ANALISIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI DESA (Study Kasus diDesa Cenrana Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone )
ANALISIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS
PENGELOLAAN
KEUANGAN DESA DALAM
PENGEMBANGAN EKONOMI DESA
(Study Kasus diDesa
Cenrana Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone )
HARNADI (10800112073)Ak B
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Email: Adhyakuntansi@gmail.com
1.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Istilah desa sering kali identik dengan
masyarakatnya yang miskin, tradisionalis, dan kolot, namun sebenarnya desa mempunyai
keluruhan dan kearifan lokal yang luar biasa. Desa adalah pelopor sistem
demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki
sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Desa dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, bahwa Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah
Kabupaten, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat tempat yang diakui dan di hormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia(Anwar, 2012).
Berdasarkan hak asal-usul, tentu setiap desa memiliki kekhasan sejenis
kewenagan dan cara mengelola kewenangan itu. Dengan meningkatkan pertumbuhan
dan pengembangan desa, pemerintah menalankan urusannya hingga ranah desa. Akibatnya
perangkat desa tidak hanya mengurusi kewenangan aslinya tetapi juga menjalankan
urusan kabupaten dan tugas pembantuan dari propinsi dan pemerintah pusat, dan
tidak sebanding dengan upah yang mereka dapatkan. Jika desa diposisikan sebagai
kesatuan masyarakat adat, jenis kewenangan desa diserahkan kepada kebutuhan
komunitasnya. Ini berarti pemerintah tidak perlu menatur kewenangan kultural
desa didalam peraturan termasuk pemerintahan daerah, bahkan undang-undang.Namun
jika pemerintah masih berkepentingan untuk meningktakan pertumbuhan dan
pengembangan desa, harus ada penataan yang terpisah untuk lembaga yang mengenai
kewenangan administratif dan adat. Sudah saat pemerintah lebih mempertegas
peraturan kewenangan administratif dan disesuaikan dengan desain struktur
biroksi formal beserta pembiayaannya (Astri, 2010).
Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,
kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntunan yang beragam
terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Bahwa peraturan menteri dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 dalam Bab I Pasal 1 dan Ayat 1
dinyatakan bahwa “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan megurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan republik Indonesia. Dan
ayat 2 dan 3 mengatur pemerintahan desa dan pemerintah desa. Adapun
pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerinthan Negara kesatuan republik
Indonesia. Sedangkan pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelanggara pemerintah
desa (Hanif, 2011).
Konsekuensi dari pemberian kewenangan otonomi terhadap desa maka perlu
diatur pula secara tegas sumber-sumber pembiayaan yang harus diperoleh desa
yang khususnya berasal dari pemerintah atasnya, yaitu pemerintah daerah
kabupaten/kota, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. Otonomi adalah
istilah asing yang paling dekat pengertian kepada swastara, mungkin tidak
sinonim, tetapi seperti yang telah diterapkan hakikatnya adalah sama. Bahwa
otonomi telah melahirkan antuisme yang luar biasa di tingkat desa, bukan
berarti tidak ada persoalan yang muncul dari desa berasal dari internal desa. Pertama kuatnya tokoh direpresentasikan
oleh kepala desa sseringkali menjadi hambatan serius demokratis desa. Tampinya
kepala desa sebagai penguasa tunggal dalam pemerintahan desa bersama dengan
pembantunya semua itu adalah pelaksanaan penyelenggara urusan pemerintah desa. Kedua kehadiran badan permusyawaratan
desa (BPD) sebagai lembaga perwakilan desa secara formal memang melahirkan
harapan baru demokrasi desa. Masyarakat sangat berharap BPD sebagai alat
kontrol yang efektif terhadap pemerintah desa (Surianingrat, 1067, h. 81).
Selain itu desa juga masih banyak memiliki keterbatasan-keterbatasan
tertentu khususnya pada organisasi pemerintahannya, sehingga hal tersebut juga
akan mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan desa (Kalimandhanu, 2014). Adapun
yang mengenai keterbatasan yang dimaksud
tersebut, Wasistiono dan Irwan (2006, 96). Menyatakan bahwa unsur kelemahan
yang dimiliki oleh pemerintahan desa pada umumnya yaitu: (1) Kualitas sumber
daya aparatur yang dimiliki desa pada umumnya masih rendah. (2) Belum
sempurnanya kebijakan pengaturan tentang organisasi pemerintah desa, seakan
dikeluarkan beberapa peraturan pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang desa, masih
diperlukan beberapa aturan pelaksana baik sebagai pedoman maupun sebagai
operasional. (3) Rendahnya kemampuan perencanaan ditingkat desa, sering
berakibat pada kurangnya singkronisasi dan output (hasil/keluaran) implementasi kebijakan dengan
kebutuhan dari masyarakat yang merupakan input dari kebijakan.
Menurut tim penyusun naskah akademik Rancanagan Undang-undang tentang
desa bahwa pasal 20 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa anggota BPD adalah wakil
dari penduduk desa yang bersangkutan dan ditetapkan dengan cara musyawarah dan
mufakat memunculkan distrosi berupa terjadinya penunjukan anggota BPD secara
elitis tanpa melibatkan masyarakat luas, sehingga terpilih orang-orang yang dekat dengan kepala desa.
Peraturan memberikan landasan bagi otonomnya desa secara praktek, bukan
sekedar normtif. Dengan demikian adanya pemberian kewenangan pengelolaan
keuangan desa atau anggaran desa berdasarkan pemerintah mentri dalam negeri
(permendagri) 37/2007 dan adanya alokasi
dana desa (ADD) berdasarkan PP 72/2005 seharusnya desa semakin terbuka
(transparansi) dan akuntabilitas terhadap proses pengelolaan anggaran desa dalam ketentuan umum permendagri Nomor 113
Tahun 2014 Bab II ayat 1 tentang keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas
transparansi, akuntabilitas, partisipatif, serta dilakukan dengan tertip dan
disiplin anggaran. Dalam ketentuan umum
permendagri Nomor 113 Tahun 2014 Bab V tentang pengelolaan: perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, pembinaan dan
pengawasan.
Menurut kecemata politik atau pengamat politik, bahwa desa dipahami
sebagai organisasi kekuasaan yang memiliki kewenangan tertentu dalam struktur
pemerintahan Negara (Praktiko, 2000). Kajian-kajian politik juga telah memiliki
tradisi yang membahas desa dalam topik otonomi dan demokrasi. Pembicaraan
mengenai desa sebagai komunitas yang otonom menghasilkan sejumlah gagasan
mengenai tipe desa seperti self-governing
(berpemerintahan sendiri), local self
government (pemerintahan lokal otonom) dan local state government (Pemerintah
Negara di Tingkat Lokal). (Sutoro, 2007). Mengatakan pembicaraan yang
berhubungan desa dalam topik demokrasi, umumnya melihat desa sebagai republik
mini yang sanggup melangsungkan pengurusan publik dan pergantian kepemimpinan
secara demokratis. Desa adalah republik kecil yang self-governing (berpemerintahan sendiri). Ukurannya tidak
ditekankan pada pemenuhan atas tiga cabang kekuatan yakni legislatif, eksekutuif
dan yudikatif. Dan ukurannya
dijatuhkan pada kultur berdemokrasi yang telah lama ditumbuhkan dirawat oleh
desa. Karena itu pelenbagaan kultur dan tradisi demokrasi desa dianggapa lebih
penting ketimbang pengaturan dan penciptaan institusi-institusi formal
demokrasi.
Sarana dan prasarana penujang operasional
administrasi pemerintah masih sangat terbatas, selain menggunakan efesiensi
dan efektifitas pelaksanaan pekerjaan,
juga berpotensi menurunkan motivasi aparat pelaksanaan, sehingga pada akhirnya
menghambat pencapaian tujuan, tugas dan pekerjaan. Pertumbuhan dan pengembangan
desa merupakan salah satu usaha kegiatan usaha yang dilakukan secara sadar dan
terencana, dan bertanggungjawab dimana mencapai tujuan kearah perubahan yang
lebih baik, yakni kesejahtraan dan kemakmuran yang adil bagi rakyat (Aprisiami,
2012). Akses pelayanan publik di kota lebih berkembang dari pada di desa
sehingga pelayanan publik lebih dari kesenjagan waktu demi waktu. Jenis
strategi pembangunan tidak akan mampu mengatasi kemiskinan struktural. Jumlah
kemiskinan di pedesaan akan selalu lebih tinggi dan akan menigkatkan kelangsungan
urbanisasi (warsono, 2014).
Transparansi dan akuntabilitas menjadi suatu
hal yang sangat penting bagi pengelolaan keuangan di setiap organisasi, baik
organisasi pemerintahan maupun organisasi non pemerintahahan.Transparansi
merupakan organisasi secara terbuka menyediakan informasi yang material dan
relevan serta mudah diakses dan dipahami oleh pemakaian kepentingan (Atmadja, 2013:
19). Sedangkan akuntabilitas dan kewajiban organisasi untuk memberikan
pertanggujawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja serta tindakan seseorang
pemimpin suatu unik organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang
berwenang meminta pertanggungjawaban Lembaga Administrasi Negara dan Pengawasan
Keuangan dan pembangunan RI.
Untuk terwujudnya transparansi dan akuntabilitas
harus didukung dengan adanya sistem pengelolaan dan pelaporan keuangan yang
baik agar dapat menghasilkan informasi yang relevan dan mudah dimengerti oleh
pemangku kepentingan (Lestari, 2014). Laporan keuangan menjadi suatu hal yang
sangat penting untuk memberikan kepada pemberi amanah karena melalui laporan
keuangan, pemberian amanah dapat mengetahui posisi keuangan organisasi dapat
mengambil keputusan tertentu untuk mendukung kelangsungan suatu
organisasi.Lapoaran keuangan merupakan wujud dari transparansi dan
akuntabilitas suatu entitas.
B. Rumusan
Masalah
Setelah mengetahui dan memahami gejala atau fenomena dari latar belakang
masalah maka dirumuskan permasalahan yang dapat menjadi pokok permasalah untuk
dikaji lebih dalam lagi, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan
ini adalah :
1. Bagaimana pengelolaan keuangan desa yang mewujudkan transparan dan akuntabel?
2. Bagaimana transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan desa yang menigkatkan
perkembangan ekonomi desa?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah pada penelitian ini, maka yang akan dicapai
untuk mengetahui sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengelolaan keuangan desa yang
mewujudkan transparan dan akuntabel.
2. Untuk mengetahui transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan desa yang
menigkatkan perkembangan ekonomi desa.
D. Manfaat
penelitian
Dapat menambah pengetahuan mengenai manfaat
transparansi dan akuntabilitas untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik (Good Governance).
1.
Manfaat
Teoritis
Hasil Penelitian ini secara teoritis
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desayang baik. Serta memberikan pandangan terhadap pentingnya
pengelolaan keuangan desa yang transparan dan akuntabel. Lebih jauh lagi
penelitian ini dapat memberikan informasi bagi aparatur desa dan pemerintah
daerah untuk mewujudkan masyarakat yang adil.
Sesuai
dengan teori accountability, yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan
melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah desa sehingga
mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi.
Maka diharapakan teori ini dapat membantu pengoptimal akuntabilitas bagi
pemerintah desa. Sedangkandalam teori pembangunan yang merupakan pemanfaat
hasil pembangunan fisik desa yaitu dengan membangun atau memperbaiki prasarana
jalan desa akan menciptakan atau memperbaiki kehidupan masyarakat desa. Dalam
pembangunan desa dilakukan usaha yang insentif dengan tujuan dan kecenderungan
memberikan fokus perhatian kepada kelompok maupun daerah tertentu melalui
penyimpangan pelayanan, bantuan dan informasi kepada masyarakat desa.
2.
Manfaat
Praktik
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat
menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan desa yang transparan dan akuntabel serta memberikan
penjelasan kepada para aparatur desa pentingnya transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuanga desa. Dan untuk pemerintah sebagai
referensi atas kebijakan yang telah diterapkan di Desa apakah mengalami
peningkatan atau penurunan dengan kebijakan yang sudah ada, dan menjadi
referensi untuk pembuatan kebijakan selanjutnya guna untuk pertumbuhan dan
perkembangan desa.
3.
Manfaat
Regulasi
Secara
regulasi, hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu rekomendasi baik bagi
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk membuat suatu kebijakan yang
mengarahkan pada disiplin dan ketertiban pengelolaan keuangan desa yang
transparan dan akuntabel. Dan
dapat dijadikan masukan bagi pemerintah/badan legislatif untuk melakukan peninjauan
ulang terhadap Undang-Undang PERMENDESA NOMOR 1 TAHUN 2015 tentang Pemerintah Desa. Dalam Undang-undang tersebut perlu mendapatkan perhatian
lebih, melihat beban berat yang harus ditanggung oleh para Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah terkhusus pada usaha pengoptimalan transparan dan
akuntabel pengelolaan keuangan desa
II. TELAAH TEORITIS
A. Grand Theory
1.
Accountability
Theory
Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban
dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai
lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus
menciptakan kondisi saling mengawasi. Akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban
pihak yang diberi kuasa mandat untuk memerintah kepada yang memberi mereka
mandat. Sedangkan Lembaga Administrasi Negara menyimpulkan akuntabilitas
sebagai kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalaian sumberdaya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
melalui pertanggungjawaban secara periodik (Kaihatu, 2006).
Berbeda dengan kaihatu yang mendefinisikan
akuntabilitas menurut perspektif swasta, Dykstra justru mendefinisikan
akuntabilitas menurut perspektif pemerintah. Menurut (Dykstra. 1939). Akuntabilitas
adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik (Lembaga
eksekutif pemerintah, lembaga legislatif parlemen dan lembaga
yudikatif-kehakiman)yang mempunyai beberapa arti, hal ini sering digunakan
secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat dipertanggujawabkan,
yang dapat dipersalahkan dan yang mempunyai ketidak bebasan termasuk istilah
lain yang mempunyai keterkaitan dengan harapan dapat menerangkan salah aspek
dari administrasi publik atau pemerintahan, hal ini sebenarnya telah menjadi pusat-pusat diskusi yang
tingkat problembilitas disektor publik, perusahaan nirlaba, yayasan dan
perusahaan-perusahaan.
Seperti yang dikemukakan (Liang, 2001) Akuntabilitas
adalah kesadara dari seorang pengelola kepentingan publik untuk melaksanakan
tugasnya dengan sebaik-baiknya tanpa menurut untuk disaksikan oleh pihak-pihak
lain yang menjadi sasaran pertanggungjawaban. Perbedaan antara responsibility dengan akuntability adalah tanggung jawab dalam konteks
responsibility ditujunkan oleh seorang pengelola kepentigan publik kepada
pihak-pihak lain, sedangkan tanggung jawab dalam konteks akuntability ditujukan
oleh seorang pengelola kepentigan publik kepada dirinya sendiri.
Sirajudin membagi akuntabilitas menjadi dua,
yaitu akuntability internal dan eksternal.Akuntabilitas internal merupakan
pertanggungjawaban seseorang kepada tuhan-Nya. Sedangkan akuntabilitas
eksternal adalahh seseorang kepada lingkungannya baik lingkungan formal
(atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat. Kedua akuntabilitas ini harus
dipertanggungjawabkan oleh seseorang sebaik mungkin, baik kepada tuhan maupun
lingkungannya, sebagai salah satu bentuk pelaksanaan tugas yang telah
diamanahkan kepada orang tersebut.
Menurut Bruce terdapat 8 akuntabilitas. Pada
umumnya 8 jenis akuntabilitas yang disampaikan oleh Bruce dan Jabbra tersebut
berkaiatan dengan akuntabilitas moral, administratif, politik, manajerial, pasar,
hukum dan peradilan, hubungan dengan konstituen dan professional.akuntabilitas
politik adalah akuntabilitas administrasi publik dari lembaga eksekutif
pemerintah, lembaga legislatif parlamen dan lembaga yudikatif kehakiman kepada
publik. Sedangkan akuntabilitas adminitratis adalah akuntabilitas
adminitratis publik dari aparatur
pemerintah yang diatur dalam aturan atau norma internal.
Mardiasmo, 2006. Mengatakan bahawa: Akuntabilitas
publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan
pertangggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktifitas
dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah
(principel) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut. Mardiasmo memberikan pengertian Akuntabilitas publik sebagai
pemberian informasi dan pengungkapan atas aktivitas dan kinerja finansial
kepada pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan
tersebut.
Dalam lingkungan birokrasi, akuntabilitas
suatu instansi pemerintah merupakan suatu perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi
bersangkutan, Akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas,
pertanggungjawaban, tanggung gugat. Dalam akuntabilitas terkandung kewajiban
untuk menyajikan dan melaporkan segala kegiatan, terutama dalam bidang
administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi.
2. Development
Theory
Community Development merupakan konsep pembangunan masyarakatyang telah
dikembangkan dan diterapkan sejak dasawarsa 60-an, yaitu dalam rencana
pembangunan lima tahun 1956-1960 atau yang dikenal dengan nama Rencana Juanda
yang disusun oleh Biro Perancang Negara. Titik beratpembangunan adalah pada
pembangunan masyarakat, dengan pembentukan kader-kader pembangunan masyarakat
desa yang tangguh yang diharapkanakan menopang tercapainya masyarakat desa yang
mampu berswasembada. Pembangunan masyarakat desa dilakukan berdasarkan tiga
azas, yaitu (1) azas pembangunan integral adalah pembangunan yang seimbang
dilihat dari segi atau unsur masyarakat dari semua sektor pembangunan, (2) azas
kekuatan sendiriadalah tiap usaha harus didasarkan pada kekuatan atau kemampuan
masyarakatsendiri, artinya tidak terlalu mengharapkan pemberian bantuan dari
pemerintah, (3) azas permufakatan bersama diartikan bahwa usaha pembangunan
harusdilaksanakan pada bidang atau sektor yang benar-benar dirasakan
sebagaikebutuhan bagi masyarakat yang bersangkutan (Zamhariri, 2008).
Dinamika
teori pembangunan tersebut tidak terlepas dari pemahaman terhadap konsep
pembangunan yang bersifat terbuka ujungnya.Pengalaman selama ini menunjukkan
bahwa implementasi konsep pembangunan ternyata telah banyak merubah kondisi
kehidupan masyarakat. Pada sebagian komunitas, pembangunan telah mengantarkan
kehidupan mereka menjadi lebih baik bahkan sebagian dapat dikatakan berlebihan,
sementara komunitas lainnya pembangunan justru mengantarkan mereka pada kondisi
yang menyengsarakan dimana angka pengangguran, kemiskinan menjadi semakin
bertambah sejalan dengan proses pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah.
Pemahaman
terhadap pembangunan hendaklan selalu bersifat dinamis, karena setiap saat
selalu akan muncul masalah-masalah baru. Pilihan pendekatan pembangunan yang
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi bukan saja telah mengakibatkan berbagai
bentuk ketimpangan sosial tetapi juga menimbulkan berbagai persoalan lain
seperti timbulnya akumulasi nilai-nilai hedonistik, ketidak pedulian sosial,
erosi ikatan kekeluargaan dan kekerabatan, lebih dari itu pendekatan
pembangunan tersebut telah menyebabkan ketergantungan masyarakat pada
birokrasi-birokrasi sentralistik yang memiliki daya absorsi sumber daya yang
sangat besar, namun tidak memiliki kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan lokal,
dan secara sistematis telah mematikan inisiatif masyarakat lokal untuk memecahkan
masalah-masalan yang mereka hadapi (Korten, 1987).
Dalam teori pembangunan desa dari Rondinelli
yang merupakan pemanfaat hasil pembangunan fisik desa yaitu dengan membangun
atau memperbaiki prasarana jalan desa akan menciptakan atau memperbaiki kehidupan
masyarakat desa. Dengan adanya pembangunan prasarana jalan, masyarakat dapat
menggunakan jalan tersebut dengan berbagai kebutuhan yang mereka perlukan,
seperti melakukan mobilitas, pemasaran hasil pertanianya, mangangkut hasil
pertanian agar lebih mudah dan Pembangunan masyarakat diartikan
sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka mampu
mengindentifikasikan kebutuhan dan masalah secara bersama (Raharjo, 2006 :
116).
Pembangunan
desa, bukan hal yang baru lagi bagi Indonesia iniyang bertujuan untuk
menentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat pedesaan. Dalam
proyek-proyek yang dilakukan oleh pemerintah dalam pembangunan masyarakat desa,
pembangunan desa yang berupa pembangunan
fisik yang telah dilakukan dapat dirasakan oleh masyarakat, bukan halnya
kelompok-kelompok tertentu saja yang merasakan hasil dari proyek tersebut. Melihat
konsep pembangunan terpadu yang merupakan suatu strategi pembangunan yang
merupakan perkembangan lebih lanjut dari strategi pembangunan desa.Dalam
pembangunan desa dilakukan usaha yang insentif dengan tujuan dan kecenderungan
memberikan fokus perhatian kepada kelompok maupun daerah tertentu melalui
penyimpangan pelayanan, bantuan dan informasi kepada masyarakat desa (Hernida,
1986).
Dengan demikian, strategi ini lebih banyak
menaruh perhatian pada proses penyampaian dari pada mengembangkan kapasitas dan respon masyarakat. Karena
masyarakat desa mempunyai banyak aspek, usaha pembangunan desa yang bersifak
menyeluruh semestinya juga meliputi keseluruhan aspek tersebut. Apabila usaha
pembangunan untuk masing-masing aspek ditangani oleh instansi yang berbeda,
akan dijumpai sejumlah instansi yang melakukan aktivitas desa dalam rangka
melaksanakan programnya masing-masing. Untuk menghindari duplikasi dan tumpan
tindih serta untuk mewujudkan proses
yang saling mendukung, maka perlu melakukan suatu pendekatan yang mampu mengkoordinasikan dan
mensinerjikan program-program yang bersifat sektoral tersebut, untuk maksud
tersebut kemudian dikembangkan strategi yang kemudian dikenal sebagai
pembangunan desa terpadu (Bjorn, 1982).
Konsep
pembangunan desa terpadu juga dapat memberikan penampakan dilihat dari berbagai
dimensi. Pembangunan desa terpadu dapat dilihat sebagai suatu metode, proses,
karena pendekatan ini merupakan salah satu cara untuk melaksanakan pembangunan
desa dengan melihat seluruh lapisan masyarakat dan mengaitkan seluruh aspek
kehidupan. Sebagai suatu proses, karena pendekatan ini mencoba
mentransformasikan kehidupan masyarakat desa dengan berorientasi tradisional
menuju suatu kehidupan yang lebih berorientasi pada perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Sebagai
sasaran, karena suatu peningkatan kualitas hidup yang lebih baik, peluang yang
semakin terbuka untuk mengembangkan diri dan pengembangan institusi sosial
ekonomi dan pelayanan yang setara dengan masyarakat kota.
B. Otonomi
Desa
Otonomi
desa adalah ide yang ditempelkan pada fakta bahwa desa merupakan sebuah enitas
masyarakat otonom.Otonomi adalah kata benda yang berasal dari kata bahasa
yunani autonomia. Kata autonomia
dibentuk dari kata sifat autonomos. Kata
autonomos dibentuk dari dua kata yaitu auto
yang berarti berdiri, dan nomos yang berarti hukum dan aturan.
Dengan demikian, maka autonomos atau
otonom memiliki makna berhukum sendiri atau mempunyai aturan sendiri.Otonom
berarti suatu kondisi dimana kemerdekaan dan kebebasan hadir sebagai identitas.
Michael
(1995) dalam tulisan berjudul “A Formal
Framework for and Autonomy” membantu mempertajam pemaknaan kata otonom dan
otonomi.Bertujuan menguraikan makna keagenan (agency) dan otonomi (autonomy)
dari konsep “Multi agen system”, Luck
dan d’Inverno mencanamkan otonomi sebagai suatu pencapaian dari agen yang
bermotivasi. Agen bermotivasi adalah agen yang memiliki otonomi. Ia adalah agen
yang tidak tergantung pada tujuan akhir agen lain, sebaliknya, memberikan
tujuannya untuk diacu dalam hubungan antara agen. Merujuk Luck dan d’Inverno,
sepintas nampak bahwa otonom adalah semacan DNA bawaan yang besifat statis. Sementara
otonomi adalah pencapaian dari agen termotivasi yang bersifat dinamis.
Masyarakat
desa yang otonom adalah masyarakat yang membawa dalam dirinya sendiri unsur
kemerdekaan dan kebebasan. Kebebasan dan kemerdekaan untuk berperaturan sendiri dan mengatur dirinya sendiri. Tetapi
sifat masyarakat otonom statis. Otonomi desa sebaliknya ia adalah capaian dari
usaha desa yang dilandasi motivasi. Motivasi untuk berada pada pusat hubungan antara agen atau
subjek. Desa memiliki otonomi adalah desa yang memenangkan pertempuran antara
subjek. Desa yang mampu menduduki pusat hubungan , mempengaruhi tujuan agen
yang lain, dan dengan demikian menjadi agendanya sebagai agenda umum. Otonomi
desa sejati adalah sifat dinamis desa.Otonomi desa secara sederhana dapat
disebut sebagai identitas kemenangan desa.
a. Desa
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta
yaitu deca yang berarti tanah air,
tanah asal, atau tanah kelahiran.Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai “a groups of shops in a county area, smaller
a town”. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasakan hak asal-usul dan adat
istiadat yang diakui dalam pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten.
Desa
menurutWidjaja dalam bukunya yang berjudul “ otonomi desa” menyatakan bahwa
Desa adalah segagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan
asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam
mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Widjaja,
2003: 3. Desa menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
mengartikan desa sebagai berikut: “Desa atau yang disebut nama lain,
selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sisitem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 12.
Dalam pengertian desa menurut Widjaja dan UU No. 32 tahun 2004 di atas sangat
jelas sekali bahwa desa merupakan Self
Community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman
bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur kepentingan
masyarakat sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat.
b. Otonomi
Luas, Nyata dan Bertanggung jawab
Dalam peraturan pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005
Pasal 7 huruf b juga memberikan gambaran dalam pelaksanaan otonomi desa
secara luas, nyata, bertanggungjawab, dimana didalamnya di sebutkan bahwa
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
pengetahuannya kepada desa. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasan daerah
untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenagan bidang lainnya yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000.
Dalam pengelolaan kewenangan yang harus Dalam
pengelolan kewenangan yang luas tersebut tetap dibatasi rambu penting dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini, otonomi bukanlah
semata-mata menggunakan pendekatan administratif atau sekedar meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kerja saja, akan tetapi sekaligus pendekatan dalam
dimensi politik, perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian
hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus
dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonom (Budiarto, 2007).
C. Transparansi
Pengelolaan Keuangan Desa
Salah unsur utama dalam pengelolaan keuangan yang baik adalah dengan
adanya transparansi.Transparansi artinya dalam menjalankan pemerintah,
mengungkapkan hal-hal yang sifatnya material secara berkala kepada pihak-pihak
yang memiliki kepentingan untuk itu, dalam hal ini yaitu masyarakat
luas.Menurut mardiasmo, 2002. Pengertian transparansi adalah keterbukaan
pemerintah dalam membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam pengelolaan keuangan
desa sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Nordiawan, 2006. Menyatakan bahwa transparansi adalah
memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara
terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah desa dalam pengelolaan
keuangan desa.
Transparansi menjadi suatu hal yang sangat penting bagi pengelolaan
keuangan di setiap organisasi, baik organisasi pemerintahan maupun organisasi
non pemerintahahan. Transparansi merupakan organisasi secara terbuka
menyediakan informasi yang material dan relevan serta mudah diakses dan
dipahami oleh pemakaian kepentingan (Atmadja, 2013: 19).
D. Akuntabilitas
Pengelolaan Keuangan Desa
Tata kelola pemerintah yang baik merupakan salah
satu tuntunan masyarakat yang harus dipenuhi.Salah pilar tata kelola tersebut
adalah akuntabilitas. Menurut (Miriam, 2012). Mendefinisikan akuntabilitas
sebagai pertanggungjawaban pihak yang diberi kuasa mandat untuk memerintah
kepada yang memberi mereka mandat. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban
dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai
lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus
menciptakan kondisi saling mengawasi.
Sedangkan Lembaga Administrasi Negara menyimpulkan
akuntabilitas sebagai kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa dan pengendalaian sumber daya
dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban secara periodik.
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa diartikan sebagai kewajiban Pemerintah desa untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan keuangan desa dan pelaksanaan pemerintahan di desa dalam rangka
otonomi desa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui media
pertanggungjawaban yang terukur baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya.
Pemerintah desa sebagai pelaku pemerintahan harus bertanggungjawab terhadap apa
yang telah dilakukannya terhadap masyarakatdalam rangka menjalankan tugas,
wewenang, dan kewajiban Pemerintah Desa (Hari, 2007: 129).
E. Penelitian
Terdahulu
Penelitian yang
dilakukan oleh (AstirFurqani,2010). Dengan judul pengelolaan keuangan desa
dalam mewujudkan Good governance (Studi
pada pemerintahan Desa Kalimo Kecematan Kalianget Kabupaten Sumenep). Dari
hasil penelitian ini tentang manajemen keuangan dari desa kalimo Kecematan
Kalianget Kabupaten Sumenep, transparansi terjadi hanya ketika perencanaan
saja. Hamper semua peroses tidak memenuhi prinsip tanggung jawab karena ada
beberapa hal dalam proses yang tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 37/2007.
Sementara akuntabilitas
sangat rendah karena tanggung jawab tidak melibatkan masyarakat dan BPD (Badan
Permusyawaratan desa). Selanjutnya (Yoyok, 2009). Pengelolaan keuangan desa
(Studi kasus pengelolaan keuangan desa Bakaran Juwana Kabupaten Pati). Hasilnya
pengelolaan keuangan desa bakara kulon dituangkan dalam bentuk Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), yang man didalam APBDes sudah tercantum
daftar belanja dan rencana pengeluanran desa selama satu tahun kedepan sehingga
pengelolaan keuangan desa transparansi dan akuntabilitas di desa bakaran.
F. Rerangka Pikir
Dalam undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah diatur mengenai pelaksanaan
sistem desentralisasi di Negara Indonesia, dimana pemerintah pusat memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian proses, mekanisme
dan tahapan perencanaan yang dapat menjamin keselarasan pembangunan. Landasan
pemikiran dalam pengaturan tentang desa yang dianut UU No. 32/2004 sesungguhnya
tetap mempertahankan apa yang dianut dalam UU No. 22/1999, yaitu keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Landasan
ini sangat kontras dibanding yang dianut sebelumnya dalam UU No. 5/1979 yang
dinyatakan secara tegas mengarah pada penyeragaman bentuk dan susunan
pemerintahan desa dengan corak nasional.
Meskipun titik berat otonomi diletakkan pada tingkat
Kabupaten/Kota, namun secara esensi sebenarnya kemandirian tersebut harus
dimulai dari level pemerintahan di tingkat paling bawah, yaitu Desa. Selama
ini, pembangunan desa masih banyak bergantung dari pendapatan asli desa dan
swadaya masyarakat yang jumlah maupun sifatnya tidak dapat diprediksi.
Kemudian adanya PP
No.72 tahun 2005 tentang Desa sangat jelas mengatur tentang pemerintahan desa,
termasuk didalamnya tentang kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh
pemerintah kabupaten untuk merumuskan dan membuat peraturan daerah tentang
Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai bagian dari kewenangan fiskal desa untuk
mengatur dan mengelola keuangannya. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut,
pemerintah desa memiliki sumber-sumber penerimaan yang digunakan untuk
membiayai kegiatan yang dilakukan.
Dari
uraian di atas, Alokasi Dana Desa merupakan sumber untuk mengatur dan mengelola
keuangan desa. Dimana, setelah kebijakan ADD diberlakukan desa mendapatkan alokasi
anggaran yang cukup besar dan pengelolaannya dilakukan secara mandiri. Sehingga
di butuhkan pengelolaan yang baik terhadap anggaran tersebut melalui
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggara tersebut. Dari penjelasan
tersebut, dapat digambarkan rerangka pemikiran sebagai berikut:
PERMENDESA
NOMOR 1
TAHUN 2015
|
Otonomi
Desa
|
Perkembangan
Ekonomi Desa
|
Pengelolaan
Keuangan Desa
|
Development
|
Accountability
|
III.
METODE PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Berdasarkan pada
sifat dan tujuan peneliti dilihat dari objek yang digunakan,
maka penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian kualitatif. Tipe penelitian
ini berusaha menggambarkan penelitian kualitatif yang berdasarkan pada
pendekatan interpretif dan metode fenomonologi (fenomena),
fenomena yang terjadi pada pengelolaan keuangan desa, khususnya transparan dan
akuntabel di Desa Cenrana
Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone. Oleh karena merupakan penggambaran
dari sebuah fenomena, maka penelitian ini dianggap juga penelitian
fenomonologi. Mengacu pada pendapat (Moleong 2005 : 5), yang mengatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan
naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang
fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus.
Penelitian kualitatif adalah penelitian dengan
menggunakan latar belakang alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.Sedangkan
menurut (Linda, 2012), berdasarkan pada sifat dan tujuan peneliti maka
kualitatif yang digunakan dengan penelitian ini bertujuan untuk membentuk
penglihatan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta.
Metode yang
digunakan adalah Metode
fenomenologi.
Metode Fenomenologi bertujuan memahami
respon atas keberadaan manusia/masyarakat, serta pengalaman yang dipahami dalam
berinteraksi (Saladien, 2006). Para fenomenologpercaya bahwa pada makhluk
hidup, tersedia berbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman melalui
interaksi dengan orang lain (Moleong, 2005: 18). Oleh karena itu fenomenologis
disini digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan bagaimana pelaku memahami
sistem pengelolaan keuangan Desa
yang dapat meningkatkan perkembangan ekonomi desa sehingga menjadi masyarakat
yang lebih sejahtera adil dan makmur.
B.
Jenis
dan Sumber Data Penelitian
Sedangkan sumber data
dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer
berupa kata-kata,
tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari subjek
yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data. Selain itu data primer juga merupakan pandangan
sikap, atau persepsi para aparaturdesa tentang tingkat kualitas sumber daya
aparatur desa yang erat kaitannya keberlangsungan kebijakan pengelolaan keuangan desa hingga proses
pertanggungjawabannya. Ada pun data sekunder
diperoleh dari berbagai sumber tertulis baik daftar pegawai ataupun daftar
hadir pegawai yang memungkinkan dapat dimanfaatkan dalam penelitian ini
akan digunakan semaksimal mungkin demi mendorong keberhasilan penelitian ini.
Untuk memperoleh data dan informasi yang valid dan
akurat, dilakukan wawancara secara mendalam, terhadap informan-informan yang
dijadikan sumber informasi.Sedangkan informan yang dipilih adalah informan yang
terlibat langsung serta memahami dan dapat memberikan informasi (gambaran) tentang
pengelolaan keuangan Desa.
Adapaun sebagai informan dalam penelitian ini sebagai berikut:
·
Kepala Desa
·
Sekretaris Desa
·
BendaharaDesa
Dipilihnya informan
tersebut dalam penelitian ini karena dipandang mampu memberikan informasi yang
sangat relevan dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan selaku pemangku
jabatan tertinggi pada Kantor Desa. Sebagai seorang atasan mempunyai hubungan
khusus dengan para bawahannya dan mengerti keadaan dan perilaku secara umum
para bawahannya menjadi tolak ukur utama kemampuannya sebagai informan dalam
penelitian ini.
C. Metode
Pengumpulan Data
Dalam rangka mengumpulkan data dan informasi yang
valid dan akurat, pengumpulan data yang utama (untuk mendapatkan data primer)
peneliti akanmelakukan wawancara secara mendalam, yang dibantu dengan alat
perekam (tape recorder). Alat perekam ini berguna sebagai bahan crossceck,
jika pada saat analisa terdapat data, keterangan atau informasi yang sempat
tidak tercatat oleh pewancara.
Dalam penelitian
tentang analisis
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dalam pengembangan
ekonomi desa di Desa Cenrana Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone,
peneliti akan berperan penuh sebagai observer, sekaligus sebagai
pewancara, dengan melakukan wawancara secara langsung dan bersifat mendalam dan
terbuka dengan para pengelola keuangan desa, serta mencatat semua kejadian dan
data serta informasi dari informan yang selanjutnya dipergunakan sebagai bahan
penulisan laporan hasil penelitian.
D.
Teknik Analisis
Menurut Bungin (2007:73) teknik analisis dalam
penelitian kualitatif tergantung pada pendekatan yang digunakan. Penelitian
kualitatif yang menggunakan metode
fenomenologis, langkah-langkah analisisnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Peneliti memulai mengorganisasikan semua
data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah
dikumpulkan.
b.
Membaca data secara keseluruhan dan
membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean
data.
c.
Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan
yang dirasakan oleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan
pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama.Selanjutnya, pernyataan yang
tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat
repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons
(arti teksturaldan unsur pembentuk atau penyusun dari fenomena yang tidak mengalami
penyimpangan).
d.
Pernyataan tersebut kemudian di
kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana
pengalaman tersebut terjadi.
e.
Selanjutnya peneliti mengembangkan
uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari
fenomena tersebut. Kemudian di mengembangkan (mengenai fenomena yang terjadi
pada responden) dan (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi).
f.
Peneliti kemudian memberikan penjelasan
secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan
makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut.
g.
Membuat laporan pengalaman setiap
partisipan.
E. Lokasi
Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di kantor desa cenrana dengan
analisis transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan desa dalam pengembangan
ekonomi desa iniadalah di Desa Cenrana Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone. Pemilihan lokasi
ini dengan pertimbangan karena tingkat transparansi adan akuntabilitas
pengelolaan keuangan Desa yang dilaksanakan oleh pengelola keuangan di Desa Cenrana Kecamatan Cenrana
Kabupaten Bone perlu ditingkatkan guna mendukung terwujudnya perkembangan ekonomi desa dan merupakan salah satu desa
yang harus dikembangkan dan keberadaannya akan memberikan dampak terhadap
kehidupan masyarakat desa.
F.
Keabsahan Data
Menurut Patton (dalam Moleong,
2002:178), untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, digunakan teknik
Triangulasi Data. Jenis triangulasi data yang digunakan adalah triangulasi
sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam kualitatif,
hal ini dapat dicapai dengan jalan:
a.
Membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara.
b.
Membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan umum dengan apa yang di katakannya secara pribadi.
c.
Membandingkan apa yang
dikatakan orang-orang tertentu dalam situasi penelitian dengan apa yang di
katakannya sepanjang waktu.
d.
Membandingkan keadaan dengan
perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti
rakyat biasa, orang pemerintahan.
e.
Membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Atas dasar langkah di atas, dalam
penelitian ini, analisis data dilakukan sebagai berikut :
a.
Membaca transkrip untuk
mengidentifikasi kemungkinan tema-temamyang muncul. Tema ini dapat memodifikasi proses pengambilan data. Membaca
transkrip berulang-ulang sebelum melakukan koding untuk memperoleh ide umum
tentang tema, sekaligus menghindari kesulitan.
b.
Selalu membawa buku catatan,
komputer atau tape recorder untukcmencatat pemikiran-pemikiran analitis yang muncul secara spontan.
c.
Membaca kembali data dan
catatan analisis secara teratur, dansegeranmenuliskan tambahan-tambahan pemikiran, pertanyaan pertanyaan.
d.
Mengembangan interprestasi
data dari hasil wawancara dan pengamatan, sesuai dengan tema dan tujuan
penelitian dan menuangkan dalam draft laporan yang telah terstruktur dalam
sistematika laporan.
e.
Meng-edit dan me-review
kembali tema demi tema dan secara keseluruhan, sekaligus sebagai cross-cek
antar data dan informasi yang saling bertentangan untuk dikonfirm kembali
kepada responden atau dilakukan pengecekan terhadap dokumentasi data lainnya
seperti peraturan perundangan dan lain-lain. Data-data tersebut kemudian
diinterpretasikan secara analitis dan kontekstual.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Misbahul., Bambang, J. 2010. Kontribusi dan Peran Pengelolaan Keuangan Desa Untuk Mewujudkan
Anggaran Pendapatan Belanja Desa yang Transparan dan Akuntabel.Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Hal 387-410. Hal. 388.
Aprisiami Putriyanti. 2012. Penerapan Otonomi Dalam Menguatkan Akuntabilitas Pemerintah Desa dan Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aglik
Kecematan Grabag Kabupaten Purwerejo. Yogyakarta: UNY.
Astir Furqani. 2010. Tesis: Pengelolaan Keuangan Desa dalam Memujudkan Good Governance (studi
pada pemerintahan desa kalimo’ok kecematan kalianget kabupaten sumenep). Jatim
UPN.
Atmadja, Anantawikrama tunggu. 2013. Akuntansi manajemen sektor publik. Singaraja: Universitas
Brajijaya.
Bungin,
Burhan, 2007. Penelitan Kualitatif, Prenada Meda Group, Jakarta.
Bruce Stone. 1989. Publik
Service Accountability: A Comparatif Perpektif. Kumarian Press: Hartford,
CTs. ISBN 0783775814, 978-078775814.
Budiarjo,
Miriam. 2012. Penerapan Otonomi Desa
Dalam Menguatkan Akuntabilitas Pemerintah Desa Dan Pemberdayaan di Desa Aglik
Kecematan Grabog Kabupaten Purworejo. Yogyakarta: UNY.
Dykstra, Clarence A. 1939. The Quest for Resposibility.American
Politican Science.
Indro Budiarto. 2007. Penilaian
Masyarakat Desa Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonom Daerah.Survey:
Desa Sriharja, Kecematan Iomogiri, Kabupaten Bantu, DIY.
Hettne, Bjorn. 1982. Development
Theory and The Third World Schmidts. Helsinberg: Broktryckeri AB.
Kalimandhanu. 2014. Studi Tentang Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Perangat Selatan
Kecematan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara.ejurnalIlmu Pemerintahan,
1 (2): 2008-2022. ISSN 2338-3651.ip.fisip-unmul.ac.id.
Kaihatu, S. T. 2006. Good
Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol. 8, No. 1, Maret: 1-9. Hal. 2
Kusuma, H. 1986.
Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Tingkat Keberhasilan Proyek
Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Bayuwangi. Universitas Sumatera Utara.
Korten, David C., 1987. Community Managemen, Connectitut: Kumarian Press, Westaharford.
Lestari, Ayu Komang Dewi. 2014. Membedah akuntabilitas praktik pengelolaan keuangan desa pakraman
kubutambahan, kecematan kubutambahan, kabupaten buleleng, provensi bali (sebuah
studi interprentif pada organisasi publik non pemerintahan). Jurnal jurusan
S1 akuntansi universitas pendidikan
ganesha 2 (1).
Moleong,
Lexy J., 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mardiasmo. 2006. Akuntansi sektor publik. Yogyakarta: Andi.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi sektor publik. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.
Michael Luck dan Mark d’Inverno. 1995. A Formal Framework for and Autonomy.
Nurcholis, Hanif. 2011. Pertumbuhan Dan Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta Erlagga.
Nordiawan, Dedi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 113 Tahun 2014 tentang. Pengelolaan Keuangan Desa.
Paramitha, Muchacha L., 2014. Kinerja Aparatur Desa Dalam Rangka Otonomi Desa. Jurnal Adminitrasi
Publik (AJP), Vol. 1, No. 4, Hal 91-100\91. Hal 91-92.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
72 Tahun
2005 Tentang Desa.
Peraturan
Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 Tentang.Pemerintah
Daerah.
Peraturan Pemerintahan Nomor. 25 Tahun 2000 Tentang.Kewenagan.
Peraturan
menteri desaNomor 1 Tahun 2015.Tentang.Pedoman
Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
Pratikno. 2000. Pregeseran
Negara dan Masyarakat Dalam Desa, dalam Dadang Juliantara.Arus Bawah
Demokrasi. Yogyakarta: Lappera.
Raharjo, Adisaamita. 2006. Pembangunan pedesaan dan perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Paramitha, L. M., 2012.
Kinerja Aparat Pemerintah Desa Dalam Rangka Otonomi Desa. Jurusan
administrasi publik, fakultas ilmu administrasi brawijaya, malang.
Sirajudin, H. S. and Aslam Iqbal. 1995. Accoutability, Chapter I in a Bool
Accountability The Endless edited Sirajudin, H. S. & Aslam Iqbal. Asian
and Pacific Development Centre.
Surianingrat, Bayu. 1976. Pemerintah Administrasi Desa dan Kelurahan. Bandung, Rineka Cipta.
Sabarno, Hari.
2007. Penilaian Masyarakat Desa Terhadap
Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah. Survey: Desa sriharja, Kecematan
Imogiri, Kabupaten Bantul, DIK.
Saladien. 2006. Rencangan penelitian kualitatif modal
metodologi penelitian kualitatif. Disampaikan pada Pelatihan Metodologi
Penelitian KualitatifProgram Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Brawijaya,6-7 Desember.
The Liang Gie. 2001. Pengelolaan
Pembangunan Yang Akuntabel: Pengalaman ORNOP di lapangan. Badan diskusi
yang disajikan dalam lokakarya Nasional tentang Akuntabilitas Publik dan ORNOP
yang diselenggarakan oleh SMERU bekerjasam dengan FES dan universitas Satya
Wacana di Hotel Century Saphyre,
Yoyakarta, tanggal 14 Nopember 2001. Halaman 4.
Tim penyususn naskah akademik undang-undang tentang desa
(2007). Naskah Akademik: Rancangan
Undang-Undang Tentang Desa. Dikrektorat Jendral Pemberdayaan masyarakat desa:
Jakarta, hal. 62
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang.Pemerintah Daerah.
Utoro Eko. 2007. “Mempertegas Politik dan Kewenangan Desa”, Makalah
Masa Sarasehan Nasional Menggagas Masa Depan Desa, Direktorat Jendral
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Depertemen Dalam Negeri, FPPD dan
DRSP-USAID, Jakarta, 3-4 Juni 2006.
Wasistiono, Sadu dan Irwan T., 2006. Prospek pengembangan desa. Jatinangor: Fokus Media.
Widjaja. 2003. Peraturan Pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 12.
Warsono, Hardi R., 2014. The Obstacles Of Implementatioan Of Village Allocation Find Program in
the North Konawe Sountheast Sulawesi. Journal of Mnagement and
Sustaninability; Vol. 4, No. 3, ISSN 1925-4725 E-ISSN 1925-4733. Published by
Canadian Center of Science and Educatiaon.Hal. 176.
Zamhariri. 2008. Pengembangan
masyarakat: perspektif pemberdayaan dan pembangunan.Volume 4, Nomor 1, Juni
2008. 101.
MANUSKRIP
Hari/tanggal :
Senin, 23 Februari 2016
Tempa Penelitian : Desa Cenrana Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone
Informan :
Kepala
Desa, Sekretaris
Desa, Bendahara
Desa
Waktu :14.30-15.30
Konteks : Peneliti tiba diruangan
pada 14.13 dan menunggu untuk bertemu dengan informan dan melakukan wawancara
pada saat informan memiliki waktu untuk melayani wawancara.
Terimah kasih atas waktu Terima kasih sebelumnya karena bapak
sudah meluangkan waktunya.
1.
Sejak kapan pengelolaan keuangan desa anda
transparan dan akuntabel?
2.
Bagaimana transparansi pengelolaan keuangan desa anda?
3.
Bagaimana
dampak positif tentang pengelolaan keuangan desa anda?
4.
Apakah pengelolaan keuangan desa dapat meningkatkan
perkembangan ekonomi desa?
5.
Jika pemerintah desa atau aparatur desa sudah
transparan dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan desa, sudah bisa dikatakan
pemerintahan yang baik (Good Governance)?
6.
Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang pengelolaan
keuangan desa yang baik menurut peraturan pemerintah daerah?
7.
Apakah akuntabel pengelolaan keuangan desa dapat meningkatkan
perkembangan ekonomi desa?
8.
Bagaimanakah pengelolaan keuangan di desa anda?
9.
Bagaimana sistem transparan dan akuntabel
pengelolaan keuangan desa?
10. Sejak kapan desa anda
melakukan pertanggungjawaban atau akuntabel pengelolaan keuangan desa?
11. Apakah transparan dan
akuntabel dapat meningkatkan perkembangan ekonomi desa?
12. Setelah beberapa tahun
yang berjalan, apakah laporan keuangan desa anda telah sesuai dengan standar
pelaporan keuangan?
13. Bagaimankah sistem
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa anda?
14. Hal-hal apa sajakah yang
dilakukan untuk meningkatkan perkembangan prekonomian desa anda?
15. Apakah
indikator-indikator untuk mewujudkan transparan dan akuntabel tentang
pengelolaan keuangan desa?
16. Apakah ada kendala untuk
melakukan transparan dan akuntabel pengelolaan keuangan desa?
17. Untuk mewujudkan perkembangan
ekonomi desa dapatkah dinilai dari segi transparansi dan akuntanbel pengelolaan
keuangan desa?
18. Kendala apakah yang
sering muncul dalam pengelolaan keuanga desa?
19. Apakah ada perubahan
prekonomian desa jika pengelolaan keuangan desa transparan dan akuntabel?
20. Dimanakah peran
pemerintaha desa dalam hal ini kepala desa, sekertaris desa dan bendahara desa
untuk mewujudkan transparan dan akuntabel pengelolaan keuangan desa?
21. Apakah ada aturan dari
pemerintah daerah tentang tata cara pengelolaan keuangan desa?
22. Dimanakah letak
transparansi dan akuntabel pengelolaan keuangan desa anda?
23. Seberapa besar peran
pemerintah desa atau aparatur desa dalam pengelolaan keuangan desa?
24. Untuk mewujudkan
perkembangan ekonomi desa yang bagus hal-hal apa sajakah yang perlu dilakukan?
25. Apakah manfaat dari
transparansi dan akuntabel pengelolaan keuangan desa?
26. Bagaimana pendapat anda
tentang pengelolaan keuangan desa yang baik?
27. Jika sudah transparan
dan akuntabel, apakah mampu meningkatkan perkembangan ekonomi desa?
28. Apakah dapat dijamin
jika pengelolaan keuangan desa sudah transparan dan akuntabel dapat meningkatkan
perkembangan ekonomi desa?
29. Bagaimana sistem akuntabel
dan pengelolaan keuangan desa?
30. Apakah pengelolaan
keuangan desa bapak/ibu merupakan faktor utama perkembangan ekonomi desa?
31. Bagaimanakah cara bapak/ibu
untuk menanggulagi kendala-kendala yang ada dalam pengelolaan keuangan desa?
32. Apakah faktor utama
pengelolaan keuangan desa untuk perkembangan ekonomi desa?
33. Apakah karakteristik
transparan dan akuntabel pengelolaan keuangan desa?
34. Dampak apakah yang
timbul jika pengelolaan keuangan desa tidak transpaan dan akuntabel?
35. Untuk meningkatkan
perkembagan ekonomi desa langkah apa yang harus ditempuh oleh aparatur desa
atau pemerintah desa?
36. Dimanakah letak perah
pemerintah desa untuk mewujudkan transparan dan akuntabel pengelolaan keuangan
desa?
37. Pelatihan apa sajakah
yang dilakukan aparatur desa atau pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan
desa?
Anda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com
BalasHapusNama lengkap:
jumlah pinjaman :
Pinjaman Durasi:
Pendapatan bulanan :
negara:
Seks:
Nomor telepon:
Tanggal lahir :
Terima kasih dan Tuhan memberkati
JULIETOWENLOANCOMPANY
(Julietowenloancompany@gmail.com)
Ibu Juliet