yang
dilakukan secara illegal (disebut
juga dengan financial fraud),
dilakukan dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan oleh Pedoman Akuntansi
Berterima Umum (PABU), yaitu dengan cara melaporkan transaksi-transaksi pada pendapatan atau biaya secara fiktif dengan cara menambah (mark up)
atau mengurangi (mark down) nilai transaksi, atau mungkin dengancara tidak melaporkan sejumlah transaksi, sehingga akan menghasilkan laba
pada nilai/ tingkat tertentu yang dikehendaki oleh manajer.[27]
Manajemen
laba didefinisikan dalam berbagai macam versi oleh masing-masing sang peneliti.
Menurut Fischer dan Rozenzwig (1995) manajemen laba adalah tindakan manajer
yang menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi
tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan
profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang. Sedangkan menurut Copeland
(1968 :10) dalam Utami (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai,
“some ability to increase or decrease reported net income at will”.
Ini berarti bahwa manajemen laba mencakup
usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan
laba sesuai dengan keinginan manajer[28]. Dalam penelitian A Review of the earnings management literature and its implication for
standard setting mendefinisikan praktik manajemen laba sebagai berikut :
‘’Earnings management
occurs when managers use judgment in financial reporting and in structuring
transaction of alter financial report to either mislead some stakeholders about
the underlying economic performance of the company, or to influence contractual
outcomes that depend on reported accounting number’’.[29]
Yaitu manajemen
laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan
dan transaksi penataan laporan keuangan baik menyesatkan beberapa stakeholder tentang kinerja ekonomi
yang mendasari perusahaan, atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang
bergantung pada jumlah akuntansi yang dilaporkan.
Beralih ke literatur profesional, definisi
yang jelas tentang "manajemen laba" yang sulit untuk membedakan dari pernyataan dan / atau pernyataan dan
pidato oleh regulator, meskipun
bentuk ekstrem dari manajemen laba, penipuan keuangan, didefinisikan dengan
baik (lagi dalam hal niat manajerial) sebagai berikut :
“…the deliberate
misrepresentation of the financial condition of an enterprise accomplished
throughthe intentional misstatement or omission of amounts or disclosures in
the financial statements to deceive financial statement users”.[30]
Scott (2009) memiliki pandangan
yang lebih luas tentang manajemen laba mengungkapkan bahwa manajemen laba dapat
dipandang menjadi dua perspektif yaitu: 1) perspektif pelaporan keuangan (financial
reporting), yang mana dalam perspektif ini manajer mengguna-kan manajemen
laba untuk kepentingan peramalan atas laba sehingga akan terhindar dari reaksi
negatif para investor, dan 2) perspektif kontraktual (contracting
perspective), yang mana dalam per-spektif ini manajer menggunakan manajemen
laba untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat
dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mem-pengaruhi nilai pasar saham
perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income
smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Scott (2009),
mendefinisikan manajemen laba adalah sebagai berikut :
“Earnings mana-gement is the choice by a manager of accounting
policies, or actions affecting earnings, so as to achieve some specific
reported earnings objective.”[31]
Menurut Assih dan Gudono
(2000), earnings management atau manajemen laba diartikan sebagai suatu proses
yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan general accepted accounting principal, untuk mengarah pada suatu
tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan. Perataan laba menurut Assih
dan Gudono (2000), termasuk dalam pengertian manajemen laba tersebut yaitu
“cara pengurangan dalam variabilitas laba selama jumlah periode tertentu atau
dalam satu periode, yang mengarah pada tingkat yang diharapkan atas laba yang
dilaporkan. Sedangkan menurut Scoot (1997) mendefinisikan laba sebagai berikut
:
“Given
that managers can choose accounting policies from a set (for example,
GAAP), it is natural to expect that they
will choose policies so as ti maximize their own utility and/or the market
value of the firm”
Dari definisi ini manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi
oleh manajer dar standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat
memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan.
Laporan laba sangat dibutuhkan oleh pemakai informasi
karena dapat digunakan untuk memenuhi 4 (empat) hal, yaitu:
1.
Pemilik
perusahaan
2.
Keberlangsungan
usaha
3.
Investasi
masa depan, dan
4.
Prestasi
(manajemen).
Laporan laba menyangkut
keberlangsungan usaha berarti hal ini didasarkan pada asumsi bahwa usaha dapat
berlangsung bila ada ketersediaan kas sebagai modal usaha dalam perusahaan.
Laporan laba berguna bagi investasi masa depan berarti informasi ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan masa depan menyangkut
investasi usaha. Laporan laba berguna bagi peningkatan prestasi karyawan
berarti laporan ini dapat mempengaruhi posisi atau kedudukan serta prestasi
karyawan, karena pentingnya informasi laba ini membuat perhatian para investor berpusat pada informasi laba dan
akhirnya mendorong manajemen untuk memengaruhi angka laba atau disebut dengan
manajemen laba (earnings management). Manajemen laba umumnya dilakukan dengan 4 (empat) pola,
yaitu:
1. Taking a bath,
2. Minimisasi laba (income minimization),
3. Maksimisasi laba (income maximization), dan
4. Perataan laba (income smoothing) (Scott, 1997:383).
Taking a bath adalah pola
manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada
periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah (bahkan rugi) atau sangat
ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya atau
sesudahnya.
Minimisasi laba (income minimization) adalah pola
manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan
periode berjalan lebih rendah daripada laba sesungguhnya.
Maksimisasi laba (income maximization) adalah pola
manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan
periode berjalan lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya.
Perataan laba (income smoothing) adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan
cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode-periode tertentu menunjukkan
fluktuasi yang normal dalam rangka mencapai kecenderungan atau tingkat laba
yang diinginkan. Perataan laba adalah cara yang digunakan manajemen untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang
diinginkan baik melalui metode akuntansi atau transaksi[32]. Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen
laba :
1.
Tipe Manajemen Laba
Tipe manajemen laba merupakan upaya manajemen
laba dengan menggunakan manipulasi akuntansi yaitu dengan mengubah catatan dari
transaksi yang ada atau dengan menggunakan manipulasi operasional dengan
penentuan transaksi akhir tahun untuk memindahkan pendapatan dan biaya dalam
periode pelaporan yang diinginkan[33].
Penilaian persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel
tipe manajemen laba untuk manipulasi akuntansi terdapat pada skenario (3),
(5a), (5b), (6a), (6b), (7a), dan (7b). Sedangkan untuk manipulasi operasional
terdapat pada skenario (1), (2a), (2b), (4a), (4b), dan (4c).[34]
2.
Konsistensi terhadap Prinsip Akuntansi yang
Berterima Umum
Konsistensi terhadap prinsip akuntansi yang
berterima umum (PABU) artinya adalah apakah laporan keuangan yang disusun
konsisten atau inkonsisten terhadap PABU[35]. Penilaian
persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel
konsistensi terhadap prinsip akuntansi berterima umum (PABU) yang konsisten
terdapat pada skenario (5a), (6a), (6b). Sedangkan untuk konsistensi prinsp
akuntansi yang berterima umum (PABU) yang tidak konsisten terdapat pada
skenario (3), (5a), (7a), (7b).[36]
3.
Arah Manajemen Laba
Arah manajemen laba adalah upaya untuk
menailkkan atau menurunkan jumlah laba dengan mempercepat (menunda) pengeluaran
akrual[37].
Penilaian persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel
arah manajemen yang menaikkan laba terdapat pada skenario (2a), (2b), (3),
(4a), (4b), (4c), (6a), (6b), (7a), (7b). Sedangkan persepsi etis terhadap
praktik manajemen laba ditinjau dari variabel arah manajemen yang menurunkan
laba terdapat pada skenario (1), (5a), (5b).[38]
4.
Materialitas Manajemen Laba
Materialitas manajemen laba adalah upaya
melakukan manajemen laba dalam jumlah yang dianggap material[39].
Penilaian persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel
meterialitas manajemen laba terdapat pada skenario (7a) yang menggambarkan
manajemen laba dalam jumlah yang dianggap tidak material dan skenario (7b) yang
menggambarkan manajemen laba dalam jumlah yang dianggap material.[40]
5.
Periode Akibat Manajemen Laba
Periode akibat manajemen laba artinya apakah
praktik manajemen laba dilakukan pada akhir kuartal atau akhir tahun. Penilaian
persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel periode
akibat manajemen laba pada akhir kuartal terdapat pada skenario (2a), pada
akhir tahun terdapat pada skenario (2b).[41]
6.
Tujuan Manajemen Laba
Tujuan manajemen laba adalah tujuan atau
maksud tertentu dalam melakukan manajemen laba[42]. Penilaian persepsi etis
terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel tujuan manajemen laba
terdapat pada skenario (6a) yang menggambarkan tujuan manajemen laba untuk
mendapatkan dana pembiayaan untuk proyek penegembangan produk yang penting yang
sempat tertunda karena keterbatasan anggaran terdapat pada skenario (6b) yang
menggambarkan tujuan manajemen laba untuk memenuhi target laba yang sudah
dianggarkan.[43]
E.
Motivasi Manajemen Laba
Scott
(2000:302) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara
oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.
2. Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkanpada
perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi labayang dilaporkan karena
adanya tekanan publik yang mengakibatkanpemerintah menetapkan peraturan yang
lebih ketat.
3.
Taxation Motivation
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi
manajemen laba yangpaling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan
tujuanuntuk penghematan pajak pendapatan.
4.
Pergantian CEO
CEO (Chief Official) yang mendekati masa
pensiun akan cenderung menaikkanpendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan
jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak
diberhentikan.
5.
Initial Public
Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan
manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dengan harapan
dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6.
Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus
disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar
investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.[44]
Karena bisa dikatakan bahwa manajemen laba merupakan
tindakan manipulatif maka, ayat yang dapat dikaitkan dengan manajemen laba
tentang manusia dalam mencari rezeki harus memperhatikan kehendak sesamanya,
misalnya dalam perdagangan tidak saling memaksa[45].
Proses tawar-menawar didasarkan atas suka sama suka, sesuai dengan kalam Allah
SWT :
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu” ; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisa’: 29)
Supaya segala kegiatan manusia dalam perdagangan mendapatkan
berkah dan bermanfaat bagi kemaslahatannya maka manusia harus adil dan jujur.
Þ ó (#qßJÏ%r&ur cøuqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ wur (#rçÅ£øéB tb#uÏJø9$# ÇÒÈ
Terjemahnya:
“Dan Tegakkanlah
timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi sukatan itu.” (Q.S.
Ar-Rohman: 9)
F.
Kerangka Konseptual
GAMBAR. 2
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ada, penelitian ini merupakan penelitian yang
menggunakan paradigma kualitatif yang menekankan pada pemahaman mengenai
masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas.
Penelitian ini dilakukan dengan pembagian kuesioner kepada objek atau
informan yang akan diteliti. Dimana objek atau informan dari penelitian ini merupakan profesi akuntan dan mahasiswa akuntansi. Profesi akuntan yaitu akuntan
manajemen, akuntan pajak, dan akuntan publik. Untuk
penelitian terhadap mahasiswa akuntansi dilakukan ditiga universitas negeri yang ada dikota Makassar (UIN, UNHAS dan UNM).
Sedangkan untuk penelitian terhadap Profesi akuntan dilakukan di KAP Drs. Muhammad Fadjar, Rekanan juga dengan KAP Indra, Sumijono &
Rekan, KAP Usman & Rekan, KAP Mansyur Sain & Rekan yang
berada di kota
Makassar.
B. Pendekatan
Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara
menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan
”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian
kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.
Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri.
Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif
berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa[46].
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan data lisan
suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa
ini diarahkan pada latar dan individu yang bersangkutan secara holistik sebagai
bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, dalam penelitian bahasa
jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah
informannya ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian.[47]
C. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang dipakai dalam
penelitian ini adalah data primer yaitu sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli, tidak melalui media perantara.
Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Data primer ini berasal dari jawaban responden atas kuesioner yang
dibagikan kepada responden.
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode
survey (Survey Methods), data yang
akan diperoleh dengan cara mendistribusikan kuisioner (Questionnaires) kepada responden secara langsung. Sebelum melakukan
pendistribusian kuisioner kepada para responden secara langsung, pengecekan
ulang terhadap kuisioner tersebut harus dilakukan secara teliti dengan cara
melakukan pratest kuisioner kepada mahasiswa akuntansi agar kiranya kuisioner
tersebut mudah dipahami dan menghasilkan informasi yang diinginkan.
Pendistribusian kuisioner kepada para
mahasiswa akuntansi dilakukan secara langsung maupun melalui link yang ada di
universitas. Dibagikannya kuisioner ini dilakukan secara khusus pada jam
sesudah dan sebelum mata kuliah berlangsung. Sedangkan pengumpulan kuisioner
yang melalui link nantinya akan diberikan kepada peneliti. Dan pendistribusian
kuisioner kepada profesi akuntansi juga dilakukan secara langsung,
melalui link, dan pengiriman via pos. Lokasi atau
perusahaan yang
mudah dijangkau pendistribusian kuisionernya dilakukan secara langsung, dan
pada lokasi atau perusahaan tertentu pendistribusian kuisionernya
melalui link, dan untuk lokasi atau
perusahaan yang
susah dijangkau pendistribusian kuisionernya melalui via pos.
Adapun jumlah
objek yang akan diteliti dengan yaitu sebagai berikut :
1.
Profesi akuntan
a.
Akuntan Publik
(N=56) 10% = 6
b.
Akuntan manajemen
(N=50) 10%= 5
c.
Akuntan Pajak
(N=27) 10% = 3
Jumlah populasi
untuk akuntan yaitu 14 orang
2.
Mahasiswa Akuntansi
a.
UIN (N=221) 10% =
23
b.
UNHAS (N=262) 10%
= 27
c.
UNM (N=147) 10% =
15
Jumlah populasi
untuk mahasiswa akuntansi yaitu 65, Sehingga jumlah sampel dari keseluruhan
populasi yaitu 79 sampel.
E. Instrumen Penelitian
Dalam
penelitian ini hal yang dilakukan dan dianggap penting untuk memperoleh hasil
yang maksimal dan memudahkan dalam penelitian, peneliti menggunakan angket
(Kuesioner) sebagai alat untuk memperoleh data dari objek yang akan diteliti.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahaan data yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu metode komparasi, metode ini merupakan suatu metode yang digunakan
untuk membandingkan data-data yang ditarik dari konklusi baru. Komparasi
sendiri berasal dari bahasa inggris, yaitu “Compare”
yang artinya membandingkan untuk menemukan persamaan dari dua konsep atau
lebih. Dengan metode ini peneliti bermaksud untuk menarik konklusi dengan cara
membandingkan ide-ide, pendapat-pendapat dan pengertian agar mengetahui
persamaan dari ide dan perbedaan.[48]
Dra. Asnawi sunawi menurut beliau metode komparasi adalah
suatu penelitian yang dilaksanakan untuk menemukan persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik
terhadap orang, kelompok, terhadap suatu profesi suatu prosedur kerja. Dapat
juga membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan pandangan-pandangan orang,
grup atau negara, terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap
ide-ide.[49]
G. Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengecekan keabsahan data
dibutuhkan untuk membuktikan bahwa data yang diperoleh dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya melalui verifikasi data. Adapun teknik dalam menguji
keabsahan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:[50],
1.
Validitas yang
terdiri dari 2 yaitu:
a.
Validitas
internal (Kredibilitas) berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian
dengan hasil yang dicapai.
b.
Validitas
eksternal (Transferabilitas)
berkenaan derajat akurasi apakah hasil penelitian hasil penelitian dapat
digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil.
2.
Reabilitas
berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan.
Penelitian kualitatif memiliki dua kelemahan utama[51]
:
1.
peneliti tidak
dapat 100% independen dan netral dari reseacrh setting
2.
peneliti
kualitatif sangat tidak berstruktur (messy)
dan sangat interpretative
.
Dalam pencapaian kredibilitas terdapat sembilan (9)
prosedur untuk meningkatkan kredibilitas penelitian kualitatif yaitu sebagai
berikut :
1.
Triangulation
2.
Disconfiring Evidence
3.
Reseacrh reflexivity
4.
Member checking
5.
Prolonged engagement in the field
6.
Collaboration
7.
The audit trail
8.
Thick, dan
9.
Rich description & peer debriefing
Dengan melihat pemahaman pengumpulan data sebelumnya yang
memperlihatkan keragaman sumber data dan teori yang ada, maka penelitian
menggunakan prosedur triangulasi (Triangulation).
Triangulasi adalah kombinasi beragam sumber data, tenaga
peneliti, teori dan teknik metodologis dalam suatu penelitian atas gejala
sosial. Triangulasi dibutuhkan karena setiap teknik memiliki keunggulan dan
kelemahannya sendiri. Dengan demikian triangulasi memungkinkan tangkapan
realitas secara lebih valid.[52]
Sehingga dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teori. Triangulasi teori
menjelaskan tentang informasi yang
diperoleh dari hasil penelitian kualitatif merupakan sebuah rumusan informasi
yang akan dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari
bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain
itu, triangulasi teori dapat meningkatkan pemahaman peneliti dalam menggali
pengetahuan teoritiknya secara mendalam.
[1]Muhammad Wahyuddin Abdullah. Persepsi Akuntan Publik Dan Mahasiswa
Tentang Penerimaan Etika Terhadap Praktik Manajemen laba (Semarang:
UPT-PUSTAK-UNDIP, 2003), h. 1.
[2]FASB,
1978
[5]Tatang ari gumanti, Dosen fakultas ekonomi jurusan Manajemen dan Akuntansi Universitas Jember.
Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 2, Nopember 2000: 104 – 115.
Earnings Management : Suatu Telaah Pustaka 2000
[6]Posted
by Admin On May 07 2012. http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-manajemen-laba/.
(Diakses 17 Maret 2014)
[7]Komala Inggarwati dan Arnold Kaudin. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan (Tahun
3, No. 3, Desember 2010)
[8]Muh.Wahyuddin
Abdullah. Persepsi Akuntan Publik dan
Mahasiswa tentang Penerimaan Etika terhadap Praktik Manajemen Laba
(Semarang: UPT-PUSTAK-UNDIP, 2003)
[9]Fisher,
M dan Kenner Rosenzweig, 1995. Dalam Muh. Wahyuddin Abdullah. Tesis; Persepsi Akuntan Publik dan mahasiswa
tentang Penerimaan Etika terhadap Praktik Manajemen Laba. (Semarang:
UPT-PUSTAK-UNDIP, 2003).
[10]Dwiyanti
Sudaryanti, 2001. Dalam Muh. Wahyuddin Abdullah. Tesis; Persepsi Akuntan Publik dan Mahasiswa tentang Penerimaan Etika terhadap
Praktik Manajemen Laba (Semarang:
UPT-PUSTAK-UNDIP, 2003)
[11]Earnings
Management: Reconciling the Views of Accounting Academics, Practitioners, and
Regulators* by Patricia M. Dechow and Douglas J. Skinner University of Michigan Business School 701 Tappan Street Ann
Arbor, MI 48109-1234 Preliminary Draft:
September 1999 This version: February 2000
[12]Warsito
Ka wedar. Sikap etis Akuntan dan Pengguna
jasa Akuntan terhadap Praktik Manajemen Laba (Jurnal Akuntansi &
Auditing Vol 01/ No. 02/Mei, 2005: 198-214)
[13]Winda
Astuti, dkk. Perbedaan persepsi etis
Mahasiswa akuntansi yang sudah bekerja dan yang belum bekerja terhadap Praktik
Earnings management (Vol 13, No.2, Hal 07-12 ISSN 0852-8349 Juli- Desember
2011).
[14]Theresia
Purbandari. Perbedaan persepsi etis
mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen laba (Studi Pada Mahasiswa
akuntansi perguruan tinggi swasta di Eks-Karesidenan Madiun). Program Studi
Akuntansi – Fak. Ekonomi Univ. Katolik Widya Mandala Madiun, (Widya Warta
No.01 Tahun XXXV 1/ januari 2012, ISSN 0854-1981)
[16]Anggyansyah,
arief.blogspot (Diakses 12/02/2013).
[17]Sunarto,
Teori Keagenan dan Manajemen. Kajian
Akuntansi, Vol 1 No.1 (Semarang: Fakultas Ekonomi UNISBANK, 2009), h.
13-28.
[18]Donny
Arlanda Andromeda, Tesis : Analisis
Pengaruh manajemen laba terhadap return saham pada perusahaan manufaktur di BEJ
yang diaudit oleh KAP yang berskala besar dan KAP berskala kecil. Program studi
magister manajemen, program pascasarjana, (UNIV. Diponegoro, Semarang,
2008).
[19]Denias, Priantinah. Manajemen
laba ditinjau dari sudut pandang oportunistik dan efisien dalam PAT.
[20]Review
PAT (Positive Accounting Theory) Ross L. Watts & Jerold L. Zimmerman oleh: M. Kuncara
B. S (Mahasiwa S3 Prodi Akuntansi UGM, NIM. 307630), Prentice-Hall Inc,
1986
[21]Indira, januarti. Pendekatan
dan kritik PAT (Positive Accounting Theory). Staf Pengajar Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro, Jurnal Akuntansi
& Auditing, Vol 01/ No.01/ November 2004
[22]Donny
Arlanda Andromeda, Tesis : Analisis
Pengaruh manajemen laba terhadap return saham pada perusahaan manufaktur di BEJ
yang diaudit oleh KAP yang berskala besar dan KAP berskala kecil. Program studi
magister manajemen, program pascasarjana, (UNIV. Diponegoro, Semarang,
2008).
[23]Denias, Priantinah. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia (Vol. VII. No.1-Tahun 2009),
h. 99-109
[24]Anonim, http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-persepsi-menurut-para,
Diakses 18 Maret 2013.
[25]Iprianto. Persepsi akademisi dan
Praktisi akuntansi terhadap Keahlian akuntan Forensik, Tesis. 2009
[26]Persepsi
Sikap dan Nilai, Diakses 9 Mei 2014
[27]Radian, Srirama. Manajemen laba
(Earnings Manajemen) dalam perspektif etika hedonisme. Univ.Brawijaya
[28]Hudayati,
Ataina. Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan : Berbagai Teori dan
Pendekatan yang Melandasi. JAAI volume 6 No.2, 2002.
[29]Paul
M.Healy. Harvard Business School,
Boston, MA 02163 and James M. Wahlen.
Kelley School Business, Indiana University, Bloomingtong, IN 47405-1701 ; A Review of the earnings management
literature and its implication for standard setting. November 1998.
[30]Patricia M. Dechow and Douglas J. Skinner. Earnings Management: Reconciling the Views of
Accounting Academics, Practitioners, and Regulators (University of
Michigan Business School 701 Tappan Street Ann Arbor, MI 48109-1234) Preliminary Draft: September 1999 This
version: February 2000
Email:
miq_aset@yahoo.co.id PRAKTIK TATA
KELOLA PERUSAHAAN (CORPORATE GOVERNANCE) DAN USEFULNESS INFORMASI
AKUNTANSI (Telaah Teoritis Dan Empiris)
JURNAL
MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.14, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 147-155
[32]Blogger.
Nia Arini, 2011. Di akses 7 januari 2014
[43]Theresia Purbandari. Perbedaan persepsi etis mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen
laba (Studi pada mahasiswa akuntansi perguruan tinggi swasta di EKS-Karesidenan
Madiun). Widya warta No.01 XXXVI/ Januari 2012 ISSN 0854-1981.
[44]Nia
ariny.BLOG : Earnings manajemen dalam
kaitannya etika bisnis dan moral, 2011
[45]Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam. Ahmad
Yusuf Marzuqi, Achmad Badarudin Latif. JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS.Vol. 7 No. 1 Maret 2010
[46]Djajasudarma,
(2006: 11)
[47]Anonim, www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf.../unud-141-1791400890-bab%20iii.pdf, (diakkses 25/02/2014)
[48]Al-Ghazali
dan Abdullah nashih ulwan. Diakses 16 Maret ; digoogle dalam file PDF
(SECURED). Metode Penelitian, 2014
[49]Arikunto,
Suharsimi. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Hlm ; 267 dalam jurnal penelitian kualitatif
[50]Alinatul
husna (10140099) Studi komparasi antara guru yang belum sertifikasi dengan guru
yang sudah sertifikasi terhadap profesionalisme guru IPA di SD Kepanjen Malang.
Mei 2013, disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah metode penelitian
kualitatif. Univ.Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Jur.Pend.Guru
Madrasah Ibtidaiyah Fak.Tarbiyah
[51]Anis
Chariri, “Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif’’. Paper disajikan
pada workshop Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Laboratorium
Pengembangan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang,
31 Juli-1 Agustus 2009. Hal ;14
[52]Ivanovich
Agusta. Pengumpulann analisis data
kualitatif (Secured)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus