PERSEPSI PROFESI AKUNTAN DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP MANAJEMEN LABA

PERSEPSI PROFESI AKUNTAN DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP MANAJEMEN LABA








Disusun oleh :

INDAH PUSPITA SARI                   10800111057
UMAR MAULANA                          10800112072



PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Semakin majunya peradaban manusia menyebabkan pentingnya pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan sebagai bagian dari proses transaksi. Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam pengambilan keputusan. Akuntansi sangat berkaitan dengan laporan keuangan dimana laporan keuangan merupakan hal dasar dalam penentuan untuk menilai keuangan suatu perusahaan.
Laporan keuangan juga dapat menjadi bahan informasi dalam pengambilan keputusan berbagai pihak dalam suatu perusahaan. Informasi dalam laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen dapat digunakan sebagai media komunikasi untuk menghubungkan pihak-pihak yang berkepentingan. Salah satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba[1]. Laba merupakan hasil yang diperoleh suatu perusahaan dalam suatu periode yang keberadaannya tidak menentu tinggi/ rendahnya yang diperoleh suatu perusahaan. Laba juga merupakan salah satu parameter kinerja perusahaan yang mendapatkan perhatian utama dari investor dan kreditur karena mereka menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja manajemen. Kualitas laba didasarkan pada Konsep Kualitatif Kerangka Konseptual[2]. Laba yang berkualitas adalahlaba yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yaitu memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan komparabilitas/konsistensi. Selain itu, laba berkualitas adalah laba yang dapat digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi harga dan return saham[3]. Kualitas laba yang rendah dapat mengakibatkan para pemakai laporan keuangan melakukan kesalahan dalam pembuatan keputusan sehingga nilai perusahaan akan berkurang[4] . Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan terutama pengaruhnya terhadap tingkat laba dalam tanggung jawab manajemennya dengan melakukan hal yang dapat merugikan perusahaan yaitu praktik manajemen laba.
Istilah earnings management atau lebih dikenal dengan manajemen laba mungkin tidak terlalu asing bagi para pemerhati manajemen dan akuntansi, baik praktisi maupun akademisi. Istilah tersebut mulai menarik perhatian para peneliti, khususnya peneliti dibidang akuntansi, karena sering dihubungkan dengan perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan (preparers of financial statements). Manajemen laba diduga muncul dan dilakukan oleh manajer/para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan. Manajemen laba menjadi menarik untuk diteliti karena dapat memberikan gambaran terhadap perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk memanaje atau mengatur data keuangan yang dilaporkan.[5]
Manajemen laba merupakan suatu proses perubahan laporan keuangan yang dilakukan seorang manajer dengan cara menyajikan laporan keuangan yang menaikkan (menurunkan) laba pada periode tertentu sesuai keinginan manajer untuk mendapatkan keuntungan tersendiri. Praktik manajemen laba merupakan tindakan yang dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan karena menyajikan informasi yang tidak akurat,  terkadang dapat menyebabkan terjadinya tindakan ilegal. Misalnya saja menyajikan laporan keuangan perusahaan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan kurangnya  kredibilitas dalam laporan keuangan, dimana praktik manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan yang dapat mengganggu pengguna laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil dari rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
Manajemen laba juga tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi (Laporan keuangan), tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP. Dalam  keperilakuan, praktik manajemen laba dianggap sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (opportunistic earnings management).[6]
Jika praktik manajemen laba dipandang dari segi bisnis islam, maka praktik manajemen laba dapat dikaitkan dengan perilaku atau akhlak seseorang yang tidak jujur dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Hal ini dapat dikaitkan dengan ayat yang terdapat pada surah Al-maidah (8) yaitu sebagai berikut :

$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtB̍ôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès?    
Terjemahnya :
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.s Al-Maidah : 8)

Pada kenyataannya terdapat pandangan yang berbeda-beda terhadap praktik manajemen laba dan hal ini menimbulkan dilema etis. Pada satu sisi, manajemen laba dipandang sebagai suatu tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena dengan adanya manajemen laba infomasi yang diberikan tidak sepenuhnya mencerminkan keadaan perusahaan dan mengaburkan nilai perusahaan sesungguhnya. Tindakan tersebut dapat menyebabkan stakeholders keliru dalam mengambil keputusan. Pada sisi yang lain, manajemen laba dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan merupakan tindakan rasional untuk memanfaatkan fleksibilitas dalam ketentuan untuk pelaporan keuangan.
Adanya persepsi yang berbeda terhadap persoalan-persoalan etis dapat terjadi karena perbedaan profesi diantaranya Rahmawati dan Sulardi pada tahun 2003, Elias tahun 2002; Cole dan Smith tahun 1996; Fischer dan Rosenzweig tahun 1995, jenis kelamin diantaranya Rueger dan King pada tahun 1992; Sikula dan Costa tahun 1994; Tsalikis dan Ortiz-Buonafina pada tahun 1990; Betz, O’Connell; Shepard tahun 1989, karakteristik personal misalya Arlow 1991, keyakinan misalnya Pomeranz tahun 2004, budaya misalnya Spain dkk. Tahun 2002 dan sebagainya.[7]
Hal ini menunjukkan adanya perbedaan persepsi profesi akuntan dan mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen laba.  Profesi akuntan disini adalah pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan seperti akuntan manajemen, akuntan pajak dan akuntan publik. Sedangkan mahasiswa akuntansi yang dimaksudkan disini yaitu mahasiswa akuntansi yang telah menjalani mata kuliah teori akuntansi/ akuntansi keuangan khususnya semester 4 dan 6 yang telah memahami tentang apa itu praktik manajemen laba dalam ilmu akuntansi. Maka dengan demikian dalam penelitian ini akan membandingkan persepsi antara profesi akuntan dan mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen laba. Profesi akuntan dalam penelitian ini yaitu akuntan manajemen, akuntan pajak dan akuntan publik. Sedangkan untuk mahasiswa akuntansi dalam penelitian ini yaitu mahasiwa akuntansi yang berada ditiga Universitas Negeri yang berada di Makassar (UIN, UNM dan UNHAS).

B.       Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Fokus Penelitian ini adalah persepsi profesi akuntan dan mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen laba, dilaksanakan dalam kurun waktu bulan April hingga Mei dengan cara pembagian kuisioner baik secara langsung ataupun melalui link. Adapun lokasi yang akan dijadikan objek penelitian terdapat pad tiga (3) KAP di Kota Makassar yaitu
1.    KAP Drs. H. Muhammad Fadjar, Rekanan juga dengan KAP Indra, Sumijono di JL.kumala II Kota Makassar
2.    KAP Usman dan Rekan di JL. Maccini Tengah Kota Makassar, dan
3.    KAP Mansyur Sain dan Rekan JL. Mesjid Raya No. A/8 Kota Makassar dan Tiga (3) Universitas Negeri di Makassar (UIN, UNM dan UNHAS).

C.       Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, masalah yang akan diteliti adalah apa sajakah perbedaan dan persamaan yang dapat ditemukan dalam persepsi profesi akuntan dan mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen laba, dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana persepsi  profesi akuntan (Akuntan Publik, Akuntan pajak, Akuntan manajemen) dan mahasiswa akuntansi (UIN, UNHAS dan UNM) terhadap praktik manajemen laba ?

D.      Kajian Pustaka

Ringkasan penelitian empiris yang terdahulu, dengan objek pokok manajemen laba yaitu sebagai berikut :

Abdullah, w dalam penelitiannya Persepsi Akuntan Publik dan Mahasiswa tentang penerimaan etika terhadap praktik manajemen laba, hasil penelitiannya yaitu terdapat perbedaan persepsi akuntan publik dan mahasiswa magister akuntansi dan magister manajemen, dimana seluruh faktor pertimbangan penerimaan etika terhadap praktik manajemen laba mempengaruhi persepsi akuntan publik, dan para mahasiswa. Nampak pada faktor konsistensi dengan PABU mempunyai tingkat signifikansi yang paling berpengaruh terhadap persepsi responden.[8]
Fischer and Rosenzweg, dalam penelitiannya Attitude of students and accounting practitioners concerning the ethinal acceptability of earning management menghasilkan Perbandingan respon antar kelompok responden adalah berbeda secara signifikan. Urutan penerimaan etika manajemen laba dengan manipulasi metode akuntansi adalah mahasiswa MBA, mahasiswa akuntansi, dan praktisi akuntansi. Sedangkan untuk memanipulasi dengan keputusan operasi adalah praktisi akuntansi, mahasiswa MBA, dan mahasiswa akuntansi.[9]
Dwiyanti Sudaryanti, dalam penelitiannya persepsi etis staf pengajar dan mahasiswa jurusan akuntansi dan manajemen terhadap praktik Earnings Management yang menghasilkan Staf pengajar dan mahasiswa akuntansi dan manajemen memiliki persepsi etis terhadap earnings management yang tidak berbeda secara signifikan. Sedangkan keseluruhan factor yang dianggap mempengaruhi persepsi tidak berpengaruh secara signifikan, kecuali pada satu factor yaitu konsistensi pada PABU.[10]
Patricia M. Dechow and Douglas J. dalam penelitiannya Earnings Management : Reconciling The Viewa Of Accounting Academics, Practitioners, and Regulators yang menyimpulkan bahwa untuk perbedaan antara akademik dan regulator persepsi manajemen laba. Regulator dan praktisi melihat manajemen laba karena keduanya meresap dan bermasalah, akademisi cenderung kurang peduli. Akademisi mengecilkan masalah tersebut karena dua alasan : Pertama, Fokus berkepanjangan pada insentif yang mungkin kurang pending dibandingkan pasar modal insentif untuk manajemen laba (Misalnya Rencana Bonus, perjanjian utang, politik, biaya). Fokus ini telah ditopang oleh asumsi bahwa pasar adalah “Efisien”. Kedua, sebuah kesulitan dalam manajemen laba modeling. Secara khusus, sementara definisi manajemen laba harus terstruktur dalam hal pengelolaan “Niat” untuk uji hipotesis peneliti harus “Mengoperasionalkan” definisi ini mengidentifikasikan apa akrual atau akun yang dikelola dan bagaimana. Hal ini sulit dilakukan dengan menggunakan atribut angka akuntansi yang dilaporkan. Sebaliknya menurut Regulator dan Praktisi cenderung melebih-lebihkan sejauh mana masalah untuk alasan berikut : “manajemen laba, jelas bukan solusi optimal. Beberapa manajemen laba yang diharapkan dan harus ada dipasar modal. Hal ini diperlukan karena kebutuhan mendasar bagi pertimbangan dan estimasi untuk melaksanakan akrual akuntansi. Efek urutan pertama memungkinkan penilaian dan perkiraan adalah untuk menghasilkan jumlah laba yang menyediakan “Lebih baik’’ ukuran ekonomi kinerja dari arus kas. Menghilangkan semua fleksibilitas pada gilirannya akan hilang dengan menggunakan laba sebagai ukuran kinerja ekonomi.[11]
Warsito Ka Wedar, dalam penelitian sikap etis akuntan dan pengguna jasa akuntan terhadap praktik manajemen laba, menghasilkan adanya perbedaan sikap etis antara akuntan dan pengguna jasa akuntan terhadap dimensi konsistensi terhadap prinsip akuntansi yang berterima umum, arah manajemen laba, materialitas laba, dan periode akibat dalam praktik manajemen laba. Tidak ada perbedaan sikap etis antara akuntan dan pengguna jasa akuntan terhadap dimensi tipe manajemen laba dan tujuan dalam praktik manajemen laba.[12]
Winda Astuti, Wiwik Tiswiyanti, dan Reka Mayarni, yang meneliti Perbedaan persepsi etis mahasiswa akuntansi yang sudah bekerja dan  yang belum bekerja terhadap praktik Earnings management. Hasil penelitiannya yaitu dari keempat faktor situasional yang mempengaruhi praktik earnings management yaitu jenis menipulasi, arah manipulasi, materialitas dan kecenderungan ternyata mahasiswa akuntansi yang sudah bekerja dan yang belum bekerja memiliki persepsi yang berbeda. Perbedaan ini juga ditunjukkan oleh mean rank berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mahasiswa akuntansi yang sudah bekerja dan yang belum bekerja, dan didapati bahwa mahasiswa akuntansi yang belum bekerja melihat etis tidaknya praktik earnings management dengan mempertimbangkan terlebih dahulu materialitas, kemudian berturut-turut kecenderungan, arah manipulasi dan jenis manipulasi. Sedangkan untuk mahasiswa akuntansi yang sudah bekerja melihat etis tidaknya praktik earnings management dengan mempertimbangkan terlebih dahulu jenis manipulasi, kemudian berturut-turut arah manipulasi, kecenderungan dan materialitas.[13]
Theresia Purbandari, yang meneliti Perbedaan persepsi etis  mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen laba (Studi pada mahasiswa akuntansi perguruan tinggi swasta di EKS-Karesidenan Madiun) dan hasilnya terdapat perbedaan etis mahasiswa akuntansi untuk variable tipe manajemen laba, konsistensi dengan PABU, arah manajemen laba, dan materialitas. Sedangkan tidak terdapat perbedaan persepsi etis mahasiswa Akuntansi untuk variable periode akibat manajemen laba dan tujuan manajemen laba.[14]

E.      Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.     Tujuan Penelitiaan
Praktik manajemen laba bisa dikatakan merupakan perilaku menyimpang yang bersifat legal yang mengakibatkan pengguna laporan keuangan terjerumus misalnya saja melakukan kecurangan dalam laporan keuangan tersebut. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan sikap seorang manajer yang menganggap bahwa manajemen laba merupakan tindakan yang layak dalam menanggung tanggung jawab yang dipikulnya dalam suatu perusahaan. Oleh karena itu maka tujuan penelitian ini yaitu untuk mendapatkan temuan empiris tentang ada atau tidaknya perbedaan persepsi etika profesi akuntan (Akuntan manajemen, akuntan pajak, akuntan publik) dan mahasiswa akuntansi terhadap penerapan praktik manajemen laba.

2.     Kegunaan Penelitian
Diharapkan dalam penelitian ini :
a.    Aspek Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan dan meluruskan tentang persepsi-persepsi terhadap praktik manajemen laba, sehingga tidak ada lagi kesenjangan persepsi terhadap praktik manajemen laba.
b.    Aspek Praktisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang praktik manajemen laba dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.
c.    Aspek akademisi,  penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin ilmu yang telah digeluti selama ini (Akuntansi).


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.  Teori Keagenan (Agency Theory)

Agency Theory secara formal berasal pada awal tahun 1970, namun konsep dibalik itu memiliki sejarah panjang dan beragam. Diantaranya adalah pengaruh teori properti hak, ekonomi organisasi, hukum kontrak, dan filsafat politik, termasuk karya Locke dan Hobbes. Sebagian ilmuan penting terlibat dalam periode formatif teori agenci di tahun 1970-an termasuk Armen Alchian, Harold Demsetz, Michael Jensen, William Meckling, dan S.A. Ross.[15]
Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer[16]. Pada model keagenan dirancang sebuah sistem yang melibatkan kedua belah pihak yaitu manajemen dan pemilik. Selanjutnya, manajemen dan pemilik melakukan kesepakatan (kontrak) kerja untuk mencapai manfaat (utilitas) yang diharapkan.[17]
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008),  menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, hal ini dapat memicu agen (manajemen) untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Tidak lagi memaksimalkan nilai perusahaan atas setiap keputusan ekonomi yang dihasilkan. Salah satu bentuk yang dapat dilakukan agen yaitu manajemen laba. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian sebelumnya (Watts dan Zimmerman 1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Pada teori keagenan, manajemen menyajikan laporan keuangan dapat dimotivasi oleh dua motivasi : opportunistic dan signaling. Motivasi tersebut mendorong manajemen melakukan manajemen laba (earnings management). Pada motivasi opportunistic, manajemen cenderung manyajikan laba lebih tinggi daripada yang sesungguhnya, karena berhubungan dengan kompensasi. Sementara pada motivasi signaling, manajemen cenderung menyajikan laba yang mempunyai kualitas karena berhubungan dengan evaluasi kinerja dan selanjutnya digunakan sebagai sinyal kepada para pemegang saham.
Salno dan Baridwan (2000) menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham, timbul ketika setiap pihak berusaha mempertahankan tingkat kemakmurannya. Pemegang saham tidak cukup memiliki informasi kinerja manajer, sedangkan manajer mempunyai totalitas informasi perusahaan. Dalam hal ini risiko keputusan akibat asimetri (ketimpangan) informasi (information asymmetry) merupakan tanggung jawab pemegang saham, dan bukan manajemen. Penyampaian laporan keuangan dapat dianggap sinyal apakah agen telah berbuat sesuai dengan kontrak. Dalam hubungan keagenan, manajer memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan seperti kreditor dan investor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut lebih cepat dibandingkan pihak eksternal. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada manajer untuk menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi laporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kepentingannya.[18]
Asimetri informasi dan konflik kepentingan mendorong manajer menyajikan informasi tidak sebenarnya kepada pemegang saham. Scoot (2009), membagi dua tipe utama asimetri informasi : 1) Adverse selection, para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang kondisi dan prospek perusahaan di masa mendatang dibandingkan investor sebagai pihak luar; 2) Moral hazard, kegiatan yang dilakukan seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman, sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham[19].
Berdasarkan penelitian sebelumnya (Watts dan Zimmerman 1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen laba.
B.  Teori PAT (Positif Accounting Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman pada tahun 1978 yang dipublikasikan lewat tulisannya pada tahun 1978 dan tahun 1979. Positive Accounting Theory  menemukan bahwa pada aturan akuntansi yang diterapkan pada praktek sehari-hari (misalnya pilihan metode akuntansi) memiliki hubungan dengan variabel perusahaan lainnya seperti analisa leverage dan besarnya ukuran perusahaan merupakan suatu variabel yang paling konsisten digunakan.
Teori akuntansi positif adalah penting bagi mereka yang harus membuat keputusan mengenai kebijakan akuntansi seperti manajer perusahaan, akuntan publik, pemberi pinjaman, investor, analis keuangan, regulator untuk memprediksi dan memberikan penjelasan mengenai konsekuensi dari keputusan mereka. Para pengguna ini akan menggunakan teori yang telah dikembangkan oleh Watt dan Zimmerman ini untuk meningkatkan kesejahteraannya sampai ditemukan teori lain yang lebih berguna.[20]
Teori akuntansi positif menurut Scott (2000) berusaha untuk membuat prediksi yang baik sesuai dengan kejadian yang nyata. Rasyid (1997) menyatakan bahwa hubungan antara teori dan praktek dalam akuntansi positif dengan adanya suatu means-end dichotomy, yaitu keterpisahan antara dunia teori dan praktek. Teori akuntansi positif mempunyai suatu kepercayaan bahwa realita sosial berada secara independen dari manusia yang memiliki sifat atau esensi tersendiri.[21]
Seorang manajer atau pembuat laporan keuangan yang memiliki kewenangan tersendiri dan tanggung jawab yang besar terhadap laporan keuangan dalam suatu organisasi dapat dengan mudah melakukan manajemen laba sesuai kebutuhannya baik untuk kebutuhan pribadi ataupun kebutuhan perusahaan. Dengan demikian seorang manajer melakukan praktik manajemen laba dikarenakan adanya motivasi tertentu yang mempengaruhi mereka mengubah data laporan keuangan.
Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman (1986) adalah :
1.    The Bonus Plan Hypothesis
Bahwa pada perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini. Laba suatu periode akuntansi yang lebih rendah dari target laba merupakan insentif bagi manajer untuk mengurangi laba yang dilaporkan dalam suatu periode tersebut dan mentransfer laba ke periode berikutnya.
2.    The Debt to Equity Hypoyhesis (Debt Covenant Hypothesis)
Bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatakan pendapatan atau laba. Memaksimum pemberian deviden ke pemegang saham atau batasan lain yang umumnya dikaitkan dengan data akuntansi. Pelanggaran terhadap batasan-batasan yang termuat dalam kontrak kredit ini merupakan hal yang menakutkan bagi manajemen. Oleh karena itu, kondisi keuangan yang menyebabkan perusahaan berada dalam posisi nyaris melanggar perjanjian kredit dapat menjadi insentif bagi manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka meminimalkan probabilitas pelanggaran perjanjian.[22]
3.    The Political Cost Hypothesis
Fluktuasi yang besar dalam laba mungkin menarik perhatian pembuat peraturan (regulator), fluktuasi naik yang besar atas laba dapat dipandang sebagai sinyal krisis dan menyebabkan regulator bertindak maka perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan.[23]
Tiga hipotesis tersebut menunjukkan bahwa akuntansi teori positif mengakui adanya 3 hubungan keagenan :
a.       Antara manajemen dengan pemilik
b.      Antara manajemen dengan kreditur
c.       Antara manajemen dengan pemerintah.

C.  Persepsi
Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1998 mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang agar mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Sedangkan Matlin tahun 1998 mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus yang ditunjukkan oleh indera. Persepsi juga merupakan kombinasi faktor dunia luar (stimulus visual) dan diri sendiri (pengetahuan sebelumnya). Persepsi memiliki dua aspek, yaitu : pengakuan pola (pattern recognition) dan perhatian (attention).
Dalam kajian ilmu psikologi dikenal juga istilah persepsi. Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari bahwa mereka dapat mengerti tentang lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Jadi, persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsangan melalui panca indra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun di dalam diri individu[24]. Berikut ini pengertian persepsi dari beberapa ahli.
Menurut Bimo Walgito, Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Menurut Maramis, persepsi ialah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah panca indranya mendapat rangsang. Dan Menurut Desirato, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pesan dapat dikatakan sebagai pemberian makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli).
Sementara Rakhmat, 1993 menyatakan bahwa persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, yang ditentukan oleh factor personal dan faktor situasional. Sejalan dengan Matlin tahun 1998, Davidoff tahun 1981 menyatakan bahwa persepsi sebagai satu kerja yang rumit dan aktif. Persepsi dikatakan rumit karena walaupun persepsi merupakan pertemuan antara proses kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran, dan bahasa, maka dengan demikian persepsi bukanlah cerminan yang tepat dari realitas.[25]
Robbins (2003) secara implisit menyatakan bahwa, persepsi suatu individu terhadap suatu obyek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu lainnya terhadap obyek yang sama. Fenomena ini dikarenakan oleh beberapa faktor yang jika digambarkan tampak sebagai berikut :

GAMBAR 1.
SKEMAFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI
Text Box: Factor dalam situasi :
• Waktu
• Keadaan/tempat kerja
• Keadaan Sosial
 











Sumber : Robbins (2003)

Dalam hal ini persepsi dipengaruhi oleh 3 faktor seperti pada skema diatas yaitu faktor situasi, faktor pada pemersepsi dan faktor pada target. Ketiga hal ini merupakan hal penting dalam menentukan persepsi seseorang.
Adapun jenis-jenis persepsi sebagai berikut jika suatu persepsi dikaitkan dengan panca indera :
  1. Persepsi visual : Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan yaitu mata.
  2. Persepsi auditori : didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.
  3. Persepsi perabaan : didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.
  4. Persepsi penciuman : Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung.
  5. Persepsi pengecapan : didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.[26]

D.  Manajemen Laba

Manajemen laba, akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi di sejumlah perusahaan. Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi angka laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam manajemen laba berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan dengan aturan pelaporan keuangan dalam Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), khususnya dalam Standar Akuntansi, yaitu dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi, dan menggeser periode pendapatan atau biaya. Adapun manajemen laba yang dilakukan secara illegal (disebut juga dengan financial fraud), dilakukan dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan oleh Pedoman Akuntansi Berterima Umum (PABU), yaitu dengan cara melaporkan transaksi-transaksi pada pendapatan atau biaya secara fiktif dengan cara menambah (mark up) atau mengurangi (mark down) nilai transaksi, atau mungkin dengancara tidak melaporkan sejumlah transaksi, sehingga akan menghasilkan laba pada nilai/ tingkat tertentu yang dikehendaki oleh manajer.[27]
Manajemen laba didefinisikan dalam berbagai macam versi oleh masing-masing sang peneliti. Menurut Fischer dan Rozenzwig (1995) manajemen laba adalah tindakan manajer yang menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang. Sedangkan menurut Copeland (1968 :10) dalam Utami (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai,

“some ability to increase or decrease reported net income at will”.

Ini berarti bahwa manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajer[28]. Dalam penelitian A Review of the earnings management literature and its implication for standard setting mendefinisikan praktik manajemen laba sebagai berikut :

‘’Earnings management occurs when managers use judgment in financial reporting and in structuring transaction of alter financial report to either mislead some stakeholders about the underlying economic performance of the company, or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting number’’.[29]

Yaitu manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan transaksi penataan laporan keuangan baik menyesatkan beberapa stakeholder tentang kinerja ekonomi yang mendasari perusahaan, atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang bergantung pada jumlah akuntansi yang dilaporkan.
Beralih ke literatur profesional, definisi yang jelas tentang "manajemen laba" yang  sulit untuk membedakan dari pernyataan dan / atau pernyataan dan pidato oleh regulator,  meskipun bentuk ekstrem dari manajemen laba, penipuan keuangan, didefinisikan dengan baik (lagi dalam hal niat manajerial) sebagai berikut :

“…the deliberate misrepresentation of the financial condition of an enterprise accomplished throughthe intentional misstatement or omission of amounts or disclosures in the financial statements to deceive financial statement users”.[30]

Scott (2009) memiliki pandangan yang lebih luas tentang manajemen laba mengungkapkan bahwa manajemen laba dapat dipandang menjadi dua perspektif yaitu: 1) perspektif pelaporan keuangan (financial reporting), yang mana dalam perspektif ini manajer mengguna-kan manajemen laba untuk kepentingan peramalan atas laba sehingga akan terhindar dari reaksi negatif para investor, dan 2) perspektif kontraktual (contracting perspective), yang mana dalam per-spektif ini manajer menggunakan manajemen laba untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mem-pengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Scott (2009), mendefinisikan manajemen laba adalah sebagai berikut :

Earnings mana-gement is the choice by a manager of accounting policies, or actions affecting earnings, so as to achieve some specific reported earnings objective.”[31]

Menurut Assih dan Gudono (2000), earnings management atau manajemen laba diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan general accepted accounting principal, untuk mengarah pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan. Perataan laba menurut Assih dan Gudono (2000), termasuk dalam pengertian manajemen laba tersebut yaitu “cara pengurangan dalam variabilitas laba selama jumlah periode tertentu atau dalam satu periode, yang mengarah pada tingkat yang diharapkan atas laba yang dilaporkan. Sedangkan menurut Scoot (1997) mendefinisikan laba sebagai berikut :

 “Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as ti maximize their own utility and/or the market value of the firm

Dari definisi ini manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dar standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan.
Laporan laba sangat dibutuhkan oleh pemakai informasi karena dapat digunakan untuk memenuhi 4 (empat) hal, yaitu:
1.    Pemilik perusahaan
2.    Keberlangsungan usaha
3.    Investasi masa depan, dan
4.    Prestasi (manajemen).

Laporan laba menyangkut keberlangsungan usaha berarti hal ini didasarkan pada asumsi bahwa usaha dapat berlangsung bila ada ketersediaan kas sebagai modal usaha dalam perusahaan. Laporan laba berguna bagi investasi masa depan berarti informasi ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan masa depan menyangkut investasi usaha. Laporan laba berguna bagi peningkatan prestasi karyawan berarti laporan ini dapat mempengaruhi posisi atau kedudukan serta prestasi karyawan, karena pentingnya informasi laba ini membuat perhatian para investor berpusat pada informasi laba dan akhirnya mendorong manajemen untuk memengaruhi angka laba atau disebut dengan manajemen laba (earnings management).  Manajemen  laba umumnya dilakukan dengan 4 (empat) pola, yaitu:
1.    Taking a bath,
2.    Minimisasi laba (income minimization),
3.    Maksimisasi laba (income maximization), dan
4.    Perataan laba (income smoothing) (Scott, 1997:383).
Taking a bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah (bahkan rugi) atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya atau sesudahnya.
Minimisasi laba (income minimization) adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba sesungguhnya.
Maksimisasi laba (income maximization) adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya.
Perataan laba (income smoothing) adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode-periode tertentu menunjukkan fluktuasi yang normal dalam rangka mencapai kecenderungan atau tingkat laba yang diinginkan. Perataan laba adalah cara yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik melalui metode akuntansi atau transaksi[32]. Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba :

1.    Tipe Manajemen Laba
Tipe manajemen laba merupakan upaya manajemen laba dengan menggunakan manipulasi akuntansi yaitu dengan mengubah catatan dari transaksi yang ada atau dengan menggunakan manipulasi operasional dengan penentuan transaksi akhir tahun untuk memindahkan pendapatan dan biaya dalam periode pelaporan yang diinginkan[33]. Penilaian persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel tipe manajemen laba untuk manipulasi akuntansi terdapat pada skenario (3), (5a), (5b), (6a), (6b), (7a), dan (7b). Sedangkan untuk manipulasi operasional terdapat pada skenario (1), (2a), (2b), (4a), (4b), dan (4c).[34]
2.    Konsistensi terhadap Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum
Konsistensi terhadap prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU) artinya adalah apakah laporan keuangan yang disusun konsisten atau inkonsisten terhadap PABU[35]. Penilaian persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel konsistensi terhadap prinsip akuntansi berterima umum (PABU) yang konsisten terdapat pada skenario (5a), (6a), (6b). Sedangkan untuk konsistensi prinsp akuntansi yang berterima umum (PABU) yang tidak konsisten terdapat pada skenario (3), (5a), (7a), (7b).[36]
3.    Arah Manajemen Laba
Arah manajemen laba adalah upaya untuk menailkkan atau menurunkan jumlah laba dengan mempercepat (menunda) pengeluaran akrual[37]. Penilaian persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel arah manajemen yang menaikkan laba terdapat pada skenario (2a), (2b), (3), (4a), (4b), (4c), (6a), (6b), (7a), (7b). Sedangkan persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel arah manajemen yang menurunkan laba terdapat pada skenario (1), (5a), (5b).[38]
4.    Materialitas Manajemen Laba
Materialitas manajemen laba adalah upaya melakukan manajemen laba dalam jumlah yang dianggap material[39]. Penilaian persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel meterialitas manajemen laba terdapat pada skenario (7a) yang menggambarkan manajemen laba dalam jumlah yang dianggap tidak material dan skenario (7b) yang menggambarkan manajemen laba dalam jumlah yang dianggap material.[40]
5.    Periode Akibat Manajemen Laba
Periode akibat manajemen laba artinya apakah praktik manajemen laba dilakukan pada akhir kuartal atau akhir tahun. Penilaian persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel periode akibat manajemen laba pada akhir kuartal terdapat pada skenario (2a), pada akhir tahun terdapat pada skenario (2b).[41]
6.    Tujuan Manajemen Laba
Tujuan manajemen laba adalah tujuan atau maksud tertentu dalam melakukan manajemen laba[42]. Penilaian persepsi etis terhadap praktik manajemen laba ditinjau dari variabel tujuan manajemen laba terdapat pada skenario (6a) yang menggambarkan tujuan manajemen laba untuk mendapatkan dana pembiayaan untuk proyek penegembangan produk yang penting yang sempat tertunda karena keterbatasan anggaran terdapat pada skenario (6b) yang menggambarkan tujuan manajemen laba untuk memenuhi target laba yang sudah dianggarkan.[43]
E.  Motivasi Manajemen Laba
Scott (2000:302) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:
1.    Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.
2.    Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkanpada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi labayang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkanpemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
3.        Taxation Motivation
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yangpaling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuanuntuk penghematan pajak pendapatan.
4.        Pergantian CEO
CEO (Chief Official) yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkanpendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5.        Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6.        Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.[44]

Karena bisa dikatakan bahwa manajemen laba merupakan tindakan manipulatif maka, ayat yang dapat dikaitkan dengan manajemen laba tentang manusia dalam mencari rezeki harus memperhatikan kehendak sesamanya, misalnya dalam perdagangan tidak saling memaksa[45]. Proses tawar-menawar didasarkan atas suka sama suka, sesuai dengan kalam Allah SWT :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Terjemahnya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu” ; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisa’: 29)

Supaya segala kegiatan manusia dalam perdagangan mendapatkan berkah dan bermanfaat bagi kemaslahatannya maka manusia harus adil dan jujur.

Þ ó (#qßJŠÏ%r&ur šcøuqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ Ÿwur (#rçŽÅ£øƒéB tb#uÏJø9$# ÇÒÈ 
Terjemahnya:
“Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi sukatan itu.” (Q.S. Ar-Rohman: 9)

F.   Kerangka Konseptual

GAMBAR. 2
 


















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ada, penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas.
Penelitian ini dilakukan dengan pembagian kuesioner kepada objek atau informan yang akan diteliti. Dimana objek atau informan dari penelitian ini merupakan profesi akuntan dan mahasiswa akuntansi. Profesi akuntan yaitu akuntan manajemen, akuntan pajak, dan akuntan publik. Untuk penelitian terhadap mahasiswa akuntansi dilakukan ditiga universitas negeri yang ada dikota Makassar (UIN, UNHAS dan UNM). Sedangkan untuk penelitian terhadap Profesi akuntan dilakukan di KAP Drs. Muhammad Fadjar, Rekanan juga dengan KAP Indra, Sumijono & Rekan, KAP Usman & Rekan, KAP Mansyur Sain & Rekan yang berada di kota Makassar.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa[46]. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, dalam penelitian bahasa jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian.[47]

C. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer yaitu sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli, tidak melalui media perantara. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer ini berasal dari jawaban responden atas kuesioner yang dibagikan kepada responden.

D. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode survey (Survey Methods), data yang akan diperoleh dengan cara mendistribusikan kuisioner (Questionnaires) kepada responden secara langsung. Sebelum melakukan pendistribusian kuisioner kepada para responden secara langsung, pengecekan ulang terhadap kuisioner tersebut harus dilakukan secara teliti dengan cara melakukan pratest kuisioner kepada mahasiswa akuntansi agar kiranya kuisioner tersebut mudah dipahami dan menghasilkan informasi yang diinginkan.
Pendistribusian kuisioner kepada para mahasiswa akuntansi dilakukan secara langsung maupun melalui link yang ada di universitas. Dibagikannya kuisioner ini dilakukan secara khusus pada jam sesudah dan sebelum mata kuliah berlangsung. Sedangkan pengumpulan kuisioner yang melalui link nantinya akan diberikan kepada peneliti. Dan pendistribusian kuisioner kepada profesi akuntansi juga dilakukan secara langsung, melalui link, dan pengiriman via pos. Lokasi atau perusahaan yang mudah dijangkau pendistribusian kuisionernya dilakukan secara langsung, dan pada lokasi atau perusahaan tertentu pendistribusian kuisionernya melalui link, dan untuk lokasi atau perusahaan yang susah dijangkau pendistribusian kuisionernya melalui via pos.
Adapun jumlah objek yang akan diteliti dengan yaitu sebagai berikut :
1.           Profesi akuntan
a.       Akuntan Publik (N=56) 10% = 6
b.      Akuntan manajemen (N=50) 10%= 5
c.       Akuntan Pajak (N=27) 10% = 3
Jumlah populasi untuk akuntan yaitu 14 orang

2.    Mahasiswa Akuntansi
a.       UIN (N=221) 10% = 23
b.      UNHAS (N=262) 10% = 27
c.       UNM (N=147) 10% = 15
Jumlah populasi untuk mahasiswa akuntansi yaitu 65, Sehingga jumlah sampel dari keseluruhan populasi yaitu 79 sampel.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini hal yang dilakukan dan dianggap penting untuk memperoleh hasil yang maksimal dan memudahkan dalam penelitian, peneliti menggunakan angket (Kuesioner) sebagai alat untuk memperoleh data dari objek yang akan diteliti.

F.  Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahaan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode komparasi, metode ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk membandingkan data-data yang ditarik dari konklusi baru. Komparasi sendiri berasal dari bahasa inggris, yaitu “Compare” yang artinya membandingkan untuk menemukan persamaan dari dua konsep atau lebih. Dengan metode ini peneliti bermaksud untuk menarik konklusi dengan cara membandingkan ide-ide, pendapat-pendapat dan pengertian agar mengetahui persamaan dari ide dan perbedaan.[48]
Dra. Asnawi sunawi menurut beliau metode komparasi adalah suatu penelitian yang dilaksanakan untuk menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu profesi suatu prosedur kerja. Dapat juga membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan pandangan-pandangan orang, grup atau negara, terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap ide-ide.[49]

G. Pengujian Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengecekan keabsahan data dibutuhkan untuk membuktikan bahwa data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya melalui verifikasi data. Adapun teknik dalam menguji keabsahan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:[50],
1.    Validitas yang terdiri dari 2 yaitu:
a.    Validitas internal  (Kredibilitas) berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai.
b.    Validitas eksternal (Transferabilitas) berkenaan derajat akurasi apakah hasil penelitian hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil.
2.    Reabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan.

Penelitian kualitatif memiliki dua kelemahan utama[51] :
1.    peneliti tidak dapat 100% independen dan netral dari reseacrh setting
2.    peneliti kualitatif sangat tidak berstruktur (messy) dan sangat interpretative
.
Dalam pencapaian kredibilitas terdapat sembilan (9) prosedur untuk meningkatkan kredibilitas penelitian kualitatif yaitu sebagai berikut :
1.      Triangulation
2.      Disconfiring Evidence
3.      Reseacrh reflexivity
4.      Member checking
5.      Prolonged engagement in the field
6.      Collaboration
7.      The audit trail
8.      Thick, dan
9.      Rich description & peer debriefing

Dengan melihat pemahaman pengumpulan data sebelumnya yang memperlihatkan keragaman sumber data dan teori yang ada, maka penelitian menggunakan prosedur triangulasi (Triangulation).
Triangulasi adalah kombinasi beragam sumber data, tenaga peneliti, teori dan teknik metodologis dalam suatu penelitian atas gejala sosial. Triangulasi dibutuhkan karena setiap teknik memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri. Dengan demikian triangulasi memungkinkan tangkapan realitas secara lebih valid.[52] Sehingga dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teori. Triangulasi teori menjelaskan tentang  informasi yang diperoleh dari hasil penelitian kualitatif merupakan sebuah rumusan informasi yang akan dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan pemahaman peneliti dalam menggali pengetahuan teoritiknya secara mendalam.








[1]Muhammad Wahyuddin Abdullah. Persepsi Akuntan Publik Dan Mahasiswa Tentang Penerimaan Etika Terhadap Praktik Manajemen laba (Semarang: UPT-PUSTAK-UNDIP, 2003), h. 1.
[2]FASB, 1978
[3]Bernard dan Stober, 1998 dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006
[4]Siallagan dan Machfoedz, 2006
[5]Tatang ari gumanti, Dosen fakultas ekonomi jurusan Manajemen dan Akuntansi Universitas Jember. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 2, Nopember 2000: 104 – 115. Earnings Management : Suatu Telaah Pustaka 2000
[6]Posted by Admin On May 07 2012. http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-manajemen-laba/. (Diakses 17 Maret 2014)
[7]Komala Inggarwati dan Arnold Kaudin. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan (Tahun 3, No. 3, Desember 2010)
[8]Muh.Wahyuddin Abdullah. Persepsi Akuntan Publik dan Mahasiswa tentang Penerimaan Etika terhadap Praktik Manajemen Laba (Semarang: UPT-PUSTAK-UNDIP, 2003)
[9]Fisher, M dan Kenner Rosenzweig, 1995. Dalam Muh. Wahyuddin Abdullah. Tesis; Persepsi Akuntan Publik dan mahasiswa tentang Penerimaan Etika terhadap Praktik Manajemen Laba. (Semarang: UPT-PUSTAK-UNDIP, 2003).
[10]Dwiyanti Sudaryanti, 2001. Dalam Muh. Wahyuddin Abdullah. Tesis; Persepsi Akuntan Publik dan Mahasiswa tentang Penerimaan Etika terhadap Praktik Manajemen Laba (Semarang:  UPT-PUSTAK-UNDIP, 2003)
[11]Earnings Management: Reconciling the Views of Accounting Academics, Practitioners, and Regulators* by Patricia M. Dechow and Douglas J. Skinner University of Michigan Business School 701 Tappan Street Ann Arbor, MI 48109-1234 Preliminary Draft: September 1999 This version: February 2000
[12]Warsito Ka wedar. Sikap etis Akuntan dan Pengguna jasa Akuntan terhadap Praktik Manajemen Laba (Jurnal Akuntansi & Auditing Vol 01/ No. 02/Mei, 2005: 198-214)
[13]Winda Astuti, dkk. Perbedaan persepsi etis Mahasiswa akuntansi yang sudah bekerja dan yang belum bekerja terhadap Praktik Earnings management (Vol 13, No.2, Hal 07-12 ISSN 0852-8349 Juli- Desember 2011).
[14]Theresia Purbandari. Perbedaan persepsi etis mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen laba (Studi Pada Mahasiswa akuntansi perguruan tinggi swasta di Eks-Karesidenan Madiun). Program Studi Akuntansi – Fak. Ekonomi Univ. Katolik Widya Mandala Madiun, (Widya Warta No.01 Tahun XXXV 1/ januari 2012, ISSN 0854-1981)
[16]Anggyansyah, arief.blogspot (Diakses 12/02/2013).
[17]Sunarto, Teori Keagenan dan Manajemen. Kajian Akuntansi, Vol 1 No.1 (Semarang: Fakultas Ekonomi UNISBANK, 2009), h. 13-28.
[18]Donny Arlanda Andromeda, Tesis : Analisis Pengaruh manajemen laba terhadap return saham pada perusahaan manufaktur di BEJ yang diaudit oleh KAP yang berskala besar dan KAP berskala kecil. Program studi magister manajemen, program pascasarjana, (UNIV. Diponegoro, Semarang, 2008).
[19]Denias, Priantinah. Manajemen laba ditinjau dari sudut pandang oportunistik dan efisien dalam PAT.
[20]Review PAT (Positive Accounting Theory) Ross L. Watts & Jerold L. Zimmerman oleh: M. Kuncara B. S (Mahasiwa S3 Prodi Akuntansi UGM, NIM. 307630), Prentice-Hall Inc, 1986
[21]Indira, januarti. Pendekatan dan kritik PAT (Positive Accounting Theory). Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Jurnal Akuntansi & Auditing, Vol 01/ No.01/ November 2004
[22]Donny Arlanda Andromeda, Tesis : Analisis Pengaruh manajemen laba terhadap return saham pada perusahaan manufaktur di BEJ yang diaudit oleh KAP yang berskala besar dan KAP berskala kecil. Program studi magister manajemen, program pascasarjana, (UNIV. Diponegoro, Semarang, 2008).
[23]Denias, Priantinah. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia (Vol. VII. No.1-Tahun 2009), h.  99-109
[25]Iprianto. Persepsi akademisi dan Praktisi akuntansi terhadap Keahlian akuntan Forensik, Tesis. 2009
[26]Persepsi Sikap dan Nilai, Diakses 9 Mei 2014
[27]Radian, Srirama. Manajemen laba (Earnings Manajemen) dalam perspektif etika hedonisme. Univ.Brawijaya
[28]Hudayati, Ataina. Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan : Berbagai Teori dan Pendekatan yang Melandasi. JAAI volume 6 No.2, 2002.
[29]Paul M.Healy. Harvard Business School, Boston, MA 02163 and James M. Wahlen. Kelley School Business, Indiana University, Bloomingtong, IN 47405-1701 ; A Review of the earnings management literature and its implication for standard setting. November 1998.
[30]Patricia M. Dechow and Douglas J. Skinner. Earnings Management: Reconciling the Views of Accounting Academics, Practitioners, and Regulators (University of Michigan Business School 701 Tappan Street Ann Arbor, MI 48109-1234) Preliminary Draft: September 1999 This version: February 2000
[31]Muhammad Miqdad. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Jember, Indonesia
Email: miq_aset@yahoo.co.id PRAKTIK TATA KELOLA PERUSAHAAN (CORPORATE GOVERNANCE) DAN USEFULNESS INFORMASI AKUNTANSI (Telaah Teoritis Dan Empiris)
JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.14, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 147-155
[32]Blogger. Nia Arini, 2011. Di akses 7 januari 2014
[33]Nirmala dan Martin, 2007 : 21
[34]Clikeman, dalam Nirmala dan Martin, 2007 : 22
[35]Lontoh dan Lindrawati, (2004 : 11)
[36]Bruns dan Merchant, 1999 dalam Sholihin dan Ainun Na’im, 2004: 183
[37]Nurmala dan Martin, 2007: 22
[38]Bruns dan Merchant, 1990 dalam Sholihin dan Ainun Na’im, 2004: 183
[39]Nurmala dan Martin, 2007: 22
[40]Clikeman, 2000 dalam Nurmala dan Martin , 2007: 22
[41]Bruns dan Merchant, 1990 Sholihin dan Ainun Na’im, 2004: 183
[42]Nurmala dan Martin, 2007: 22
[43]Theresia Purbandari. Perbedaan persepsi etis  mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen laba (Studi pada mahasiswa akuntansi perguruan tinggi swasta di EKS-Karesidenan Madiun). Widya warta No.01 XXXVI/ Januari 2012 ISSN 0854-1981.
[44]Nia ariny.BLOG : Earnings manajemen dalam kaitannya etika bisnis dan moral, 2011
[45]Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam. Ahmad Yusuf Marzuqi, Achmad Badarudin Latif. JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS.Vol. 7 No. 1 Maret 2010
[46]Djajasudarma, (2006: 11)
[48]Al-Ghazali dan Abdullah nashih ulwan. Diakses 16 Maret ; digoogle dalam file PDF (SECURED). Metode Penelitian, 2014
[49]Arikunto, Suharsimi. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta Hlm ; 267 dalam jurnal penelitian kualitatif
[50]Alinatul husna (10140099) Studi komparasi antara guru yang belum sertifikasi dengan guru yang sudah sertifikasi terhadap profesionalisme guru IPA di SD Kepanjen Malang. Mei 2013, disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah metode penelitian kualitatif. Univ.Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Jur.Pend.Guru Madrasah Ibtidaiyah Fak.Tarbiyah
[51]Anis Chariri, “Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif’’. Paper disajikan pada workshop Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Laboratorium Pengembangan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 31 Juli-1 Agustus 2009. Hal ;14
[52]Ivanovich Agusta. Pengumpulann analisis data kualitatif (Secured)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

“SISTEM INFORMASI MANAJEMEN” MENGELOLA PENGETAHUAN

“SISTEM INFORMASI MANAJEMEN” MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEDEKATAN DENGAN PELANGGAN: APLIKASI PERUSAHAAN

RESUME SIM MENGELOLA SISTEM GLOBAL