REKONSTRUKSI FENOMENOLOGI TENTANG PERAN AKUNTAN
DALAM MASYARAKAT: “MELAYANI KEPENTINGAN
PUBLIK ATAU KEPENTINGAN KLIEN”
(Study kasus pada Auditor BPK-RI di Makassar)
HARNADI (10800112073) Ak B
Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi akun tan publik, sebagai salah satu pelaku bisnis di
Indonesia yang bertugas untuk mengaudit apakah laporan keuangan yang dibuat
oleh pihak manajemen perusahaan telah benar atau terdapat manipulasi, harus
meningkatkan profesionalisme untuk menghadapi tantangan yang semakin berat.
Profesionalisme suatu profesi mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki
setiap anggota profesi tersebut, yaitu berkeahlian, berpengetahuan, dan
berkarakter. Karakter menunjukkan personaliti seorang profesional, yang
diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya (Ludigdo dan Machfoedz,
1999). Masyarakat dan pengguna jasa akuntan publik akan menilai tingkat
profesionalisme seorang akuntan melalui sikap dan tindakan etis akuntan
tersebut. Hal ini tidak dipungkiri karena dalam profesi akuntansi sebagai
pelaku bisnis juga terdapat persaingan yang tajam untuk menentukan
keberadaannya dalam peta persaingan di antara rekan seprofesinya dalam negeri
maupun luar negeri. Seiring dengan tuntutan masyarakat untuk menghadirkan.
Seiring dengan tuntutan masyarakat untuk
menghadirkan suatu proses bisnis yang terkelola dengan baik, sorotan terhadap
kinerja akuntan publik terjadi dengan begitu tajamnya. Ini tidak dapat
dilepaskan dari terjadinya malpraktik bisnis yang melibatkan profesional akuntan.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit umum atas
laporan keuangan kliennya sehingga dinilai berpotensi berpengaruh cukup
signifikan terhadap Laporan Auditor Independen, selain itu beberapa KAP
tersebut tidak menyampaikan laporan tahunan KAP kepada Departemen Keuangan
(DEPKEU, 2009).
Bertolak dari kasus-kasus yang ada, dan kemudian
dihubungkan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, akuntan seolah
menjadi profesi yang harus paling bertanggung jawab. Dalam hal ini, karena
peran pentingnya dalam masyarakat bisnis, akuntan publik bahkan dituduh sebagai
pihak yang paling besar tanggung jawabnya atas kemerosotan perekonomian
Indonesia. Bagaimanapun situasi kontekstual ini memerlukan perhatian dalam
berbagai aspek pengembangan profesionalisme akuntan publik, termasuk di
dalamnya melalui suatu penelitian.
Mengenai etika profesi memiliki kaitan dengan
peran akuntan publik di masyarakat, akuntan publik akan dinilai etis jika
benar-benar dapat mengutamakan kepentingan publik. (Baker, 2005) mengemukakan
bahwa pemahaman arti dari kepentingan publik bagi suatu profesi akuntan publik
pada suatu negara dibentuk oleh ideologi dan kepentingan ekonomi yang ada di
Negara tersebut. Kaidonis (2008) berpandangan bahwa peran profesi akuntan
publik lebih diprioritaskan untuk kepentingan korporasi karena adanya
pengakomodasian melalui instrumen legislatif sehingga mengurangi peran akuntan
publik dalam melayani masyarakat.
Profesi akuntan,
sebagai salah satu pelaku bisnis di Indonesia yang bertugas untuk mengaudit
apakah laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan telah benar
atau terdapat manipulasi, harus meningkatkan profesionalisme untuk menghadapi
tantangan yang semakin berat. Profesionalisme suatu profesi mensyaratkan tiga
hal utama yang harus dimiliki setiap anggota profesi tersebut, yaitu
berkeahlian, berpengetahuan, dan berkarakter (Arifin, 2005). Masyarakat dan
pengguna jasa akuntan akan menilai tingkat profesionalisme seorang akuntan
melalui sikap dan tindakan etis akuntan tersebut. Hal ini tidak dipungkiri
karena dalam profesi akuntansi sebagai pelaku bisnis juga terdapat persaingan
yang tajam untuk menentukan keberadaannya dalam peta persaingan di antara rekan
seprofesinya dalam negeri maupun luar negeri.
Akuntan mempunyai
kedudukan yang unik dengan pengguna jasanya dibanding profesi yang lain.
Akuntan mendapatkan penugasan dan memperoleh fee dari perusahaan atau
klien, namun dalam melaksanakan audit bukan semata hanya untuk kepentingan
klien melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan
keuangan auditan. Hubungan yang unik ini seringkali mnempatkan akuntan pada
situasi-situasi dilematis yang melibatkan pilihan antara nila-nilai yang
bertentangan, hal ini terjadi ketika akuntan merasa bahwa tindakan yang
dilakukan untuk kliennya tidak konsisten dengan tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri atau kelompok lain.
Dilema etis
dalam setting auditing dapat terjadi ketika auditor dan auditee tidak
sepakat terhadap beberapa aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam keadaan
ini, auditee dapat mempengaruhi proses audit yang dilakukan oleh
auditor. Auditee dapat menekan auditor untuk melakukan tindakan yang
melanggar standar pemeriksaan, dalam situasi seperti ini auditor dihadapkan
pada
pilihan-pilihan keputusan yang
saling bertentangan terkait dengan aktivitas pemeriksaannya. Apabila auditor
memenuhi tuntutan auditee berarti melanggar standar pemeriksaan dan kode
etik serta kemungkinan mendapatkan imbalan dari
auditee, namun apabila
auditor memutuskan tidak memenuhi tuntutan auditee maka akan mendapatkan
tekanan dari auditee, baik berupa penghentian penugasan, pemecatan dan
kemungkinan sanksi lainnya. Menghadapi situasi seperti ini, auditor dihadapkan
kepada pilihan pengambilan keputusan etis atau tidak etis.
Sejalan dengan
beberapa penelitian sebelumnya, penelitian mengenai etika profesi memiliki
kaitan dengan peran akuntan publik di masyarakat, akuntan publik akan dinilai
etis jika benar-benar dapat mengutamakan kepentingan publik. (Setyawati, 2009) mengemukakan bahwa
pemahaman arti dari kepentingan publik bagi suatu profesi akuntan publik pada
suatu negara dibentuk oleh ideologi dan kepentingan ekonomi yang ada di Negara
tersebut. (Ludigdo, 2007) berpandangan
bahwa peran profesi akuntan
publik lebih diprioritaskan untuk kepentingan korporasi karena adanya
pengakomodasian melalui instrumen legislatif sehingga mengurangi peran akuntan
publik dalam melayani masyarakat.
Berdasarkan
pandangan demikian dan berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia
penelitian ini menggunakan paradigma non-positivistik untuk menganalisis isu
masih banyaknya keberpihakan akuntan publik terhadap klien di Indonesia.
Penelitian ini berfokus pada permasalahan bagaimana akuntan
memahami profesi mereka dalam
melayani kepentingan publik maupun kepentingan klien dengan cara menggali
sedalam mungkin pengalaman dan wawasan informan melalui wawancara, sehingga
penelitian ini mengambil judul:
Rekonstruksi
Fenomenologi Tentang Peran Akuntan dalam Masyarakat: Melayani Kepentingan
Publik atau Kepentingan Klien
B.
Rumusan Masalah
Akuntansi
sebagai realitas yang terbentuk secara sosial dan tidak dapat dilepaskan dari
auditing menghasilkan profesi akuntansi yang sarat akan tanggung jawab yang
besar khususnya auditor independen dan akuntan publik. Dalam posisinya yang
strategis auditor seringkali mendapatkan tekanan dari klien untuk melakukan
tindakan yang melanggar standar pemeriksaan, sedangkan stakeholder sebagai
pemakai asersi klien menginginkan informasi yang bertanggungjawab guna
mengetahui kondisi yang sebenarnya dari klien. Berangkat dari konflik tersebut
pemahaman yang mendalam mengenai profesi akuntansi itu sendiri diperlukan bagi
setiap auditor agar merefleksikan profesi auditor yang independen, objektif,
dan berintergritas serta sejalan dengan visi dan misi IAI (Institut Akuntan
Indonesia) dan IAPI (Ikatan Akuntan Publik Indonesia). Berdasarkan uraian
singkat tersebut, dapat disimpulkan beberapa rumusan permasalahan yang akan
dipecahakan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimana pelaku/auditor memahami profesi mereka?
2. Bagaimana pelakua/auditor memahami peran profesi akuntansi dalam
masyarakat?
3. Aspek internal/eksternal apa yang membentuk pemahaman pelaku/auditor
tentang profesi akuntansi?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
permasalah yang telah dipaparkan, maka yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah:
1.
Untuk
menggambarkan dan menjelaskan mengenai profesi akuntansi dari sudut pandang
individu pelaku/auditor.
2.
Untuk
mengambarkan dan menjelaskan peran profesi akuntansi sebagai segi integral dari
masyarakat.
3.
Untuk
menganalisis dan memahami aspek internal/eksternal yang membentuk pemikiran
pelaku/auditor tentang profesi akuntansi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini
adalah sebuah usaha awal untuk mencoba melakukan penelitian dengan pendekatan
yang belum banyak dipakai oleh mahasiswa ekonomi, dan beberapa manfaat lain
penelitian ini adalah:
1.
Bagi
akademisi, penelitian ini memberikan inspirasi dan wawasan dalam menyusun
skripsi dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini juga memberikan
gambaran yang sesungguhnya tentang peran profesi akuntansi dalam masyarakat
sehingga diharapkan adanya peningkatan kualitas dalam pendidikan profesi
akuntansi.
2.
Bagi
Kantor Akuntan Publik, penelitian ini berguna untuk mengetahui sejauh mana
kapasitas mereka dalam melayani kepentingan publik, kegunaan praktis hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau bahan pertimbangan
bagi Kantor Akuntan Publik dalam rangka menyempurnakan kinerja mereka.
3.
Bagi
perusahaan dan masyarakat umum. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam mendukung
peran profesi akuntansi dalam melayani kepentingan bersama.
BAB II
TELAAH TEORITIS
A. Grand Teori
1.
Profesi Akuntan
Publik
Menurut
(Mulyadi, 2002) akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang
disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya profesi
akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan
dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di Negara tersebut. Jika
perusahaan-perusahaan yang berkembang dalam suatu Negara masih berskala kecil
dan masih menggunakan modal pemiliknya sendiri untuk membelanjai usahanya, jasa
audit yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik belum diperlukan oleh
perusahaan-perusahaan tersebut. Begitu juga jika sebagian besar perusahaan
berbadan hukum selain perseroan terbatas (PT) yang bersifat terbuka, di negara
tersebut jasa profesi audit profesi akuntan publik belum diperlukan oleh
masyarakat usaha.
Dalam perusahaan
kecil yang berbentuk perusahaan perorangan, yang pemiliknya merangkap sebagai
pemimpin perusahaan, laporan keuangan biasanya
hanya disajikan untuk memenuhi
kebutuhan pemilik perusahaan. Laporan keuangan tersebut digunakan oleh pemilik
untuk mengetahui hasil usaha dan posisi keuangan perusahaannya. Begitu pula
dalam perusahaan berbentuk firma, laporan keuangan biasanya hanya dimanfaatkan
oleh para sekutu, yang sekaligus sebagai pemimpin perusahaan. Selama kedua
bentuk badan usaha tersebut hanya menggunakan modal yang berasal dari
penyertaan pemilik, yang sekaligus menjadi pemimpin perusahaan, selama itu pula
laporan keuangan mereka hanya dibuat untuk memenuhi kepentingan intern saja.
Dalam kondisi semacam ini jasa
audit profesi akuntan publik
belum diperlukan, baik oleh para pemimpin perusahaah maupun oleh pihak luar
perusahaan.
Dalam perusahaan
berbadan hukum perseroan terbatas yang bersifat terbuka (PT Terbuka), saham
perusahaan dijual keapda masyarakat umum melalui pasar modal, dan pemegang
saham sebagai pemilik perusahaan terpisah manajemen perusahaan. Dalam bentuk
badan usaha ini, pemilik perusahaan menanamkan dana mereka di dalam perusahaan
dan manajemen perusahaan berkewajiban mempertangungjawabkan dana yang dipercayakan
kepada mereka. Laporan keuangan perusahaan ini, disamping digunakan untuk
keperluan manajemen perusahaan, juga dimanfaatkan oleh pemilik perusahaan untuk
menilai pengelolaan dana yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Dalam perkembangan
usahanya, baik perusahaan perorangan maupun berbagai perusahaan berbentuk badan
hukum yang lain tidak dapat menghindarkan diri dari penarikan dana dari pihak
luar, yang tidak selalu dalam bentuk penyertaan modal dari investor, tetapi
berupa penarikan pinjaman dari kreditur. Dengan demikian, pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap laporan keuangan perusahaan tidak lagi hanya terbatas pada para
pemimpin perusahaan, tetapi meluas kepada para investor dan kreditur serta
calon kreditur.
2.
Peran dan Tanggung
Jawab Akuntan Publik
Sesuai
dengan berkembangnya kemajuan dunia bisnis, peran dan tanggung jawab akuntan
publik dalam menjalankan profesinya harus sangat diperhatikan. Hal ini
disebabkan karena semakin banyaknya perusahaan yang ingin go public dan sebagai
syaratnya perusahaan itu harus di audit oleh kantor akuntan publik sehingga
pendapat akuntan publik akan sangat berguna bagi perusahaan klien dan pengguna
laporan keuangan lainnya. Akuntan publik berfungsi melindungi pihak yang
berkepentingan dengan menyediakan informasi yang relevan dalam pengambilan
keputusan, baik bagi pihak luar perusahaan maupun bagi pihak manajemen dalam
mendukung pertanggungjawaban kepada pemilik dan memberikan kepastian bahwa
laporan keuangan tidak mengandung informasi yang menyesatkan pemakainya (Any,
2010).
Peran profesi
akuntan publik yang strategis tersebut menuntut para akuntan publik untuk dapat
bekerja dengan lebih baik, tertib, dan tidak menyalahi aturan yang berlaku dan
mampu menghasilkan prediksi strategis yang lebih tepat maupun memberikan saran
membangun dan pemecahan berbagai masalah keuangan yang dihadapi oleh pemimpin
perusahaan dalam menyelenggarakan keuangan perusahaan dan pihak-pihak lain
secara baik, tepat, dan benar (Sarwoko, 1999). Untuk itu akuntan publik harus
memenuhi aturan atau standar yang telah ditetapkan oleh IAI termasuk prinsip
akuntansi berterima umum, standar auditing, dan kode etik.
Seperti yang
diungkapkan ketua umum IAI, Soedarjono, yang dikutip dalam Media Akuntansi
(2002) memaparkan lebih rinci tentang tanggung jawab akuntan
publik, Beliau menyebutkan bahwa
yang menjadi tanggung jawab akuntan publik sekarang ini adalah :
1)
Tanggung
jawab opini yang diberikan. Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang
diberikan sedangkan laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen
perusahaan.
2)
Tanggung
jawab terhadap profesi. Tanggung jawab ini mengharuskan akuntan publik harus
memenuhi standar atau ketentuan yang telah disepakati IAI termasuk mematuhi
prinsip akuntansi berterima umum, standar auditing, dan kode etik akuntan
Indonesia.
3)
Tanggung
jawab terhadap klien. Akuntan publik berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan
seksama dan menggunakan kemahiran profesionalnya jika tidak ingin dan dianggap
lalai dan bisa dikenakan somasi.
4)
Tanggung
jawab untuk mengungkapkan kecurangan. Apabila ada kecurangan yang begitu besar
tapi tidak ditemuka oleh akuntan publik sehingga dapat menyesatkan berbagai
pemakai laporan keuangan maka akuntan publik harus bertanggung jawab.
5)
Tanggung
jawab terhadap pihak ketiga seperti investor, pemberi kredit, dan sebagainya.
6)
Tanggung
jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan.
Lebih
kanjut, (Joanna, 1994) mengemukakan bahwa tanggung jawab yang diemban oleh
akuntan publik bukan sekedar tanggung jawab moral individual dan menjunjung
tinggi kepatuhan terhadap standar profesi tetapi juga mencakup tanggung jawab
hukum dan sosial sebagai warga negar a yang baik. Tanggung jawab akuntan publik
dalam melaksanakan pekerjaannya secar garis besar dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1)
Moral Responsibilities. Yaitu akuntan
publik mempunyai tanggung jawab moral dalam melaksanakan pekerjaannya untuk
mengambil keputusan yang bijaksana dan objektif (competent, objective, dan
due professionel care).
2)
Professional Responsibilities. Yaitu akuntan
publik mempunyai tanggung jawab profesional tentang asosiasi profesi yang
membawahi dan mematuhi standar profesi yang dikeluarkan oleh asosiasi (rule
of professional coduct).
3)
Legal responsibilities. Yaitu akuntan
publik mempunyai tanggung jawab diluar batas profesianya yaitu tanggung jawab
terhadap hukum yang berlaku di masyarakat sebagai warga negara yang baik.
3.
Akuntabilitas
Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan
menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga
pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan
kondisi saling mengawasi. Akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban pihak yang
diberi kuasa mandat untuk memerintah kepada yang memberi mereka mandat.
Sedangkan Lembaga Administrasi Negara menyimpulkan akuntabilitas sebagai
kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalaian sumberdaya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
melalui pertanggungjawaban secara periodik (Kaihatu, 2006).
Berbeda dengan kaihatu yang mendefinisikan akuntabilitas
menurut perspektif swasta, Dykstra justru mendefinisikan akuntabilitas menurut
perspektif pemerintah. Menurut (Dykstra. 1939). Akuntabilitas adalah sebuah
konsep etika yang dekat dengan administrasi publik (Lembaga eksekutif
pemerintah, lembaga legislatif parlemen dan lembaga yudikatif-kehakiman)yang
mempunyai beberapa arti, hal ini sering digunakan secara sinonim dengan
konsep-konsep seperti yang dapat dipertanggujawabkan, yang dapat dipersalahkan
dan yang mempunyai ketidak bebasan termasuk istilah lain yang mempunyai
keterkaitan dengan harapan dapat menerangkan salah aspek dari administrasi
publik atau pemerintahan, hal ini sebenarnya
telah menjadi pusat-pusat diskusi yang tingkat problembilitas disektor
publik, perusahaan nirlaba, yayasan dan perusahaan-perusahaan.
4.
Etika Kerja
Dewi
dan Bawono (2008) mendefinisikan etika sebagai sebuah proses penentuan yang
kompleks tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu. Argumen ini
didasarkan pada ketidaksetujuan terlalu sederhana pernyataan benar-salah atau
baik-buruk. Proses itu sendiri meliputi penyeimbang pertimbangan sisi dalam (inner)
dan sisi luar (outer) yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman
dan pembelajaran masing-masing individu.
Etika
(ethos) adalah sebanding dengan moral (mos) di mana keduanya
merupakan filsafat tentang adat kebiasaan. Moralitas berasal dari kata mos,
yang dalam bentuk jamaknya (mores) berarti ‘adat istiadat’ atau
‘kebiasaan’. Jadi, dalam pengertian ini, etika dan moralitas sama-sama memiliki
arti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia
yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian
terwujud dalam pola perilaku yang tetap dan terulang dalam kurun waktu yang
lama sebagaimana layaknya sebuah kebiasaan (Keraf, 1998).
Menurut Muhammad
(2004) ada beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan etika. Masing-masing
konsep tersebut memiliki arti berbeda, yaitu:
1)
Etika
adalah norma manusia harus berjalan, bersikap sesuai nilai/norma yang ada.
2)
Moral
merupakan aturan dan nilai kemanusiaan (human conduct & value),
seperti sikap, perilaku, dan nilai.
3)
Etiket
adalah tata krama/sopan santun yang dianut oleh suatu masyarakat dalam
kehidupannya.
4)
Nilai
adalah penetapan harga sesuatu sehingga sesuatu itu memiliki nilai yang
terukur.
5.
Kaitan Teori Akuntabilitas dan Teori Etika pada Peran dan
Tanggung Jawab Akuntan Publik
Relevansi teori
akuntabilitas dan teori etika dalam memahami peran dan tanggung jawab akuntan
publik dapat dikaitkan dengan pengertian bahwa akuntansi dibangun dan
dipraktekkan berdasarkan nilai-nilai etika, sehingga informasi yang dipancarkan
juga bernuansa etika dan keputusan yang diambil mendorong terciptanya realitas
ekonomi dan bisnis yang beretika (Keraf dan Imam, 1994). Akuntabilitas dan
etika merupakan hal yang tak terpisahkan dari akuntansi karena akuntan yang
beretika merupakan kunci utama dari terciptanya laporan keuangan yang
mencerminkan keadaan entitas yang sesungguhnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Secara global,
akuntabilitas merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban atas kewajiban yang
dimiliki oleh seseorang, sedangkan moralitas adalah suatu yang diyakini
mengenai benar dan salah, baik dan buruk. Dari sudut pandang akuntansi,
akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban akuntan publik terhadap
kualitas dan kebenaran atas laporan keuangan klien yang telah diauditnya,
sedangkan moralitas adalah rambu bagi akuntan publik untuk melakukan segala
sesuatu yang menyangkut kejujuran, independensi dan obyektifitas atas tugas
audit yang diembannya.
Akuntan publik
dan auditor dalam perannya sebagai navigator dalam dunia bisnis, dan tentunya
tidak terlepas dari pengaruh nilai, norma, dan keyakinan yang berlaku dalam
masyarakat yang ada, akan menjalankan pekerjaannya sesuai dengan etika profesi
yang berlaku guna mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Apabila etika suatu
profesi dilanggar maka harus ada sanksi yang tegas terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh profesi tersebut.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian
tentang peran profesi akuntan publik belum begitu banyak dilakukan, terlebih
fokus penelitian tentang peran akuntan dalam masyarakat yang sangat kompleks
terhadap kepentingan berbagai pihak, dapat dikatakan masih sangat terbatas.
No
|
Peneliti
|
Tujuan
|
Metode
|
Hasil
|
1
|
Zabihollah
Rezaee
(2004)
|
Penelitian ini bertujuan
untuk membangun
kembali kepercayaan
masyarakat terhadap
laporan keuangan dan
fungsi audit terkait dengan cara
mengembangkan pendidikan, program, dan auditing anti-fraud.
|
Content analysis
|
Penelitian ini
menjabarkan 12 cara bagi profesi
akuntansi agar dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap laporan
keuangan dan fungsi audit terkait.
|
2
|
C. Richard
Baker
(2005)
|
Untuk meneliti pengakuan retoris yang
diajukan oleh beberapa tokoh organisasi dalam profesi akuntansi publik
Amerika yang mengaku bertindak demi kepentingan publik, dan untuk mencoba
untuk
mengidentifikasikan posisi ideologis
atau posisi yang mendasari pengakuan beberapa tokoh tersebut.
|
Content
Analysis
|
Penelitian ini mengungkapkan
bahwa ada kepentingan ekonomi tertentu
yang terlibat dan kepentingan
ekonomi tersebutlah
yang merupakan
ideologi akuntan publik di Amerika
|
3
|
M. Kaidonis
(2008)
|
Mencari pengetahuan
informasi mengenai
seberapa besar kapasitas profesi
akuntan di Australia dalam melayani
kepentingan public berdasarkan CLERP
Act 1999 dan ASIC Act 2001.
|
Content
Analysis
|
Terdapat bukti bahwa
melalui instrument
legislatif, profesi
akuntansi diprioritaskan untuk
kepentingan korporasi. Sehingga disimpulkan Negara mengakomodasi
kepentingan perusahaan
multinasional dan
bukan kepentingan 30
umum. Profesi
akuntansi juga
memainkan peran
penting antara
keterkaitan Negara dengan pasar modal.
|
C. Rerangka Pikir
Dalam
perannya di masyarakat aktivitas akuntan publik terbentuk dengan adanya dua
benturan kepentingan. Dua benturan kepentingan tersebut adalah tekanan dari
pihak klien (manajemen perusahaan) dan tekanan dari pihak masyarakat. Tekanan
klien biasanya timbul karena adanya keinginan dari pihak klien untuk dapat
diaudit dengan waktu yang secepatnya dengan opini audit yang menguntungkan agar
menaikkan nilai perusahaan di mata stakeholder. Untuk tekanan masyarakat
biasanya timbul karena adanya tuntutan dan pengawasan dari pihak pemakai
laporan keuangan terhadap akuntan publik untuk selalu menjalankan tugas
auditnya sesuai dengan kode etik profesi yang berlaku.
Dengan adanya
tekanan klien dan tekanan masyarakat tersebut, akuntan publik berupaya untuk
menjaga kredibilitasnya dengan tujuan untuk mendapatkan kepercayaan publik yang
penuh dari semua kalangan. Dampak dari kepercayaan ini berpengaruh terhadap
kepentingan klien dan kepentingan publik. Dampak dari kepentingan klien antara
lain adalah adanya perikatan audit di periode berikutnya yang diinginkan oleh
klien kepada akuntan publik dengan batasan waktu perikatan sesuai dengan etika
profesi yang berlaku. Sedangkan dampak terhadap kepentingan publik adalah
semakin meningkatnya kepercayaan para pemakai laporan keuangan terhadap
profesionalitas akuntan publik dan nantinya dapat mendukung pertumbuhan bisnis
suatu negara. Intinya apabila kepercayaan publik
menurun akibat ketidakmampuan
akuntan publik untuk menyeimbangkan kepentingan klien dan kepentingan publik
maka tekanan yang didapatkan dari
masyarakat akan semakin berat dan sangat berpengaruh buruk terhadap
kelangsungan hidup akuntan publik. Berdasarkan kerangka pemikiran ini, dapat
disusun model pemikiran
penelitian.
Gambar Rerangka Pikir
balance
balance
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif (paradigma non-positivisme) menekankan pada pemahaman
terhadap realitas sosial. Menurut Rahmat (2009), penelitian kualitatif adalah
riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan
pendekatan induktif. Dengan kata lain, Penelitian kualitatif lebih memungkinkan
untuk mengupas problematika secara lebih jelas karena penelitian dilakukan
secara lebih mendalam dan secara langsung terhadap objek yang diteliti dan
bukan dalam bentuk statistik dengan pengukuran sesuatu seperti halnya pada
penelitian kuantitatif yang berfokus pada angka-angka dan penilaian sistem.
Penelitian ini dilaksanakan di BADAN PEMERIKASAAN
KEUANGAN (BPK) RI di Makassar. Penelitian ini
dilakukan BPK-RI karena kantor ini
merupakan salah satu kantor pemberian jasa yang bergerak di bidang audit atau
pemeriksaan, yang memberikan oponi.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara
menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan
”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian
kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.
Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri.
Metodologi kualitatif
merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau
lisan di masyarakat bahasa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif
yang menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang
melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang
bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh
karena itu, dalam penelitian bahasa jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya.
Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan
penelitian.
C. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Metode
pengumpulan data untuk penelitian kualitatif terdiri dari beberapa jenis yaitu
dokumen, wawancara, pengamatan langsung. Dalam perolehan data
penelitian, penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari
lapangan (field research). yaitu data hasil wawancara dengan pimpinan BPK
di Makassar maupun para staf BPK yang
ada di Kota Makassar. Untuk data sekunder, peneliti hanya mendapatkan profil BPK
dikarenakan adanya pembatasan untuk memperoleh data sekunder dari pihak BPK.
Wawancara.
Wawancara memegang peranan penting dala mengumpulkan informasi untuk rekonstruksi
fenomenologi karena wawancara memungkinkan peneliti untuk merekam opini,
perasaan, dan emosi partisipan berkenaan dengan fenomena yang dipelajari.
Metode wawancara, sebagai salah satu langkah metode pengumpulan data yang
digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data primer, dilakukan dengan teknik
wawancara mendalam maupun bertahap. Pada wawancara mendalam, proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau
tanpa menggunakan pedoman wawancara, sedangkan pada wawancara bertahap, sedikit
lebih formal dan sistematik bila dibandingkan dengan wawancara mendalam.
Dalam
penelitian ini, kedua teknik wawancara tersebut melibatkan pewawancara dan
informan penelitian. Menurut Bungin (2007), informan adalah orang yang
diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara (peneliti). Informan haruslah
sosok yang menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu
objek.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam
Penelitian ini, sebagian besar data diperoleh dari proses wawancara dengan
informan yaitu auditor yang bekerja di KAP di Semarang. Akan tetapi, dengan
hanya menggunakan satu metode pengumpulan data dapat menyebabkan kesalahpahaman
(Chariri, 2006). Untuk meningkatkan kredibilitas temuan penelitian, maka
digunakan metode pengumpulan data yang lain yaitu analisis dokumenter.
Kombinasi dari metode-metode tersebut memungkinkan peneliti untuk menjelaskan
bagaimana peran profesi akuntan dalam masyarakat yang sesungguhnya beserta
alasan-alasannya.
1.
Wawancara.
Wawancara
dilakukan dengan menggunakan kombinasi dua metode wawancara, yaitu wawancara terstruktur
dan tak terstruktur. Subjek yang diwawancara khususnya pimpinan pemimpin BPK
dan staf BPK. Wawancara dilakukan secara individu dengan durasi antara 15 menit
sampai 30 menit. Sebagian besar dari hasil wawancara direkam dengan alat
perekam. Akan tetapi ada beberapa wawancara yang hasilnya dicatat secara manual
yaitu wawancara yang durasinya singkat. Pertanyaan yang diajukan adalah seputar
peran profesi akuntan dalam masyarakat. Di lain pihak, wawancara dengan
individu terkait dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mereka secara
mendalam atas kapasitas profesi mereka dalam melayani kepentingan publik.
2.
Metode dokumenter.
Metode
dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis karena
sejumlah besar fakta dan data sosial tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi (Bungin, 2007). Sifat utama dari data ini tak terbatas pada ruang
dan waktu, sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang
pernah terjadi di waktu silang. Dikarenakan pihak BPK membatasi peneliti untuk
mendapatkan berbagai dokumen berisi data kauntitatif, maka peneliti hanya
memperoleh profil dari pihak BPK yang berisi seputar sejarah BPK dan visi dan
misi BPK.
E. Istrumen Penelitian
Instrument
penelitian adalah suatu alat yang mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. Adapun alat-alat penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian sebagai berikut:
1.
Perekam suara
2.
Handphone
3.
Alat tulis
F.
Teknik
Pegelolaan Data dan Analisis Data
Teknik pengolahaan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
komparasi, metode ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk membandingkan
data-data yang ditarik dari konklusi baru. Komparasi sendiri berasal dari
bahasa inggris, yaitu “Compare” yang
artinya membandingkan untuk menemukan persamaan dari dua konsep atau lebih.
Dengan metode ini peneliti bermaksud untuk menarik konklusi dengan cara
membandingkan ide-ide, pendapat-pendapat dan pengertian agar mengetahui
persamaan dari ide dan perbedaan.
Dra. Asnawi sunawi menurut beliau metode komparasi adalah suatu penelitian
yang dilaksanakan untuk menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
tentang benda-benda, orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik terhadap orang,
kelompok, terhadap suatu profesi suatu prosedur kerja. Dapat juga membandingkan
kesamaan pandangan dan perubahan pandangan-pandangan orang, grup atau negara,
terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap ide-ide.
G.
Pegujian
Keasahan Data
Dalam penelitian kualitatif validitas dan realibilitas dinamakan
sebagai kredibilitas. Penelitian kualitatif memiliki dua kelemahan utama yaitu:
(a) Peneliti tidak 100 % independen dan netral dari research setting;
(b) Penelitian kualitatif sangat tidak terstuktur (messy) dan sangat interpretive.
Penelitian ini menggunakan prosedur triangulation karena
penelitian ini menggunakan berbagai sumber data, teori, metode dan investigator
secara konsisten sehingga menghasilkan informasi yang akurat. Triangulation
artinya menggunakan berbagai pendekatan dalam melakukan penelitian. Oleh karena
itu, untuk memahami dan mencari jawaban atas pertanyaan penelitian, peneliti
dapat mengunakan lebih dari satu teori, lebih dari satu metode (inteview,
observasi dan analisis dokumen.
Prosedur ini menggunakan berbagai pendekatan dalam melakukan
penelitian untuk memahami dan mencari jawaban atas pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini hanya dipilih dua jenis triangulasi yang dianggap sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu, Triangulasi Sumber Data dan Triangulasi Teori.
Triangulasi Sumber
Data adalah menggali kebenaran informai
tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain
melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant
obervation), dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi,
catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu
akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan
memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang
diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk
memperoleh kebenaran handal.
Kemudian Triangulasi Teori, dapat meningkatkan kedalaman
pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam
atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Hasil akhir penelitian
kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement.
Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang
relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan
yang dihasilkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,
2005. Peran Akuntan Dalam Menegakkan
Prinsip Good Corporate Governance pada Perusahaan Di Indonesia. Usulan
Jabatan Guru Besar. Semarang: Universitas Diponegoro.
Any,
Sri Haryani. 2010.”Pengaruh Pengalaman
Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan
Laporan Keuangan Melalui Dimensi Profesionalisme“. Studi Empiris Pada
Auditor BPK-RI Kantor Perwakilan Propinsi Jawa Tengah. (Tesis). Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Bugin,
2007. “Analisis Kritis Pelanggaran Kode
Etik Profesi Akuntan Publik di Indonesia”. Jurnal Liquidity. Vol. 3, No. 1.
Hal 36-43.
Al-Ghazali dan Abdullah nashih
ulwan. 2014.
Metode Penelitian. Diakses 16
Maret:
digoogle dalam file PDF (SECURED).
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jurnal Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta Hlm. 267.
Dewi
dan Bawono, 2008. “ pengaruh Skeptisme
Profesional, Etika dan Keahlian Audit Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Oleh
Auditor. Skripsi: Universitas Negeri Padang.
Dykstra, Clarence A. 1939. The Quest for Resposibility.American
Politican Science.
Ludigdo,
Unti dan Mas’ud Machfoedz, 1999. “Persepsi
Akuntan dan Mahasiswa Tentang Etika Bisnis,” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia vol. 2 (1) p.1-19.
Ludigdo,
U., 2007. Paradoks Etika Akuntan.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Keraf,
1998. ”Pengaruh Independensi, Etika
Pengalaman, Ketepatan Pemberian Opini Auditor”. Skripsi: Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Keraf
dan Imam, 1995. “Urgensi Etika Bisnis
Dalam Dunia Bisnis Di Indonesia”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. 2 (1),
41-43.
DEPKEU.
2009. “Pengumuman Sanksi Pembekuan Izin
AP dan KAP”, http://www.depkeu.go.id/ind/Data/Berita/peng.KAP.170909.htm.
www.depkeu.go.id. Diakses 10 januari 2016.
Ikatan
Akuntan Indonesia. 2011. “Standar
Profesional Akuntan Publik”. Salemba Empat.
Kaihatu, S. T. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8, No. 1, Maret: 1-9. Hal. 2
Baker,
C. Richard, 2005. “What is The Meaning of
The Public Interest? Examining The Ideology of The American Public Accounting
Profession”, Accounting, Auditing
& Accountability Journal Vol. 18 No. 5, 2005. pp. 690-703.
Mega,
Satyawati. 2009. Pengarih
Profesionalisme, Etika Profesi, Tingkat Pendidikan, Dan Pengalaman Kerja
Terhadap Kinerja Auditor. Studi Kasus pada BPKP perwakilan Propinsi Bali
(Skripsi). Denpasar: Universitas Udayana.
Moleong,
Lexy J., 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Kaidonis,
M., 2008. “The Accounting Profession:
Serving The Public Interest or Capital Interest?,” Australasian Accounting Business and Finance Journal, Vol. 2, Issue 4.
Rahmat, P.
Saeful. 2009. Penelitian Kualitatif. Equilibrium Vol. 5, No 9. ( Juni ): hal.
1-8.
Sarwoko.
1999. “Pengaruh Kualitas, Kondisi Keuangan Pertumbuhan Perusahaan, Opini Tahun
Sebelumnya, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Opini Going Concern”. Skripsi Sarjana
Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.
Joanna, L. Ho. 1994. “The Effect of Experience
on Consensus of Going Concern”. Behavioral Research in Accounting. Vol. pp.
160-172.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus